Penerapan Metode Probabilitas dalam Analisis Defisiensi Asupan Kalsium, Besi, Seng, dan Vitamin D pada Anak dan Remaja Indonesia
Abstract
Fase anak merupakan salah satu fase kritis siklus kehidupan karena
merupakan fase pertumbuhan dan perkembangan terpenting kedua setelah fase
bayi. Pemenuhan gizi yang cukup merupakan hal yang penting untuk memenuhi
kebutuhan gizi dalam rangka mendukung pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan kognitif, memberikan simpanan energi yang cukup, dan menguatkan imunitas
agar tidak mudah sakit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dan remaja
memiliki asupan gizi yang tidak seimbang dan gagal dalam memenuhi kebutuhan
gizi yang diperlukan. Banyak faktor yang dapat meningkatkan terjadinya
defisiensi zat gizi. Faktor gizi yang berperan penting antara lain adalah kurangnya
asupan zat gizi mikro, seperti kalsium (Ca), zat besi (Fe), Seng (Zn) dan Vitamin
D (Vit D). Selain itu, pemilihan metode yang tepat untuk menghitung prevalensi
defisiensi zat gizi mikro juga sangat diperlukan. Saat ini terdapat dua metode yang
digunakan, yaitu metode cut off point (CPM) dan metode probabilitas (PBM).
Metode CPM sering digunakan karena lebih mudah, namun dapat menyebabkan
kesalahan pengkategorian defisiensi zat gizi, sehingga untuk meminimalkan
kesalahan ini digunakan metode PBM.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis asupan dan tingkat asupan
Ca, Fe, Zn, vit D anak dan remaja di Indonesia; 2) Menganalisis prevalensi anak
dan remaja yang mengalami defisiensi Ca, Fe, Zn, dan vit D dengan
menggunakan metode probabilitas; dan 3) Menganalisis perbedaan tingkat asupan
Ca, Fe, Zn, vit D pada anak dan remaja dengan status gizi normal dan stunting.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Riskesdas
2010 oleh Balitbangkes, Kemenkes dengan desain cross sectional study.
Penelitian dilakukan pada bulan September – Desember 2017. Riskesdas 2010
mencakup 251 388 individu dari 66 906 rumah tangga. Subjek awal penelitian ini
terdiri dari 55 290 anak usia 2-12 tahun dan 26 208 remaja usia 13-18 tahun.
Kriteria studi ini adalah anak dan remaja sehat dengan konsumsi harian normal
(tidak puasa, tidak diet, tidak sakit). Kriteria eksklusi yang digunakan adalah
kondisi fisiologis hamil. Proses cleaning dilakukan pada subjek yang memiliki
data berat badan, tinggi badan, konsumsi pangan dan karakteristik yang tidak
lengkap. Selain itu, proses cleaning juga dilakukan pada subjek yang memiliki
status gizi IMT/U> +5 dan <-5, BB/U <-6 dan > +5, TB/U <-6 dan > +6 (WHO
2009), IMT < 13 dan >40, konsumsi pangan <2 jenis pangan, dan tingkat
konsumsi > 400%. Total subjek penelitian ini setelah digunakan kriterian inklusi
dan eksklusi adalah 49 181 anak usia 2-12 tahun, dan 25 108 remaja usia 13-18
tahun. Prevalensi defisiensi zat gizi mikro dihitung dengan menggunakan dua
metode, yaitu CPM (CPM-100, CPM-85 dan CPM-70) dan PBM.
Asupan dan tingkat asupan energi, Ca, Fe, Zn dan vit D bervariasi antara
jenis kelamin dan usia. Rata-rata asupan energi, Ca, vit D umumnya lebih rendah
dibandingkan kebutuhan, yang ditunjukkan dengan rata-rata tingkat konsumsi zat
gizi mikro ini pada anak usia 2-6 tahun, 7-12 tahun dan remaja 13-18 tahun secara
berturut-turut adalah 21.9-143.7 persen, 23.9-112.8 persen, dan 24.9-99.9 persen.
Asupan Ca, Fe dan Zn pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan (p<0.05)
pada anak usia 2-6 tahun. Asupan Ca, Fe, Zn dan vit D lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan perempuan (p<0.05) pada anak usia 7-12 tahun, namun tidak untuk
vit D. Remaja usia 13-18 tahun memiliki asupan Ca, Fe, Zn yang lebih tinggi pada
laki-laki dibanding perempuan (p<0.05), namun tidak untuk vitamin D. Meskipun
tingkat asupan lebih tinggi pada laki-laki, namun densitas gizi dari setiap zat gizi
mikro sedikit lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki pada usia remaja,
namun tidak berbeda pada kelompok usia anak. Meskipun demikian, densitas gizi
pada laki-laki dan perempuan tergolong tidak cukup untuk semua kelompok
umur.
Perhitungan prevalensi defisiensi zat gizi mikro menggunakan PBM
memperoleh hasil yang bervariasi. Prevalensi defisiensi Ca, Fe, Zn dan vit D lebih
tinggi pada perempuan daripada laki-laki untuk semua kelompok umur, dan
prevalensi defisiensi lebih tinggi terjadi pada usia yang lebih tua. Perhitungan
prevalensi defisiensi Ca, Fe, Zn dan vit D menggunakan CPM-100 secara
berturut-turut pada anak usia 2-6 tahun adalah 88.7, 39.3, 56.7 dan 96.5 persen;
pada anak usia 7-12 tahun adalah 95.0, 65.9, 58.6 dan 96.8 persen; dan pada
remaja adalah 96.4, 82.6, 55.9 and 95.9 persen. Prevalensi defisiensi lebih rendah
saat menggunakan CPM-70 dibandingkan dengan menggunakan CPM-85 maupun
CPM-100. Dibandingkan dengan PBM, prevalensi defisiensi Ca dan Vit D
menggunakan CPM-100 mendapatkan hasil yang relatif sama, sedangkan
prevalensi defisiensi Fe dan Zn lebih tinggi menggunakan CPM dibandingkan
PBM. Hasil perbandingan tingkat asupan Ca, Fe, Zn dan vit D menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan pada tingkat asupan Ca, Fe, Zn, dan vit D (p<0.05)
antara status gizi normal dengan stunting pada anak usia 2-6 tahun dan anak usia
7-12 tahun. Tingkat asupan Fe, Zn dan vit D (p<0.05) berbeda pada remaja
stunting dibandingkan remaja dengan status gizi normal, namun tidak berbeda
pada tingkat asupan Ca.
Studi ini menyimpulkan bahwa asupan zat gizi mikro (Ca, Fe, Zn, dan vit
D) pada anak dan remaja indonesia masih dibawah kebutuhan. Prevalensi
defisiensi zat gizi mikro menggunakan PBM memiliki nilai yang hampir sama
dengan CPM-85. Selain itu, densitas setiap zat gizi mikro pada anak dan remaja
masih tergolong tidak cukup. Asupan Fe dan Zn pada anak dan remaja lebih
rendah pada kaegori status gizi stunting dibandingkan status gizi normal. Oleh
karena itu, peningkatan konsumsi pangan hewani, kacang-kacangan, dan sayuran
yang merupakan sumber zat gizi mikro perlu ditingkatkan.
Collections
- MT - Human Ecology [2236]