Studi Pengembangan Penghitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH).
View/ Open
Date
2018Author
Hanida, Sabila Fabi
Sukandar, Dadang
Syarief, Hidayat
Metadata
Show full item recordAbstract
Pentingnya peran pangan dalam pembangunan nasional, menjadi salah satu dasar pemerintah menyusun, memantau, mengevaluasi, serta memperkuat sistem ketahanan pangan negara (Bappenas 2011). Posisi bawah Indonesia dalam GFSI dapat diartikan bahwa masalah ketahanan pangan di Indonesia masih banyak yang perlu diselesaikan dan diperhatikan kembali. Permasalahan pangan nasional hanya dapat diselesaikan dengan dilakukannya perubahan yang terintegrasi dalam sistem pangan nasional yaitu melakukan keberagaman pangan yang dapat diketahui melalui skor Pola Pangan Harapan (Subejo et al. 2014).
Konsep penghitungan PPH dalam penggunaan skor maksimum meskipun skor AKE lebih tinggi menimbulkan bias pada kualitas konsumsi beberapa kelompok pangan terutama padi-padian, minyak/lemak, dan gula karena mereka dianggap telah sesuai dengan anjuran, namun faktanya melebihi anjuran konsumsi ideal. Penggunaan konsep skor maksimum pada penghitungan PPH juga menimbulkan penyimpangan nilai apabila skor AKE aktual yang melebihi skor maksimum/ideal PPH tetap dituliskan dalam kategori skor ideal PPH. Pengembangan konsep penghitungan PPH menggunakan metode yang mengevaluasi penyimpangan yang terjadi pada antara skor ideal/maksimal PPH dengan skor PPH aktual. Tujuan dari penelitian ini adalah 1.Menganalisis situasi/kondisi konsumsi pangan di Indonesia 2.Menganalisis penyimpangan skor PPH yang terjadi menurut metode penghitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang dikembangkan 3.Menganalisis kualitas konsumsi pangan penduduk menurut konsep pengembangan penghitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH) 4. Menganalisis validasi konsep pengembangan penghitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH) 5. Menganalisis implikasi konsep pengembangan penghitungan skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Penelitian ini menggunakan data SUSENAS Laporan Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi tahun 2013 - 2017. Terdapat 13 kelompok makanan dan 24 jenis makanan pada laporan konsumsi kalori dan protein yang kemudian akan di identifikasi dan dikelompokkan menjadi 9 kelompok pangan dalam susunan pola pangan harapan (lampiran 3 dan 4). Tahapan berikutnya adalah penghitungan kalori dan protein pada 9 kelompok pangan tersebut yang kemudian di analisis tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, rata-rata konsumsi, laju pertumbuhan, serta skor PPH. Evaluasi skor PPH dengan konsep hitung pengembangan mengacu pada data kajian laporan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia bulan Maret 2017. Perolehan hasil hitung skor PPH menurut konsep pengembangan kemudian dianalisis dan dievaluasi dengan membandingkan dengan hasil hitung skor PPH konsep BKP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun, perkembangan konsumsi energi per kapita per hari tahun 2013 – 2017 rata-rata mengalami peningkatan dengan laju sebesar 2.79% per tahun serta skor PPH mengalami kenaikan dengan rata-rata laju pertumbuhan 1.88% per tahun.
Keseluruhan pola konsumsi pangan sebagian besar masih didominasi oleh konsumsi kelompok pangan padi-padian. Hasil penghitungan skor PPH pada seluruh wilayah menggunakan konsep pengembangan memiliki nilai yang lebih rendah jika dibandingkan ketika skor PPH dihitung dengan konsep BKP (nasional). Perbedaan skor yang terjadi antara dua konsep tersebut menghasilkan selisih selanjutnya dianggap sebagai penyimpangan dengan rata-rata penyimpangan yaitu 7.07±2.77. Beberapa penelitian mengevaluasi tentang hubungan antara asupan makanan, zat gizi dengan penyakit kronis. Beberapa dari zat gizi seperti kandungan lemak total, lemak jenuh, kolesterol dan natrium secara ilmiah memang diperlukan tubuh dalam sistem metabolisme, namun konsumsi yang berlebih dapat menyebabkan timbulnya penyakit kronis. Implikasi dari hasil hitung skor PPH menggunakan konsep pengembangan antara lain yaitu skor PPH pengembangan akan memiliki hasil lebih rendah jika dibandingkan dengan skor PPH yang dihitung menggunakan konsep BKP. Hal tersebut terjdai karena adanya evaluasi nilai konsumsi lebih yang mengakibatkan skor PPH menjauhi nilai ideal konsumsi. Skor PPH dengan konsep pengembangan juga diharapkan mampu mencegah dan mengevaluasi terjadinya gizi lebih dan gizi kurang. Penggunaan skor PPH konsumsi untuk merencanakan ketersediaan pangan memang belum sepenuhnya tepat karena PPH ketersediaan dihitung berdasarkan ketersediaan energi pada laporan Neraca Bahan Makanan. Dengan demikian, maka interpretasi skor PPH dengan konsep pengembangan dalam bidang pangan dan gizi adalah sebagai bahan evaluasi dari keberagaman pangan yang dikonsumsi penduduk.
Collections
- MT - Human Ecology [2241]