Dinamika Penguasaan Tanah Dalam Masyarakat Multietnik (Studi Kasus di Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo).
View/ Open
Date
2018Author
Bumulo, Sahrain
Adiwibowo, Soeryo
Sjaf, Sofyan
Metadata
Show full item recordAbstract
Pada tahun 1980-an terjadi gelombang migrasi ke daerah ini, baik melalui
kebijakan program transmigrasi pemerintah maupun migrasi yang tidak melalui
program (inisiatif pribadi). Adanya gelombang migrasi pada tahun 1980-an ke
lokasi studi, menyebabkan polemik di antara masyarakat. Polemik tersebut dipicu
oleh adanya persoalan penguasaan tanah yang sarat dengan identitas etnik
(pendatang versus lokal). Ketegangan antara kelompok etnik pendatang (Jawa,
Bali, dan Bugis) dengan etnik lokal (Gorontalo) ini pun memuncak saat terjadi
perubahan penguasaan tanah dari lokal ke pendatang. Perubahan penguasaan
tanah melahirkan kelompok etnik yang “mendominasi” dan kelompok etnik yang
“terdominasi”. Polemik dalam penguasaan tanah di lokasi studi, tidak dapat
dilepaskan dari adanya keterlibatan aktor (berbasis identitas etnik) yang berperan
dalam pemberian akses atas tanah di lokasi studi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis riwayat dan motif migrasi ke
lokasi studi, kemudian riwayat dan struktur akses dari berbagai etnis dalam
mendapatkan hak penguasaan atas tanah, selanjutnya menganalisis identitas etnis
dan peran aktor dalam penguasaan tanah. Penelitian ini dilakukan pada Mei
hingga Agustus 2016 di Kecamatan Randangan Kabupaten Pohuwato Provinsi
Gorontalo. Penelitian ini difokuskan pada tiga desa, di antaranya: Desa Banuroja;
Manunggal Karya; dan Patuhu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa gelombang awal migrasi kelompok
etnik pendatang ke lokasi studi terjadi pada tahun 1981. Kedatangan kelompok
etnik pendatang ke lokasi studi memiliki motif berbeda-beda. Warga Jawa, Bali,
dan Lombok, datang melalui kebijakan program transmigrasi pemerintah Orde
Baru dengan motif pemerataan pembangunan. Berbeda dengan kelompok etnik
Bugis yang datang tanpa program transmigrasi pemerintah. Migrasi warga Bugis
lebih cenderung pada motif ekonomi (investasi).
Dinamika penguasaan tanah di lokasi studi, memiliki riwayat yang cukup
panjang sejak 1980-an hingga saat ini. Di samping itu, penguasaan tanah di lokasi
studi sangat erat kaitannya peran aktor dalam memberikan akses ke sumberdaya
(tanah). Etnis Jawa dan Bali menguasai tanah melalui program transmigrasi
pemerintah Orde Baru, sedangkan etnik Bugis menguasai tanah dengan
menggunakan pendekatan dengan pemerintah desa dan jaringan identitas Bugis di
lokasi studi. Selanjutnya, setiap kelompok etnik di lokasi studi juga menggunakan
relasi aktor (dengan basis identitas etnis) sebagai mekanisme dalam menguasai
tanah.
Penguasaan tanah di lokasi studi menggambarkan sebuah segregasi
penguasaan. Etnik Bugis mendominasi penguasaan tanah di bagian pesisir yang
diklasifikasikan sebagai cagar alam yang saat ini telah dikonversi oleh warga
Bugis sebagai areal tambak udang dan bandeng. Warga Jawa dan Bali menguasai
di dataran tinggi untuk pertanian (sawah tadah hujan, umbi-umbian, sayur-sayuran dan palawija). Sedangkan warga Gorontalo menguasai lahan pertanian lebih kecil daripada warga Bugis, Jawa, dan Bali. Warga Gorontalo lebih dominan menduduki posisi di pemerintahan (desa dan kecamatan). Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa setiap kelompok etnis pendatang (Jawa, Bali, Lombok, dan Bugis) di lokasi studi memiliki sejarah dan motif masing-masing melakukan migrasi ke lokasi stud. Di samping itu, penguasaan tanah oleh kelompok etnik pendatang memiliki riwayat dan struktur aksesnya masing-masing. Identitas etnik sangat berperan dalam perebutan penguasaan tanah di lokasi studi. Proses penguasaan tanah sejak 1980 sangat sarat dengan identitas etnis dan keterlibatan aktor sebagai pemberi akses kepada kelompok tertentu yang memiliki kesamaan identitas etnis dengan aktor tersebut
Collections
- MT - Human Ecology [2190]