Rancang Bangun Sistem Rantai Pasok Agroindustri Kakao Berdaya Saing Tinggi Menggunakan Sistem Dinamik
View/ Open
Date
2019Author
Turnip, Doris Monica Sari
Arkeman, Yandra
Muslich
Metadata
Show full item recordAbstract
Kakao sebagai salah satu komoditas perkebunan penyumbang devisa negara
mengalami penurunan produksi yang mengganggu pemenuhan pasokan industri
pengolahan. Penurunan produksi disebabkan umur tanaman tua, pola budidaya
belum sesuai, serangan OPT, dan perubahan iklim. Penanganan pascapanen
khususnya fermentasi belum menjadi prioritas, pemasaran belum kolektif,
kemitraan petani dan industri belum terjalin baik, harga fluktuatif dan rantai pasok
yang cukup panjang menyebabkan petani tidak mengutamakan mutu biji kakao
yang dihasilkan. Luas area tanaman kakao petani yang rata-rata 0.25-1 ha dan
desakan kebutuhan ekonomi mendorong petani menjual hasil panen kakao dalam
bentuk biji basah dan biji kering asalan kepada pengumpul lokal. Kondisi ini
mengakibatkan mutu kakao rendah dan tidak mampu bersaing dengan kakao dari
Afrika.
Rendahnya produksi kakao mendorong pengumpul lokal dan pedagang
sebagai agen perantara membeli biji kakao sebelum panen melalui pinjaman uang
kepada petani. Pendekatan ini dilakukan untuk memperoleh bahan baku yang
diperlukan industri pengolahan kakao. Disisi perdagangan, biji kakao Indonesia
diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika untuk diolah menjadi produk antara
dan produk jadi. Ketimpangan pasokan dan kebutuhan dalam negeri mengharuskan
industri mengimpor biji kakao dari negara produsen lainnya.
Penelitian ini mengkaji sistem rantai pasok agroindustri kakao di kabupaten
Gunung Kidul provinsi DIY, sebagai salah satu penghasil kakao dan menjadi
kawasan pengembangan kakao nasional. Tujuan yang ingin dicapai adalah
kontinuitas pasokan industri pengolahan kakao, peningkatan mutu biji kakao dan
harga yang layak. Model yang dikembangkan terdiri dari sub sistem ketersediaan
kakao di petani yang dihasilkan dari kebun eksisting, pembukaan kebun baru, dan
pengendalian OPT. Sub sistem distribusi biji kakao melibatkan petani, pengumpul
UFPBK, TTP Nglanggeran dan Cokelat nDalem berdasarkan permintaan
konsumen. Dinamika permintaan dan ketersediaan (stok) di setiap pelaku
mempengaruhi keuntungan masing-masing pelaku. Sub subsistem peningkatan
mutu biji kakao melalui program penerapan SOP. Mutu yang dihasilkan petani
menentukan harga yang secara langsung mempengaruhi pendapatan petani. Mutu
biji kakao menurut SNI 2323:2008 terdiri dari Mutu I, II, dan III. Biji kakao yang
dihasilkan kelompok tani Sidodadi terdiri dari tiga level mutu dan harga yaitu mutu
I harga Rp40 000 per kg, mutu II harga Rp35 000 per kg dan mutu III harga Rp28
000 per kg. Harga menjadi stimulan petani untuk menghasilkan biji kakao bermutu
baik. Terpenuhinya mutu yang baik dan harga yang baik akan meningkatkan
peluang daya saing kakao Indonesia.
Metode yang digunakan untuk melihat pengaruh dan saling keterkaitan antara
variabel-variabel sistem rantai pasok agroindustri kakao ini adalah sistem dinamik.
Perubahan perilaku model sistem rantai pasok kakao dibangun melalui skenario
yaitu (1) upaya peningkatan produksi kakao dengan variabel dinamik pupuk,
perawatan, fraksi pengendalian, target losses, dan kebun baru; (2) upaya perbaikan
mutu dengan variabel dinamik manajemen, saprodi dan teknologi; (3) upaya
peningkatan produksi kakao dan perbaikan mutu dengan variabel dinamik pupuk,
perawatan, fraksi pengendalian, target losses, kebun baru, manajemen, saprodi dan
teknologi.
Hasil skenario pertama terjadi peningkatan pasokan biji kakao di Kel Tani
sebesar 2.61% dari eksisting, penurunan defisit neraca pasokan dan permintaan biji
kakao sebesar 0.7%, dan belum terjadi peningkatan mutu. Skenario kedua
menghasilkan percepatan pencapaian mutu I pada tahun 2022, sedangkan pasokan
biji kakao di Kel Tani sama dengan eksisting. Skenario ketiga menghasilkan
peningkatan pasokan biji kakao di Kel Tani 2.61%, penurunan defisit neraca
pasokan dan permintaan biji kakao sebesar 0.7%, pencapaian mutu I tahun 2022,
dan meningkatkan akumulasi keuntungan Kel Tani 29.31%, maka skenario ketiga
menjadi skenario terpilih.
Rekomendasi implementasi kebijakan operasional sebagai tindak lanjut
skenario terpilih disesuaikan dengan program pengembangan kawasan kakao dan
kondisi lapang. Kebijakan operasional menitikberatkan pada variabel pengungkit
peningkatan produksi kakao dan perbaikan mutu biji kakao. Dukungan seluruh
pelaku rantai pasok agroindustri kakao seperti Dinas yang membidangi perkebunan,
Ditjen Perkebunan, lembaga riset, lembaga penyuluhan, penyedia saprodi, dan
lembaga keuangan sangat diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan teknis. Pola
kemitraan Kel Tani dengan industri pengolahan kakao memudahkan penjualan biji
kakao berkualitas terbaik dan harga terbaik untuk peningkatan pendapatan petani.
Industri pengolahan akan menghasilkan produk hilir berkualitas dan mampu
bersaing di pasar domestik dan global.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2294]