Studi Penyebaran Serbuk Sari pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) dalam Mendukung Program Pemuliaan Tanaman
Abstract
Peningkatan produktivitas dan mutu biji kakao memerlukan ketersediaan
bahan tanaman kakao yang unggul dan bermutu. Ketersediaan bahan tanaman
kakao dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Tanaman kakao
umumnya merupakan tanaman menyerbuk silang, namun ada beberapa genotipe
yang kompatibel menyerbuk sendiri, kompatibel menyerbuk sendiri sebagian dan
tidak kompatibel menyerbuk sendiri. Sifat kompatibilitas antarklon pada proses
penyerbukan pada tanaman kakao merupakan salah satu informasi penting untuk
memilih tetua dalam pembuatan benih hibrida. Pendekatan lain untuk mengetahui
sistem perkawinan pada suatu tanaman dapat diketahui melalui analisis pola
penyebaran serbuk sari. Studi evaluasi penyebaran serbuk sari pada tanaman
kakao dengan menggunakan marka molekuler diharapkan dapat dimanfaatkan
untuk identifikasi hibrida yang dihasilkan dari persilangan terbuka.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu analisis penyebaran serbuk
sari dan evaluasi keseragaman genetik dalam klon kakao pada populasi yang
digunakan. Penelitian pertama bertujuan untuk mengidentifikasi tetua jantan
progeni kakao hasil persilangan alami, serta menentukan tetua jantan dan tetua
betina yang paling kompatibel sehingga diperoleh informasi mengenai klon-klon
yang dapat dimanfaatkan sebagai komposisi tetua pengisi kebun induk benih
kakao. Penelitian yang kedua bertujuan untuk mengetahui keseragaman genetik di
dalam klon kakao. Percobaan kedua ini sebagai informasi penunjang untuk
memvalidasi hasil dari percobaan pertama.
Sampel penelitian diambil dari populasi tanaman kakao yang ditanam secara
poliklonal di kebun percobaan Kalitelepak Genteng Banyuwangi Jawa Timur.
Populasi tanaman kakao tersebut terdiri atas 12 klon kakao yaitu : DRC 16, GC 7,
ICS 13, ICS 60, NIC 7, NW 6261, PA 300, PA 303, SD 6225, TSH 858, TSH 908,
dan UIT. Percobaan pertama menggunakan bahan tanam 12 klon kakao dipilih
satu pohon secara acak sebagai tetua betina dan kandidat tetua jantan. Selanjutnya
12 pohon tersebut diberi nomor dan diamati posisi koordinatnya menggunakan
GPS Garmin GPSmap 78s. 12 sampel pohon tersebut diambil daun muda untuk
dijadikan sebagai kandidat tetua jantan, enam pohon (6 klon) diantaranya
sekaligus dijadikan sebagai kandidat tetua betina. Pohon kakao yang dijadikan
sebagai tetua betina dipanen buahnya, kemudian benih tersebut dikecambahkan di
rumah kaca hingga muncul daun muda dan di ambil untuk isolasi DNA. Total
progeni yang digunakan dalam penelitian ini adalah 128, terdiri atas 24 progeni
klon ICS 13, 24 progeni klon PA 303, 12 progeni klon NIC 7, 24 progeni klon SD
6225, 20 progeni TSH 858, dan 24 progeni klon TSH 908. Percobaan kedua
menggunakan bahan tanam enam klon kakao, yaitu klon ICS 13, GC 7, PA 300,
TSH 858, TSH 908, dan UIT. Masing-masing klon diambil sebanyak 10 tanaman
secara acak. Setiap sampel tanaman diambil daun mudanya untuk isolasi DNA.
Isolasi DNA pada percobaan satu dan dua menggunakan metode CTAB yang
dimodifikasi dan amplikasi DNA menggunakan 12 marka SSR. Analisis parental
menggunakan program Cervus berdasarkan data genotipe, dan analisis
keseragaman genetik menggunakan program Darwin.
Hasil penelitian menunjukkan marka SSR yang digunakan mampu
menerangkan keragaman genetik pada populasi yang diuji baik pada percobaan
studi penyebaran serbuk sari maupun pada percobaan evalusi keseragaman
genetik dalam klon. Berdasarkan hasil analisis parental diperoleh informasi bahwa
progeni yang teridentifikasi tetua jantan sebanyak 69 (54%) dari 128 progeni yang
dianalisis (analisis simulasi dengan 6 lokus), sedangkan 59 progeni (46.09%)
tidak teridentifikasi tetua jantannya. Hasil analisis ketidakmiripan menggunakan
metode neigbour joining pada percobaan kedua menunjukkan bahwa terdapat
keragaman genetik di dalam klon TSH 858 dan UIT, terdapat 8.33% tanaman offtype
dari 60 sampel tanaman yang diambil. Hal tersebut menunjukkan bahwa
diduga masih ada kemungkinan tanaman off-type lainnya yang tidak terambil
sebagai sampel penelitian. Tanaman off-type tersebut kemungkinan berperan
mendonorkan serbuk sari pada proses penyerbukan yang merupakan salah satu
penyebab progeni tidak teridentifikasi tetua jantannya.
Berdasarkan hasil analisis parental diperoleh informasi bahwa 17 tanaman
yang dijadikan sebagai kandidat tetua jantan tidak semuanya mendonorkan serbuk
sarinya kepada progeni yang teridentifikasi. Klon-klon yang dijadikan sebagai
tetua jantan terlihat tidak ada yang mendominasi dalam memberikan serbuk sari
kepada tetua betina. Beberapa klon kakao yang dijadikan sebagai tetua jantan
mampu mendonorkan serbuk sari paling banyak kepada empat tetua betina yang
berbeda. Dari hasil identitas pasangan induk dan tetua jantan diperoleh informasi
bahwa progeni yang dipanen dari induk terpilih merupakan hasil penyerbukan
silang. Jumlah progeni yang teridentifikasi pada masing-masing tetua betina
dalam penelitian ini tidak mengindikasikan tetua betina tersebut mampu menerima
donor serbuk sari dari berbagai tetua jantan yang berbeda. Klon ICS 13
merupakan tetua betina yang kompatibel dengan tetua jantan sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai tetua betina dalam pembentukan benih hibrida pada
persilangan terbuka. Diduga Terdapat tiga genotipe pada klon kakao yang diamati,
yaitu homozigot dominan (UU/ungu), heterozigot (Uu/putih keunguan), dan
homozigot resesif (uu/putih). Kombinasi alel dari tetua jantan dengan tetua betina
diduga berpengaruh terhadap warna biji segar kakao.
Berdasarkan informasi kompatibilitas dari penelitian ini dan keunggulan
klon kakao yang digunakan disarankan satu komposisi tetua untuk pembangunan
kebun benih dalam menghasilkan hibrida unggul warna ungu yaitu ICS 13, TSH
858, PA 303, dan SD 6225 sedangkan komposisi tetua dalam membangun kebun
yang menghasilkan hibrida dengan biji berwarna putih terdiri atas klon DRC 16,
ICS 13, NIC 7 dan SD 6225.
Collections
- MT - Agriculture [3683]