Pemodelan Status Gizi dan Ketahanan Pangan Jawa Barat
View/ Open
Date
2019Author
Cholidah, Emi Nur
Baliwati, Yayuk Farida
Khomsan, Ali
Metadata
Show full item recordAbstract
Jawa Barat masih dihadapkan pada beban ganda masalah gizi, yaitu masalah
kekurangan gizi yang meningkat seiring dengan obesitas dan penyakit tidak
menular terkait gizi. Banyak penelitian yang menyatakan hubungan antara masalah
gizi ganda dan ketahanan pangan, namun penanganan masalah gizi masih terbatas
pada penanganan spesifik bidang kesehatan yang menangani penyebab langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menentukan indikator-indikator terkait variabel
laten ketersediaan pangan, akses pangan, konsumsi pangan, kurang gizi dan
obesitas di Jawa Barat; 2) mengukur besarnya pengaruh variabel ketersediaan
pangan, akses pangan, dan konsumsi pangan terhadap kurang gizi dan obesitas di
Jawa Barat; 3) menyusun model hubungan variabel ketersediaan pangan, akses
pangan, dan konsumsi pangan terhadap kurang gizi; dan 4) menyusun model
hubungan variabel ketersediaan pangan, akses pangan, dan konsumsi pangan
terhadap obesitas.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain ecological study. Jenis
data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berhubungan dengan status gizi
dan ketahanan pangan Jawa Barat. Unit analisis untuk pemodelan kurang gizi dan
ketahanan pangan adalah 54, yang terdiri dari data 27 kabupaten/kota Jawa Barat
selama tahun 2015-2016. Unit analisis pemodelan obesitas adalah 26
kabupaten/kota tahun 2013. Penentuan tahun analisis adalah berdasarkan
kelengkapan dan ketersediaan data. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder
yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dan 2018, Riset Kesehatan
Dasar Jawa Barat tahun 2013, Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015-
2017, Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2013 dan 2015-2016, Pola
Konsumsi Penduduk Jawa Barat tahun 2013 dan 2015-2016, dan Jawa Barat dalam
Angka.
Analisis dilakukan menggunakan pendekatan Partial Least Square Structural
Equation Modeling (PLS-SEM) dengan software smartPLS 2.0, yang menyatakan
hubungan sebab akibat langsung dan tidak langsung status gizi dan ketahanan
pangan. Hasil analisis pemodelan kurang gizi dan ketahanan pangan, menunjukkan
bahwa ketersediaan pangan optimal adalah yang beragam, ditandai dengan skor
Pola Pangan Harapan (PPH) ideal (maksimal 100), cukup jumlah yang ditandai
dengan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (TKE dan TKP), tingkat kecukupan
ketersediaan beras, pangan hewani serta sayur dan buah.
Ketersediaan pangan berpengaruh signifikan terbalik terhadap akses pangan,
pengeluaran makanan, konsumsi pangan, dan kurang gizi (stunting dan
underweight). Akses pangan terdiri dari persentase pengeluran per kapita bukan
makanan dan Rata Lama Sekolah (RLS). Akses pangan berpengaruh signifikan
terhadap pengeluaran makanan, konsumsi pangan, dan kurang gizi. Peningkatan
10% akses pangan dapat meningkatkan 6.24% pengeluaran makanan, 4.92%
konsumsi pangan, dan menurunkan 9.11% prevalensi kurang gizi sebagai akibat
perubahan pola pengeluaran makanan dan konsumsi pangan yang cukup.
Pola pengeluaran makanan yang baik dalam penelitian ini adalah dengan
meningkatnya jumlah total pengeluaran makanan dengan menurunkan persentase
pengeluaran untuk kelompok padi-padian dan meningkatkan persentase
pengeluaran untuk kelompok pangan hewani dan sayur dan buah. Peningkatan 10%
pengeluaran makanan dapat meningkatkan konsumsi pangan yang cukup sebesar
5.85% dan menurunkan prevalensi kurang gizi sebesar 8.04% sebagai akibat
perubahan konsumsi lebih baik.
Konsumsi pangan cukup dapat dicapai dengan meningkatkan keragaman
konsumsi pangan, ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) dan
penurunan konsumsi beras, penurunan Tingkat Kecukupan Energi (TKE),
peningkatan Tingkat Kecukupan Protein (TKP), konsumsi pangan hewani, serta
konsumsi sayur dan buah. Peningkatan 10% konsumsi pangan cukup dapat
menurunkan prevalensi kurang gizi (stunting dan underweight) sebesar 3.03%.
Hasil analisis pemodelan obesitas dan ketahanan pangan menunjukkan bahwa
ketersediaan pangan optimal adalah yang beragam, ditandai dengan skor Pola
Pangan Harapan (PPH) ideal (maksimal 100), cukup jumlah yang ditandai dengan
Tingkat Kecukupan Energi dan Protein (TKE dan TKP), tingkat kecukupan
ketersediaan beras, pangan hewani serta sayur dan buah. Ketersediaan pangan
berpengaruh signifikan terbalik terhadap akses pangan, konsumsi pangan, dan
obesitas. Akses pangan optimal adalah dengan peningkatan persentase pengeluaran
per kapita bukan makanan, Rata Lama Sekolah (RLS), dan persentase desa dengan
akses pasar. Peningkatan 10% akses pangan dapat meningkatkan konsumsi pangan
sebesar 5.33% dan meningkatkan prevalensi obesitas sebesar 1.45% sebagai akibat
perubahan pola konsumsi. semakin tinggi akses pangan atau status sosial ekonomi,
semakin meningkat prevalensi obesitas.
Konsumsi pangan cukup pada penelitian ini ditandai dengan peningkatan
keragaman konsumsi pangan (skor PPH), Tingkat Kecukupan Energi dan Protein
(TKE dan TKP), konsumsi beras, konsumsi pangan hewani, dan penurunan
konsumsi sayur dan buah. Peningkatan keragaman pangan diiringi dengan
peningkatan jumlah energi yang dikonsumsi, sehingga peningkatan 10% konsumsi
pangan dapat meningkatkan prevalensi obesitas sebesar 8.38%.
Collections
- MT - Human Ecology [2255]