Analisis keterkaitan permasalahan tata ruang dengan kinerja perkembangan wilayah (Studi kasus kota Bandar Lampung)
Abstract
Berbagai permasalahan penataan ruang di Kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung yang disusun tahun 2004 belum memiliki kontribusi positif terhadap penyelesaian permasalahan tata ruang. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terjadi inkonsistensi dalam penataan ruang. Penelitian ini mencoba untuk melihat konsistensi penataan ruang serta kaitannya dengan kinerja perkembangan wilayah. Metode yang digunakan untuk melihat konsistensi penyusunan RTRW dengan pedoman adalah analisis tabel pembandingan dilanjutkan dengan analisis logika verbal. Untuk mengetahui apakah penyusunan RTRW sudah memperhatikan kesinergian dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) dilakukan map overlay dilanjutkan dengan analisis logika verbal. Untuk mengetahui kinerja perkembangan wilayah dilakukan Principal Components Analysis (PCA) dilanjutkan dengan analisis Spatial Durbin Model. Metode ini merupakan pengembangan dari model regresi sederhana yang telah mengakomodasikan fenomena -fenomena autokorelasi spasial, baik dalam variabel tujuan maupun dalam variabel penjelasnya. Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan konsistensi, permasalahan tata ruang dan kinerja perkembangan wilayah digunakan analisis logika verbal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyusunan RTRW di Kota Bandar Lampung, sekitar 79% telah mengacu kepada pedoman yang berlaku. Dokumen tersebut mendapat legalitas hukum melalui Perda No 4 Tahun 2004. Berbagai permasalahan penataan ruang menunjukkan inkonsistensi yang relatif besar dalam pelaksanaa n dan pengendalian. Faktor eksternal relatif tetap. Menurut pedoman, dengan kondisi tersebut RTRW tidak perlu direvisi, tetapi perlu meningkatkan sosialisasi kepada seluruh stakeholder, melengkapi aspek-aspek yang belum diatur ke dalam rencana sektoral serta menjadikannya sebagai pedoman pembangunan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa inkonsistensi dalam penataan ruang menyebabkan berbagai permasalahan yang berakibat pada menurunnya kinerja perkembangan wilayah. Demikian juga penataan ruang yang tidak memperhatikan konstelasi dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Context) menyebabkan kinerja perkembangan yang buruk. Kondisi ini berlaku secara umum, sehingga konsistensi dalam penataan ruang menjadi sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka optimalisasi pencapaian tujuan penataan ruang. Model empirik perkembangan wilayah menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan (nyata) dan elastis adalah variabel yang terkait dengan aspek lingkungan sekitar, baik berbatasan langsung maupun dalam radius tertentu. Sedangkan faktor pendorong perkembangan wilayah adalah ketersediaan prasarana dasar (jalan kota/lokal, air bersih dan telepon) dan kondisi fisik wilayah dengan karakteristik landai da n air tanah produktifitas sedang. Kondisi ini berimplikasi pada mekanisme penganggaran bahwa untuk meningkatkan kinerja perkembangan wilayah harus memperhatikan faktor-faktor pendorong tersebut dan yang lebih utama adalah upaya peningkatan kerjasama dan koordina si dengan wilayah sekitarnya (Inter-Regional Co operation ).
Collections
- MT - Agriculture [3992]

