Populasi dan Pemodelan Kesesuaian Habitat Tangkasi (Tarsius lariang) di Kawasan Taman Nasional Lore Lindu
View/ Open
Date
2018Author
Rosyid, Abdul
Santosa, Yanto
Jaya, Surati Nengah I
M Bismark
Kartono, Priyono Agus
Metadata
Show full item recordAbstract
Penemuan Tarsius lariang (tangkasi) sebagai spesies baru tentunya menjadi informasi sangat penting bagi dunia konservasi satwa. Kegiatan eksploitasi hutan di dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) menjadi suatu kekhawatiran akan status populasi tangkasi. Upaya konservasi tangkasi perlu dilakukan, tentunya memerlukan data dasar yang digunakan untuk penyusunan program konservasi tangkasi.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan perhitungan parameter demografi populasi tangkasi; mengidentifikasi dan mengkaji sebaran serta membangun pola sebaran spasial tangkasi di TNLL; dan membangun model kesesuaian habitat tangkasi. Penelitian dilakukan pada bulan April 2011–Desember 2015 pada kawasan TNLL yang meliputi daerah administratif Kecamatan Kulawi dan Kulawi Selatan Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah.
Areal lokasi penelitian meliputi: 1°34ʹ46.506ʹʹLS, 120°3ʹ26.635ʹʹBT; 1°43ʹ59.434ʹʹLS, 120°13ʹ5.657ʹʹBT TNLL. Pengolahan dan analisis data spasial dikerjakan di laboratorium Remote sensing dan Sistem Informasi Geografis Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Identifikasi pakan tangkasi (serangga) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit tanaman Universitas Tadulako. Penempatan titik pengamatan dengan menggunakan systematic sampling with random start. Inventarisasi kepadatan relatif individu dan kelompok populasi tangkasi dilakukan dengan menggunakan metode Triangle Count dan Concentration Count (Brockelman & Ali 1987; Rinaldi 1992). Analisis data untuk menghitung kepadatan relatif populasi tangkasi digunakan formula berdasarkan O’Brien et al. (2004) dan Duma et al. (2010). Penghitungan angka kelahiran atau natalitas digunakan formula berdasarkan Tarumingkeng (1994) dan penghitungan nisbah kelamin (sex ratio) digunakan formula berdasarkan Caughley (1977). Kelimpahan serangga disetiap tipe tutupan lahan dihitung berdasarkan jumlah individu serangga yang tertangkap per 2 m x 3 m pada setiap tutupan lahan yang dikonversi kedalam satuan ha.
Pola sebaran tangkasi diperoleh dari hasil inventarisasi titik perjumpaan tangkasi yang dilakukan analisis interpolasi di ArcGis 10.3. Metode pendugaan pola sebaran spasial tangkasi adalah metode klasifikasi tetangga terdekat (Nearest Neighbor) dengan metode jarak yang digunakan adalah euclidean distance method menghasilkan nilai Observed Distance, nilai Expected Distance dan nilai Nearest Neighbor Index. Penentu kesesuaian habitat tangkasi pada penelitian ini ditentukan berdasarkan faktor biotik, abiotik dan antropogenik. Jarak dari jalan (X2), jarak dari permukiman (X3) dan jarak dari area budidaya (X4) diperoleh dari buffer, untuk ketinggian tempat (X5) dan kemiringan lereng (X6) diperoleh dari peta ASTER GDEM (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer Global Digital Elevation Model). Suhu (X7) dan kelembaban (X8) diperoleh dari data hasil lapangan yang kemudian diinterpolasi dengan metode IDW (Inverse Distance Weighted) masing-masing diolah menggunakan software
ArcGIS 10.3. Untuk membuat regresi antara peubah Y dengan X dilakukan analisis regresi linear sederhana. Selanjutnya dilakukan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan metode forward. Kemudian dilakukan analisis skoring setelah dilakukan tumpang tindih (overlay) peubah yang terpilih dari hasil analisis regresi berganda. Pengskoran menggunakan metode proporsi/skala (rating method). Analisis pembobotan dilakukan menggunan persamaan regresi linear berganda yang sebelumnya telah didapatkan. Peta sebaran kesesuaian habitat tangkasi dibagi menjadi dua macam yaitu lima dan tiga kelas kesesuaian. Kepadatan populasi tangkasi di areal penelitian TNLL memiliki perbedaan pada setiap tutupan lahan yakni, pada hutan lahan kering primer (HLKP) kepadatan 80.21 individu/km2 dan di hutan lahan kering sekunder (HLKS) 218.29 individu/km2. Kelimpahan serangga (pakan) di HLKS sebesar 14 333.33 ekor/km2 sedangkan HLKP sebesar 7 583.33 ekor/km2. Kepadatan kelompok tangkasi di HLKP adalah 32 kelompok/km2 dan di HLKS 54 kelompok/km2. Struktur umur pada seluruh areal penelitian di HLKP maupun HLKS mengindikasikan peningkatan (progressive population). Nisbah kelamin tangkasi pada HLKP adalah 1.41:1 dan HLKS adalah 2.40:1.
Pola sebaran spasial tangkasi adalah mengelompok (clustered) dengan nilai Nearest Neighbor Index adalah: 0.22 atau <1. Peubah biofisik yang mempengaruhi pola sebaran spasial tangkasi adalah serangga, jarak dari area budidaya, kelembaban, suhu udara, jarak dari jalan, jarak dengan pemukiman dan ketinggian tempat. Susunan kombinasi yang terpilih dalam menentukan pola sebaran spasial tangkasi adalah kombinasi jarak dari area budidaya (X4) dan suhu (X7) dengan menggunakan kelasifikasi dua kelas yang memiliki akurasi tinggi yaitu overall accuracy (OA) sebesar 93.33%, average producers accuracy (PA) sebesar 96.67% dan average user accuracy (UA) sebesar 96.60%. Susunan kombinasi kelimpahan serangga (X1), jarak dari area budidaya (X4) dan suhu (X7) dengan menggunakan kelasifikasi dua kelas memiliki akurasi tinggi sangat tinggi yaitu overall accuracy (OA) sebesar 96.17%, average producers accuracy (PA) sebesar 94.44%, dan average user accuracy (UA) sebesar 97.70%, akan tetapi penggunaan kelimpahan serangga (X1) tidak efisien karena harus melakukan survey yang membutuhkan waktu dan biaya lebih besar
Kesesuaian habitat tangkasi dipengaruhi oleh faktor biotik, abiotik dan antropogenik yang meliputi: kelimpahan serangga (X1), jarak dari area budidaya (X4) dan kelembaban udara (X8). Hasil uji validasi menggunakan model kesesuaian habitat yang terpilih yaitu Y= 0.022 X1 + 0.001 X4 + 00.3 X8, dengan 5 dan 3 kelas menunjukkan bahwa klasifikasi 3 kelas memiliki nilai OA PA dan UA yang lebih besar dari pada klasifikasi dengan 5 kelas. Semakin tinggi nilai OA, PA dan UA maka semakin baik kelas tersebut.
Collections
- DT - Forestry [347]