Pengaruh Pemberian Nano Daun Kelor (Moringao leifera) terhadap Kadar Mineral Serum Darah danTulang pada Tikus Jantan Tumbuh dan Betina yang Diovariektomi
View/ Open
Date
2019Author
Syahrial
Rimbawan
Damayanthi, evy
Astuti, Dewi Apri
Suptija, Pipih
Metadata
Show full item recordAbstract
Daun kelor (Moringa oleifera) diketahui memiliki berbagai manfaat untuk mengatasi berbagai penyakit atau gangguan kesehatan. Daun kelor diketahui mengandung vitamin dan mineral, seperti vitamin C, vitamin D, vitamin K, mineral Ca, P, dan Mg. Berdasarkan studi pendahuluan, daun kelor kering memiliki kadar Ca sebesar 60225 ppm, kadar P sebesar 4558 ppm, dan kadar Mg sebesar 765 ppm. Bioavailabilitas mineral yang terdapat pada daun kelor dalam bentuk nano dilaporkan lebih baik dibandingkan dengan yang ukurannya lebih besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian nano daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar mineral serum darah dan tulang pada tikus jantan tumbuh dan betina yang diovariektomi.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan 3 tahapan penelitian. Penelitian tahap 1 dilakukan untuk menganalisis kandungan makronutrien, mineral, vitamin, sifat kelarutan serta bioavailabilitas kalsium secara in vitro dan invivo pada nano daun kelor dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian tahap 2 mengkaji pengaruh pemberian nano daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar Ca, P, Mg serum darah dan tulang pada tikus jantan tumbuh dengan rancangan acak kelompok (RAK); sedangkan penelitian tahap 3 bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian nano daun kelor (Moringa oleifera) terhadap kadar Ca, P, Mg serum darah dan tulang pada tikus betina yang diovariektomi dengan rancangan acak kelompok (RAK).
Penggunaan tikus jantan tumbuh dimaksudkan untuk mewakili periode dimana penyerapan Ca dalam tubuh sangat tinggi, sedangkan tikus betina yang diovariektomi digunakan untuk mewakili kelompok usia menopause yang penyerapan Ca turun sehingga kebutuhan kalsium menjadi lebih tinggi. Pada penelitian tahap 2 digunakan sebanyak 27 ekor tikus jantan tumbuh berumur 2 bulan dan pada tahap ke 3 digunakan sebanyak 27 ekor tikus betina yang diovariektomi berumur 2 bulan. Pada setiap tahapan penelitian tikus dibagi kedalam tiga kelompok perlakuan masing-masing berumur 2 bulan yaitu kelompok 1 adalah tikus yang diberi pakan yang mengandung 0.5%CaCO3 sebagai sumber Ca (K-standar); kelompok 2 adalah tikus yang diberi pakan mengandung serbuk daun kelor 1 % (23 g) ukuran 750 nm (K-750) dan kelompok 3 adalah tikus yang diberi pakan mengandung serbuk daun kelor 1 % (23 g) ukuran 450 nm (K-450). Tikus diadaptasi selama 7 hari, kemudian diintervensi dengan perlakuan selama 60 hari.
Hasil penelitian pada tahap 1 menunjukkan bahwa nano daun kelor yang dihasilkan memiliki ukuran 750 nm dan 450 nm. Secara fisik ukuran 450 nm lebih larut dalam air dibandingkan dengan ukuran 750 nm. Hasil analisis beberapa makronutrien, mineral, dan vitamin menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan (p<0.05) antara nano daun kelor ukuran 750 nm dan ukuran 450 nm khususnya kandungan energi, protein, karbohidrat, serat kasar, Ca, Mg, P, Zn, K, Na dan vitamin C. Nilai bioavailabilitas kalsium in vitro dari daun berukuran 450
nm lebih tinggi (30.52%) secara signifikan dibandingkan yang berukuran 750 nm (18.29 %).
Persentase bioavailabilitas Ca yang dihitung berdasarkan persentase terserap per tersimpan, tersimpan per total konsumsi dan persentase tersimpan per terserap pada tikus jantan tumbuh berada pada kisaran 96.07-99.53%. Perlakuan K-750 dan K-450 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan K-standar, baik untuk persentase terserap per tersimpan maupun persentase tersimpan per total konsumsi. Meskipun demikian, apabila dihitung berdasarkan persentase tersimpan per terserap, perlakuan K-450 lebih rendah dibandingkan perlakuan K-750 dan K-standar.
Persentase bioavailabilitas Ca berdasarkan persen terserap per tersimpan, persentase tersimpan per total konsumsi dan persentase tersimpan per terserap pada tikus betina yang diovariektomi berada pada kisaran 99.12-99.80%. Nilaibioaavailabilitas Ca pada perlakuan K-standar lebih besar dibandingkan dengan perlakuan K-750 dan K-450 untuk persentase terserap per tersimpan. Berdasarkan persentase tersimpan per total konsumsi maka nilai bioavailabilitas Ca pada perlakuan K-750 lebih tinggi dibandingkan K-standar dan K-450. Sementara itu, berdasarkan persentase tersimpan per terserap, perlakuan K-standar lebih tinggi dibandingkan K-750 dan K-450. Penelitian ini menyimpulkan bahwa persentase bioavailabilitas Ca untuk tikus jantan tumbuh di atas 96%, sementara untuk tikus betina yang diovariektomidiatas 99%. Hal ini menunjukkan bahwa bioavailabilitas Ca tikus betina yang diovariektomi lebih tinggi dibandingkan dengan tikus jantan tumbuh.
Hasil penelitian tahap 2 untuk tikus jantan tumbuh menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh yang signifikan untuk perlakuan antar jenis kalsium pada kadar Ca, P, Mg serum antar kelompok. Namun, ada kecenderungan terjadinya peningkatan kadar Ca, P, Mg serum pada setiap kelompok setelah diberikan intervensi. Peningkatan yang signifikan terlihat pada P dan Mg serum dari K-standar dan Mg serum dari K-450. Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar Mg pada tulang tibia, namun belum mampu meningkatkan kadar mineral Ca, P dan Mg pada tulang femur serta Ca dan P pada tulang tibia. Secara umum seluruh perlakuan menunjukkan kecenderungan meningkatkan kadar mineral Ca, P, Mg pada tulang femur dan tibia tikus jantan tumbuh
Hasil penelitian tahap 3 pada tikus betina yang diovariektomi menunjukkan ada pengaruh yang signifikan dari perlakuan jenis kalsium terhadap kadar Ca dan P dalam serum. Meskipun terjadi penurunan kadar Ca, P dan Mg serum setelah diintervensi dengan perlakuan jenis kalsium namun masih mampu mempertahankan pada kondisi batas yang normal. Penurunan kadar Ca, P dan Mg serum setelah diintervensi dengan perlakuan tidak memberikan pengaruh secara nyata. Perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar P, dan Mg tulang femur dan Mg pada tulang tibia, namun belum mampu meningkatkan kadar mineral Ca pada tulang femur dan Ca dan P pada tulang tibia. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perlakuan K-450 secara nyata meningkatkan deposisi mineral P dan Mg di tulang femur dan Mg di tulang tibia serta ada kecenderungan deposisi mineral Ca dan P di tulang tibia tikus betina yang diovariektomi.
Collections
- DT - Human Ecology [537]