Model Pembangunan Wilayah Berbasis Penanggulangan Kemiskinan di Kota Bengkulu
View/ Open
Date
2018Author
Harmes
Juanda, Bambang
Rustiadi, Ernan
Barus, Baba
Metadata
Show full item recordAbstract
Implementasi rencana tata ruang wilayah (RTRW) sudah diregulasikan dalam bentuk Peraturan Daerah oleh seluruh daerah di Indonesia. RTRW dominan mengatur fisik wilayah berupa pengaturan pola dan struktur ruang, namun kurang memperhatikan dampaknya terhadap sosial dan ekonomi masyarakat. Sejak implementasi RTRW secara masif, ada kecenderungan melambannya penurunan angka kemiskinan. Hal ini diduga karena pola ruang atau penggunaan lahan serta struktur ruang terutama aksesibilitas wilayah belum berpihak pada masyarakat miskin. Berkaitan dengan hal tersebut sangat dibutuhkan kajian dengan fokus pada pengaruh antara RTRW dengan kemiskinan yang masih jarang dilakukan.
Pola dan variasi spasial merupakan fokus perhatian dalam pengembangan wilayah dan perkotaan. Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan menjelaskan pola spasial penggunaan lahan dan aksesibilitas wilayah serta variasi pengaruhnya terhadap kemiskinan. Selanjutnya dikembangkan paduserasi kebijakan penataan ruang dengan penanggulangan kemiskinan sebagai model pembangunan wilayah berbasis penanggulangan kemiskinan di Kota Bengkulu. Metode penelitian menggunakan analisis autokorelasi spasial dan spasial ekonometrika terboboti geografis, sedangkan untuk implikasi model dilakukan prediksi dengan rencana pola ruang sesuai RTRW yang ada, kemudian dilanjutkan paduserasi kebijakan.
Analisis deskriptif mengindikasikan kecenderungan memusatnya penggunaan lahan berintensitas tinggi dan aksesibilitas ke arah pusat kota, sebaliknya penggunaan lahan intensitas rendah dan kemiskinan menyebar ke arah pinggiran kota. Hasil identifikasi Moran Index, menjelaskan bahwa seluruh variabel amatan memiliki autokorelasi spasial dengan pola spasialnya adalah mengelompok (clustered). Uji autokorelasi lokal juga menjelaskan semua variabel berautokorelasi spasial.
Ada 2 kluster pola spasial penggunaan lahan dan aksesibilitas wilayah yang terjadi. Pertama variabel dengan nilai amatan tinggi dikelilingi oleh nilai yang tinggi (HH), kluster ini menggerombol di sekitar pusat kota yakni lahan permukiman, lahan komersial dan jasa, lahan perkantoran, pendidikan, pariwisata dan aksesibilitas wilayah. Kedua variabel dengan amatan rendah dan dikelilingi oleh nilai amatan yang juga rendah, kelompok ini menggerombol ke arah pinggiran kota antara lain lahan kosong, lahan pertanian dan kemiskinan.
Model regresi terboboti geografis atau regresi lokal berguna dalam mengungkapkan variasi spasial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen di setiap unit observasi. Model dengan pembobot adaptive kernel lebih baik daripada pembobot fixed kernel. Uji signifikansi parsial membuktikan penggunaan lahan permukiman, lahan perdagangan dan jasa serta lahan perkantoran mereduksi kemiskinan pada bagian pusat dan utara kota. Hubungan penggunaan lahan pendidikan dan aksesibilitas wilayah dengan kemiskinan mengindikasikan adanya multikolonieritas. Terdapat dualisme pengaruh tata ruang terhadap kemiskinan. Ruang sebagai sumber daya pembangunan dapat digunakan
sebagai input untuk mereduksi kemiskinan dengan memperhatikan dualisme pengaruh yang ada.
Sebagai instrumen kebijakan pembangunan wilayah, maka penataan ruang pada dimensi penggunaan lahan dan aksesibilitas wilayah harus disadari dampaknya terhadap kemiskinan di wilayah tersebut. Implikasi model pada rencana pola ruang sesuai Perda RTRW kota Bengkulu, mengindikasikan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di sebagian kelurahan di Kota Bengkulu, apabila RTRW eksisting tetap diimplementasikan.
Temuan di atas, berimplikasi pada urgensi perlunya koreksi kebijakan RTRWN, RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/kota di seluruh Indonesia yang saat ini memasuki fase peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang. Iterasi lima tahunan merupakan titik simpul perbaikan kualitas, kesahihan dan evaluasi simpangan terhadap RTRW. Arahan revisi rencana tata ruang wilayah Kota Bengkulu untuk mereduksi kemiskinan secara indikatif perlu dilakukan pada 36 kelurahan yang rencana pola ruang dan aksesibilitas wilayahnya berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin, sedangkan wilayah lain tidak perlu direvisi karena jumlah penduduk miskinnya menurun. Arahan revisi substansi muatan RTRW, disusun untuk setiap wilayah yang menjadi target revisi.
Sebagai permasalahan pembangunan yang multidimensional dan adanya gejala perlambatan laju penurunan angka kemiskinan, maka pendekatan konvensional tidak lagi cukup sebagai instrumen penanggulangan kemiskinan. Ruang sebagai sumber daya pembangunan lokal, merupakan input alternatif yang permanen selalu tersedia di wilayah itu sendiri. Paduserasi penataan ruang dengan program anti kemiskinan dapat mempercepat upaya mereduksi jumlah penduduk miskin. Pengaturan kembali pola dan struktur ruang berkeadilan yang pro poor ditujukan untuk mewujudkan ruang anti pengucilan spasial dan kemiskinan. Adanya siklus peninjauan kembali, revisi tata ruang dan program prioritas penanggulangan kemiskinan menjadi simpul integrasi kedua kebijakan ini.
Pengucilan spasial (spatial exclusion) kemiskinan yang diindikasikan dari adanya gejala fragmentasi dan isolasi spasial penduduk miskin merupakan perspektif berbeda mengenai kemiskinan yang selama ini hanya fokus pada pendekatan moneter, kapabilitas dan sosial. Fragmentasi spasial terjadi di pinggiran kota, sedangkan isolasi spasial terjadi di pusat kota. Pengucilan spasial dalam bentuk produksi, konsumsi dan re-produksi ruang yang berkelanjutan menjadi penyebab kemiskinan menjadi permanen.
Penelitian ini berkontribusi pada perencanaan spasial berupa kerangka berpikir baru yang menghubungkan antara ranah spasial dan aspasial. Kausalitas lokal merupakan kolaborasi kompromis antara spasial dengan sosial dan ekonomi, perencanaan komprehensif dan partisipatori, top down dan bottom up, sentralisasi dan desentralisasi. Konsep pengucilan spasial kemiskinan mempromosikan kemiskinan adalah bagian dari fokus perencanaan dan pembangunan ruang.