Strategi Pengembangan Perikanan Telur Ikan Terbang yang Didaratkan Nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual
View/ Open
Date
2019Author
Anwar, Yanto
Nurani, Tri Wiji
Baskoro, Mulyuno Sumitro
Metadata
Show full item recordAbstract
Pelabuhan perikanan di Kota Tual salah satunya adalah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual, dengan salah satu hasil tangkapan yang didaratkan adalah ikan dan telur ikan terbang (Cypselurus sp.). Ikan terbang termasuk ikan pelagis yang dapat ditemukan di perairan tropis dan sub tropis dengan kondisi perairan yang tidak keruh dan berlumpur (Hutomo et al. 1985). Ikan dan telur ikan terbang menjadi target penangkapan utama nelayan karena memiliki nilai ekonomis tinggi di pasaran domestik maupun ekspor.
Berdasarkan KEPMEN-KP Nomor 69 Tahun 2016 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang, beberapa isu prioritas yang menjadi permasalahan yaitu; (1) sumber daya ikan dan habitat; (2) sosial dan ekonomi; (3) tata kelola. Permasalahan tersebut secara umum juga menjadi permasalahan perikanan telur ikan terbang di Kota Tual saat ini. Tujuan penelitian ini adalah; 1) Menganalisis situasi permasalahan sistem perikanan terbang di PPN Tual; 2) Membangun model untuk sistem pengembangan perikanan terbang di PPN Tual; dan 3) Menyusun strategi kebijakan dalam pengembangan perikanan terbang di PPN Tual.
Permasalahan perikanan ikan terbang di PPN Tual, merupakan permasalahan yang kompleks. Salah satu metode untuk mengatasi permasalahan yang kompleks serta bersifat dinamis adalah dengan menggunakan pendekatan sistem. Tahapan metode pendekatan sistem meliputi: 1) Analisis kebutuhan, 2) Formulasi masalah, 3) Identifikasi sistem, 4) Pemodelan sistem. Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei dan wawancara terhadap nelayan telur ikan terbang, pengusaha, Kepala Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual, Kepala Dinas Perikanan Kota Tual beserta staf, Kepala Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kota Tual beserta staf, dan para Dosen Politeknik Perikanan Negeri Tual. Analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian yaitu analisis deskriptif, analisis sistem dan Analisis Hirarki Proses (AHP).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2015 sampai 2017, produksi telur ikan terbang meningkat. Kondisi sebaliknya, terjadi pada jumlah kapal yang mengalami penurunan. Hal ini diantaranya disebabkan kapal-kapal tidak mendapatkan izin operasi dan adanya pengawasan yang ketat dari pihak PSDKP. Kapal penangkap telur ikan terbang rata-rata berukuran 5 GT-20 GT. Alat tangkap yang digunakan para nelayan adalah rumpon (bale-bale). Nelayan sebagian besar merupakan nelayan andon, yang berasal dari Kabupaten Takalar dan Galesong serta Buton. Lama trip dua minggu hingga satu bulan tergantung kondisi cuaca dan tinggi gelombang. Berdasarkan hasil kajian sistem, dapat digambarkan situasi permasalahan sistem yaitu dari aspek biologi; 1) Ancaman terhadap kondisi sumber daya telur ikan terbang karena pendataan ikan yang belum baik; 2) Musim penangkapan telur ikan terbang bersamaan dengan musim gelombang (Musim Timur) sehingga pihak Syahbandar tidak mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
Aspek teknis yaitu; 1) Kapal tidak memilki dokumen perizinan seperti SIUP, SIPI, STKA dan SIKPI; 2) Penggunaan alat tangkap yang dianggap tidak ramah lingkungan. Aspek sosial yaitu; 1) Sumberdaya manusia yang masih rendah; 2) Nelayan rugi akibat kapal tidak memiliki izin penangkapan. Aspek ekonomi yaitu; 1) Biaya operasional kegiatan penangkapan yang semakin tinggi sehingga membatasi jangkauan operasi penangkapan; 2) Tidak adanya alokasi BBM bersubsidi dari SPBU dan APMS sehingga kalau membeli dengan harga industri, nelayan merasa terbeban; 3) Harga telur ikan yang tidak stabil; dan 4) Terbatasnya akses modal untuk usaha perikanan terbang. Untuk mengatasi masalah yang ada dibuat model untuk pengembangan perikanan telur ikan terbang. Model dibagi menjadi 2, yaitu; 1) sub model penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, dan 2) sub model pengembangan bisnis perikanan telur ikan terbang. Alternatif strategi dalam pengembangan perikanan telur ikan terbang adalah pembatasan jumlah alat tangkap dan pembatasan jumlah hasil tangkapan. Pembatasan jumlah alat tangkap (bale-bale) dimaksudkan untuk menjaga sumberdaya ikan terbang dengan cara setiap kapal yang melakukan operasi penangkapan telur ikan diwajibkan untuk melepaskan 20% dari total bale-bale yang dipakai, sehingga pemulihan stok dapat dilakukan dan berkelanjutan.
Collections
- MT - Fisheries [3026]