Efisiensi Superovulasi Pada Sapi Melalui Sinkronisasi Gelombang Folikel Dan Ovulasi
Abstract
Bioteknologi reproduksi pada sapi khususnya embrio transfer sudah sangat berkembang. Produksi embrio secara in vivo melalui superovulasi hewan donor merupakan salah satu cara yang tepat dalam mempercepat pembentukan bibit unggul. Ternak sapi memiliki potensi ratusan ribu oosit yang secara alami hanya dapat menghasilkan anak sekitar 6-8 ekor sepanjang hidupnya. Potensi oosit yang sangat banyak tersebut dapat dioptimalkan dengan bioteknologi reproduksi antara lain melalui superovulasi. Sampai saat ini, pelaksanaan superovulasi masih dihadapkan kendala antara lain: respon donor yang bervariasi dan hasil perolehan embrio belum maksimal, khususnya permasalahan tingkat kerusakan embrio (degeneratif) dan jumlah oosit yang tidak terbuahi (unfertilized) masih tinggi. Bertolak dari hal tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji tingkat respon ovarium dan perolehan embrio sapi pada berbagai metode superovulasi, agar didapatkan metode superovulasi yang tepat dan efisien. Kajian superovulasi ini terdiri atas 2 penelitian yaitu a). Pengaruh pemberian gonadotropin (1000 IU FSH dan 1000 IU LH dalam dosis menurun) selama 3, 4 dan 5 hari yang dimulai pada hari ke-9 setelah estrus (Penelitian I), b). Pengaruh sinkronisasi gelombang folikel (SGF) melalui pemberian GnRH (86 μg gonadorelin) 2 hari sebelum superovulasi dan kombinasi SGF dengan sinkronisasi ovulasi (SGFO) melalui pemberian GnRH1 (86 μg gonadorelin) pada 2 hari sebelum superovulasi dan GnRH2 (86 μg gonadorelin) pada 48 jam setelah pemberian PGF2α (Penelitian II). Hewan uji yang digunakan adalah sapi donor perah (FH) non laktasi dan potong (Simmental dan Limousin). Pengamatan dilakukan dengan melihat jumlah donor yang memberikan respon dan tidak respon berdasarkan jumlah CL pada ovarium, yang dievaluasi secara palpasi rektal dengan bantuan USG. Tingkat perolehan embrio diamati berdasarkan jumlah perolehan embrio dan oosit serta jumlah embrio yang layak dan tidak layak transfer, yang dikoleksi secara teknik non bedah menggunakan kateter Foley. Klasifikasi embrio layak transfer meliputi embrio grade A, B, dan C. Sedangkan yang termasuk embrio tidak layak transfer adalah embrio yang mengalami kerusakan (degeneratif) dan oosit yang tidak terbuahi (unfertilized). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan analisa sidik ragam (Anova), selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilakukan uji Duncan. Untuk data nonparametrik seperti nilai respon dan tidak respon dari donor digunakan uji Kruskal Wallis.
Collections
- MT - Veterinary Science [911]