Sifat Dasar dan Keterekatan Beberapa Jenis Kayu Kurang Dimanfaatkan (Lesser-Used Wood Species) Asal Hutan Hujan Tropis Kalimantan.
View/ Open
Date
2018Author
Marbun, Sari Delviana
Wahyudi, Imam
Suryana, Jajang
Metadata
Show full item recordAbstract
Kelangkaan bahan baku kayu bagi industri perkayuan di Indonesia masih menjadi masalah. Hal ini merupakan suatu ironi bagi sebuah negara yang terkenal sebagai megabiodiversitas. Salah satu penyebabnya adalah sebagian besar kayu hutan alam yang digunakan masih terfokus pada jenis-jenis tertentu terutama anggota famili Dipterocarpaceae sehingga berdampak pada penurunan kuantitas kayu-kayu tersebut. Di sisi lain, eksplorasi yang kurang serta ketidaktertarikan pihak industri pada lesser-used wood species, yang keberadaannya melimpah, juga berdampak pada kelangkaan bahan baku kayu.
Eksplorasi dan pengkajian karakteristik beberapa jenis lesser-used wood species menarik untuk dilakukan. Informasi ini diharapkan dapat mempromosikan kayu-kayu tersebut sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kemanfaatan kayu-kayu tersebut. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sifat-sifat dasar, terutama struktur anatomi, sifat fisis, mekanis, kimia, keawetan alami; serta kekasaran permukaan dan sifat keterekatan empat lesser-used wood species Hutan Hujan Tropis asal Kalimantan (terap, benuang, pisang merah, dan duabanga) serta mengkaji penggunaanya berdasarkan sifat-sifat dasar tersebut.
Pengamatan ciri makroskopis dan mikroskopis kayu mengacu pada List of Microscopic Features for Hardwood Identification IAWA, pembuatan preparat maserasi menggunakan metode Franklin yang telah dimodifikasi, sedangkan pembuatan preparat mikrotom untuk pengukuran sudut mikro fibril (microfibril angle/MFA) menggunakan gabungan metode Kobayashi dan Senft & Bendtsen. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu mengikuti prosedur BS 373-1957, sifat kimia mengacu Technical Association of Pulp and Paper Industry, sedangkan pengujian keawetan alami kayu menggunakan gabungan metode dari American Society for Testing and Material dan Standar Nasional Indonesia. Kekasaran permukaan dan sudut kontak diukur menggunakan portable surface roughness tester dan metode sessile drop.
Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa kayu terap memiliki corak yang paling dekoratif dibandingkan jenis yang lain. Kayu terap dan pisang merah memiliki warna yang hampir sama, yaitu kemerah-merahan dan agak mengkilap, sedangkan kayu benuang dan duabanga kecoklat-coklatan, kusam, dan tidak berbau khusus. Berdasarkan nilai dimensi serat dan nilai turunannya, keseluruhan kayu yang diteliti termasuk ke dalam Kelas Mutu II dalam penggunaannya sebagai bahan baku pulp dan kertas. Nilai MFA yang tinggi pada keempat lesser-used wood species yang diteliti mengindikasikan bahwa secara keseluruhan kayu tersebut masih kayu juvenile. Berdasarkan berat jenis kayu, terap dan pisang merah termasuk ke dalam Kelas Kuat III, sedangkan benuang dan duabanga IV. Sifat mekanis keempat lesser-used wood species tersebut sangat beragam, namun secara rata-rata kayu terap memiliki sifat mekanis yang paling tinggi sedangkan yang paling rendah adalah kayu duabanga. Jika dibandingkan dengan beberapa jenis kayu yang sudah dikenal di masyarakat, seperti sengon, jabon putih, jabon
merah, dan jati plus perhutani; secara keseluruhan kayu terap relatif lebih superior sedangkan kayu duabanga lebih inferior. Kadar holoselulosa kayu pisang merah adalah yang paling tinggi, sedangkan pada kayu terap paling rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa apabila kedua jenis tersebut dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas maka kayu pisang merah akan menghasilkan bubur kayu yang paling banyak, sedangkan terap paling sedikit. Secara keseluruhan, kayu benuang memiliki kandungan zat ekstraktif yang paling tinggi, sedangkan pisang merah paling rendah. Keempat jenis kayu yang diteliti bersifat asam dengan nilai pH yang paling rendah terdapat pada kayu duabanga dan yang paling tinggi pada kayu pisang merah. Melalui uji grave yard dan perhitungan nilai penurunan beratnya terlihat bahwa kayu terap dan benuang memiliki tingkat keawetan alami yang sama (Kelas Awet IV), sedangkan kayu pisang merah dan duabanga secara berturut-turut Kelas Awet III dan V. Pengukuran kekasaran permukaan dan sudut kontak memperlihatkan bahwa secara keseluruhan keempat jenis kayu yang diteliti sulit dibasahi oleh perekat PF dengan nilai sudut kontak > 90 °. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti struktur anatomi, kandungan ekstraktif di permukaan kayu, dan keasaman kayu. Rendahnya nilai keterbasahan keempat lesser-used wood species tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu keterekatan keempat jenis kayu tersebut.
Collections
- MT - Forestry [1419]