Pengelolaan Hutan Tanaman Rakyat Mangrove sebagai Penghasil Bahan Baku Arang di Kabupaten Karimun: Persepsi Masyarakat, Aspek Teknis dan Kelayakan Usaha
View/ Open
Date
2019Author
Wulandari, Leni
Nurrochmat, Dodik Ridho
Kusmana, Cecep
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemanfaatan mangrove sebagai bahan baku arang di Kepulauan Riau secara
perorangan telah dilakukan sejak tahun 1930-an, namun demikian pemanfaatan
melalui skema Hutan Tanaman Rakyat (HTR) dimulai tahun 2010 dengan terbitnya
Surat Keputusan (SK) nomor 192/2010 dari Bupati Kabupaten Karimun kepada
Koperasi Wana Jaya Karimun (WJK) seluas 9.335 ha. Pengelolaan HTR Mangrove
di Kabupaten Karimun dilakukan secara tradisional dan melibatkan kearifan lokal.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki persepsi terhadap pilihan
pengelolaan yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Pengelolaan HTR
mangrove bersifat padat karya, melibatkan 20-30 orang pengrajin arang dalam
setiap panglong dimana usaha arang terbukti memberikan manfaat ekonomi bagi
masyarakat sekitar hutan. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji persepsi
masyarakat sekitar hutan terhadap ketentuan pengelolaan HTR, mengetahui praktik
pengelolaan HTR mangrove dan praktik pembuatan arang bakau, serta
menganalisis kelayakan usaha arang bakau dari pengelolaan HTR mangrove di
Kabupaten Karimun.
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau
pada bulan Juni s.d Juli 2018. Responden untuk keperluan kuisioner dan wawancara
dipilih dari masyarakat yang pekerjaan utamanya sebagai pengrajin panglong
secara acak sebanyak 30 orang. Narasumber dipilih secara purposive dari instansi
yang bertugas memberi pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan HTR di
Kabupaten Karimun. Persepsi masyarakat diperoleh melalui analisis deskriptif
dengan perhitungan skor dari setiap variabel dan total skor dari seluruh variabel
menggunakan skala Likert. Semakin tinggi nilai skor maka tingkat persepsi
masyarakat semakin tinggi yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori
yaitu tingkat persepsi rendah, sedang dan tinggi. Praktik pengelolaan HTR
mangrove dan proses pembuatan arang dilakukan dengan analisis deskriptif,
Adapun kelayakan usaha arang diperoleh melalui analisis finansial dengan kriteria
Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR) dan Internal Rate of Return
(IRR).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat sekitar hutan
dikategorikan kurang paham terhadap alokasi lahan HTR, proses perizinan, jangka
waktu dan luas areal pengusahaan, hak dan kewajiban, pemasaran, kelembagaan,
sosialisasi/pendampingan/penyuluhan program HTR, dukungan pemerintah dan
LSM. Adapun persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap pengetahuan tentang
HTR, pola HTR, jenis tanaman dan pewarisan izin dikategorikan paham. Persepsi
masyarakat terhadap persyaratan izin dan pendamping HTR dikategorikan tidak
paham. Persepsi masyarakat sekitar hutan terhadap ketentuan pengelolaan HTR
secara keseluruhan pada kategori kurang paham sebanyak 46,67%, kategori tidak
paham sebanyak 36,67% dan kategori paham sebanyak 16,67% responden.
Praktik pengelolaan HTR mangrove melibatkan kearifan lokal meliputi
pemanenan selektif pada cabang dan terubusan mangrove (diameter minimal 10
cm), menggunakan peralatan manual (gergaji, kapak dan parang) dan sedapat
mungkin dilakukan pada musim bulan pasang siang untuk memudahkan bongkar
muat dan pengangkutan kayu. Arang bakau diproduksi melalui proses tradisional
tanpa penambahan zat kimia apapun sehingga menghasilkan rendeman yang rendah
(20%) dan membutuhkan waktu yang relatif lama (3-4 bulan/siklus). Tahapan satu
siklus pengarangan meliputi persiapan pengarangan, proses pengarangan dan
pendinginan arang. Kualitas arang bakau telah memenuhi syarat SNI dan sebagian
besar untuk tujuan ekspor. Perlu dilakukan pelatihan, penyuluhan dan
pendampingan pada pengrajin arang dalam rangka perbaikan proses produksi arang
bakau untuk meningkatkan rendemen dan kualitas arang bakau serta kemungkinan
diversifikasi produk dari proses pengarangan.
Arang bakau layak diusahakan secara finansial dengan nilai NPV
Rp. 256.880.616, nilai BCR sebesar 1,13 dan nilai IRR sebesar 29,79%. Hasil
analisis sensitivitas menunjukkan bahwa keuntungan finansial usaha arang bakau
sangat rentan terhadap perubahan harga jual arang dan kenaikan biaya produksi.
Branding terhadap produksi arang melalui pengemasan arang yang menarik dan
pemberian merek dagang atas nama Koperasi WJK perlu dilakukan, selain itu juga
pentingnya penggunaan teknologi informasi untuk memperluas jaringan
pemasaran.
Collections
- MT - Forestry [1373]