Pengembangan Indeks Ketahanan Pangan dan Gizi untuk Evaluasi Kinerja Pembangunan Ketahanan Pangan dan Gizi Provinsi di Indonesia.
View/ Open
Date
2018Author
Gantina, Anggit
Martianto, Drajat
Sukandar, Dadang
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemenuhan hak atas pangan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh setiap negara merupakan kunci utama dalam memerangi kelaparan dan kemiskinan. Isu ketahanan pangan sejak lama telah menjadi fokus utama dan memiliki peran penting dalam pembangunan. Saat ini, isu ketahanan pangan dan gizi muncul terkait dengan perlunya mengintegrasikan aspek gizi ke dalam pembangunan ketahanan pangan. Konsep ketahanan pangan dan gizi (Food and Nutrition Security) mulai digunakan FAO dan badan internasional lainnya sebagai konsep untuk mengintegrasikan aspek gizi dalam pembangunan ketahanan pangan. Beberapa indikator dan indeks telah dikembangkan pada level global untuk menilai situasi ketahanan pangan serta melakukan perankingan. Namun belum terdapat ukuran yang dapat diimplementasikan untuk level regional (tingkat provinsi), khususnya untuk mengevaluasi capaian ketahanan pangan dan gizi provinsi di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan indeks ketahanan pangan dan gizi provinsi di Indonesia.
Desain penelitian ini adalah cross-sectional, menggunakan data sekunder dari 32 provinsi dan nasional yang dipublikasi tahun 2010 dan 2013. Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Maret hingga Agustus 2017. Penelitian ini terdiri dari empat tahap: identifikasi indikator potensial, seleksi indikator, penyusunan indeks, dan evaluasi. Terdapat 51 indikator potensial ketahanan pangan dan gizi yang kemudian diseleksi berdasarkan empat kriteria relevansi, eliminasi redundancy, ketersediaan data pada level provinsi dan nasional, serta rasionaliasi berdasarkan konsep ketahanan pangan dan gizi. Seleksi indikator menghasilkan 23 indikator yang digunakan untuk menyusun indeks ketahanan pangan dan gizi, yang terdiri dari lima indikator pada pilar ketersediaan pangan, enam indikator pilar keterjangkauan pangan, dan duabelas indikator pada pilar pemanfaatan pangan. Analisis multivariate dengan pendekatan analisis komponen utama (Principal Component Analysis/PCA) digunakan untuk menyusun indeks berdasarkan pilar ketahanan pangan dan gizi yaitu indeks ketersediaan pangan dihitung menggunakan lima indikator, indeks keterjangkauan pangan dihitung menggunakan enam indikator, dan indeks pemanfaatan pangan dihitung menggunakan duabelas indikator. Penyusunan indeks ketahanan pangan dan gizi dengan pendekatan PCA menggunakan 23 indikator terseleksi (gabungan seluruh indikator dari tiga pilar: ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan). Model matematis yang dihasilkan oleh komponen utama pertama dari setiap hasil analisis PCA (dengan nilai total keragaman maksimum) digunakan untuk menyusun indeks ketersediaan, indeks keterjangkauan, indeks pemanfaatan serta indeks gabungan yaitu indeks ketahanan pangan dan gizi.
Aspek ketersediaan bukanlah hambatan capaian pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari capaian seluruh provinsi yang termasuk dalam kategori tahan pada tahun 2010 dan 2013 (rentang nilai indeks ketersediaan pangan berkisar antara -2 ≤ indeks ≤ 4). Ditinjau dalam aspek keterjangkauan pangan, masih menjadi kendala capaian pembangunan ketahanan
pangan dan gizi di Indonesia. Lebih dari sebagian provinsi di Indonesia tergolong rentan dan tidak tahan pada tahun 2010 dan 2013 (rentang nilai indeks keterjangkauan pangan berkisar antara -3 ≤ indeks ≤ 4). Aspek keterjangkauan pangan yang terkait dengan akses fisik dan akses ekonomi masih menjadi hambatan pembangunan ketahanan pangan dan gizi, terutama di wilayah Indonesia timur. Diindikasikan masih rendahnya proporsi jalan beraspal dan proporsi penduduk tidak miskin dan tahan pangan. Masih rendahnya capaian pilar keterjangkauan pangan tersebut berpengaruh terhadap aspek pemanfaatan pangan, yaitu lebih dari sebagian provinsi di Indonesia termasuk dalam kategori rentan dan tidak tahan pada tahun 2010 dan 2013 (rentang nilai indeks pemanfaatan antara -4 ≤ indeks ≤ 4). Aspek status gizi dan sanitasi yang memadai masih menjadi kendala capaian pilar pemanfaatan pangan, terutama di provinsi yang berada wilayah Indonesia timur.
Secara agregat, capaian ketahanan pangan dan gizi nasional masih jauh dari harapan. Sebagian besar provinsi di Indonesia memiliki indeks yang rendah, termasuk dalam kategori rentan dan tidak tahan (rentang nilai indeks ketahanan pangan dan gizi berkisar antara -5 ≤indeks ≤ 6). Ditinjau pada aspek ketersediaan, secara nasional termasuk kategori tahan namun aspek keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan masih menjadi hambatan kinerja pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Indonesia. Provinsi Bali memiliki capaian terbaik kinerja ketahanan pangan dan gizi pada tahun 2013, sedangkan Provinsi NTT memiliki capaian terendah dari 32 provinsi di Indonesia pada tahun 2010 dan 2013. Secara umum, wilayah tahan pangan dan gizi memiliki karakteristik tingginya proporsi penduduk yang memiliki akses air bersih dan sanitasi memadai, tingginya proporsi penduduk tidak miskin serta tingginya prevalensi anak balita tidak stunting dan anak balita tidak underweight (PC1>0,3). Fokus program untuk mengurangi prevalensi anak balita stunting, prevalensi anak balita underweight, proporsi rumahtangga di bawah garis kemiskinan serta proporsi rumahtangga dengan akses sanitasi dan air bersih yang tidak memadai merupakan indikator kunci untuk meningkatkan kinerja ketahanan pangan dan gizi, terutama provinsi di Indonesia timur.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]