Kajian Standar Cemaran Kimia dalam Produk Perikanan di Indonesia
View/ Open
Date
2018Author
Pradianti, Oryssa Sathalica
Rahayu, Winiati P
Hariyadi, Ratih Dewanti
Metadata
Show full item recordAbstract
Pangan dapat terkontaminasi oleh cemaran kimia melalui beberapa faktor
dan pengolahan pangan yang tidak sesuai. Tujuan dari penelitian ini adalah
teridentifikasinya mayoritas penyebab penolakan produk perikanan Indonesia,
penelaahan terhadap peraturan cemaran kimia, khususnya logam berat yang ada di
Indonesia, CAC dan negara-negara lain, serta penetapan rekomendasi bagi
pemerintah selaku regulator dalam proses perumusan suatu standar. Penelitian
dilakukan melalui 4 (empat) tahapan yaitu: penetapan komoditas perikanan
dengan frekuensi tinggi terkait notifikasi penolakan karena cemaran kimia,
identifikasi standar cemaran kimia pada produk perikanan di Indonesia, CAC dan
negara lain, kaji banding standar cemaran kimia di Indonesia, CAC dan negaranegara
lain, dan penyusunan rekomendasi penerapan standar cemaran kimia pada
produk perikanan di Indonesia.
Standar cemaran kimia dikumpulkan dari dokumen/peraturan yang
dikeluarkan oleh BPOM, BSN, CAC, dan 11 negara lain yaitu Uni Eropa, Kanada,
China, Korea Selatan, Vietnam, Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Australia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa notifikasi
penolakan produk perikanan tertinggi disebabkan oleh adanya cemaran kimia
merkuri dan metilmerkuri pada ikan todak sebesar 27%, kadmium pada gurita
sebesar 5% dan benzo[a]piren pada ikan asap sebesar 3% dari 164 notifikasi
penolakan selama 10 tahun (2008-2017). Sebanyak 8 (delapan) negara yang
membedakan batas maksimum cemaran logam berat terhadap jenis ikan predator
dan non predator, sedangkan 2 (dua) negara menetapkan batas maksimum
terhadap pangan secara umum. Uni Eropa menetapkan batas maksimum cemaran
kimia melalui 7 (tujuh) peraturan yang mengatur masing-masing cemaran kimia
pada spesies ikan tertentu yang lebih spesifik.
Batas maksimum cemaran kimia untuk arsen, kadmium, dan timbal (pada
ikan predator) di Indonesia yang terdapat pada Peraturan Kepala (Perka) BPOM
Nomor 5 Tahun 2018 lebih rendah dibandingkan dengan yang terdapat SNI
7387:2009. Batas maksimum untuk arsen dan timbal pada Perka BPOM Nomor 5
Tahun 2018 juga lebih rendah daripada batas maksimum yang ditetapkan oleh
CAC maupun negara lain. Indonesia juga menetapkan batas maksimum
benzo[a]piren pada ikan asap, sementara itu CAC menetapkan code of practice
terhadap benzo[a]piren. Peraturan cemaran logam berat belum sepenuhnya
dipedomani oleh para eksportir sehingga masih terdapat penolakan produk
perikanan Indonesia. Hal ini menunjukkan masih perlu dilakukan pengawasan
terkait kandungan logam berat yang terdapat pada produk perikanan di Indonesia.
Harmonisasi metode pengujian merkuri pada SNI juga perlu dilakukan.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2283]