Peran Pendidikan Gizi terhadap Perbaikan Perilaku Gizi dan Status Anemia Calon Pengantin di Kota Bogor
Abstract
Kekurangan zat besi dapat menyebabkan risiko terjadinya anemia yang sering disebut sebagai Anemia Gizi Besi (AGB). AGB merupakan salah satu masalah gizi utama yang banyak diderita oleh golongan rentan yaitu ibu hamil, anak balita, wanita usia subur dan seseorang dengan sosioekonomi rendah (WHO 2001). UNICEF/WHO/UNU (2001) merekomendasi empat cara untuk mengontrol anemia yaitu suplementasi, fortifikasi, perubahan perilaku makan dan sanitasi kesehatan. Perubahan perilaku makan salah satunya dapat dilakukan dengan intervensi pendidikan gizi. Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan sejak calon pengantin. Sebelum menikah, calon pengantin yang telah mendaftarkan pernikahannya ke Kantor Urusan Agama (KUA) wajib untuk mengikuti Kursus Calon Pengantin (Suscatin). Suscatin adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam waktu singkat kepada Catin tentang kehidupan rumah tangga/keluarga (Depag 2009). Materi yang diberikan saat Suscatin di KUA lebih fokus pada materi keagamaan, belum ada materi terkait gizi dalam Suscatin.
Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menganalisis pengetahuan dan sikap gizi petugas KUA sebelum dan setelah intervensi; 2) Menganalisis pengetahuan, sikap dan praktik gizi serta kadar hemoglobin calon pengantin sebelum dan setelah intervensi pendidikan gizi yang disisipkan pada saat Kursus Calon Pengantin.
Penelitian ini menggunakan desain pre-post test experiment. Penelitian dilakukan pada bulan November 2016–Oktober 2017 di enam KUA di Kota Bogor, yaitu Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Tengah dan Tanah Sareal. Subjek pada penelitian ini yaitu petugas KUA yang berjumlah 14 orang dan calon pengantin yang berjumlah 110 orang. Intervensi berupa pendidikan gizi diberikan kepada petugas KUA oleh peneliti menggunakan power point/PPT dan lembar balik. Sebelum dan setelah intervensi diberikan kuesioner untuk mengetahui perubahan pengetahuan dan sikap gizi petugas KUA.
Petugas KUA yang sudah telah diberikan intervensi, kemudian memberikan pendidikan gizi kepada calon pengantin yang disisipkan pada saat Kursus Calon Pengantin (Suscatin) di KUA dengan menggunakan lembar balik. Pendidikan gizi diberikan selama 15 menit setelah penyampaian materi keagamaan oleh petugas KUA. Sebelum dan setelah intervensi diberikan kuesioner kepada calon pengantin untuk melihat perubahan pengetahuan dan sikap gizi. Topik gizi yang disampaikan meliputi: 1) 1000 HPK; 2) gizi menjelang kehamilan; 3) gizi masa kehamilan; 4) perilaku sehat selama kehamilan; 5) ASI eksklusif; 6) dan MP ASI. Pada saat sebelum intervensi, dilakukan pengambilan darah untuk pengukuran kadar Hemoglobin (Hb) bagi calon pengantin yang bersedia. Pengukuran kadar Hb dilakukan kembali saat empat bulan setelah intervensi.
Petugas KUA terdiri dari penghulu dan penyuluh laki-laki (57.1%) dan perempuan (42.9%). Sebelum intervensi, rata-rata skor pengetahuan gizi petugas KUA sudah cukup baik, yaitu 90 dari maksimal skor 100. Setelah diberikan
intervensi, rata-rata skor pengetahuan gizi petugas KUA meningkat secara signifikan. Sebelum intervensi, petugas KUA mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori cukup dan baik dan setelah intervensi seluruh petugas KUA mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori baik. Rata-rata skor sikap gizi petugas KUA juga meningkat secara signifikan setelah intervensi. Sebelum intervensi, petugas KUA mempunyai sikap gizi dengan kategori cukup dan baik. Setelah intervensi seluruh petugas KUA mempunyai sikap gizi dengan kategori baik. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, terdapat korelasi positif antara pengetahuan gizi dengan sikap gizi petugas KUA.
Calon pengantin (Catin) terdiri atas laki-laki (45.5%) dan perempuan (54.5%). Rata-rata pengetahuan gizi Catin meningkat secara signifikan setelah intervensi. Sebelum intervensi, Catin mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori kurang, cukup dan baik, namun setelah intervensi tidak ada lagi Catin yang mempunyai pengetahuan gizi dengan kategori kurang dan pengetahuan gizi dengan kategori baik meningkat. Rata-rata skor sikap gizi Catin juga meningkat secara signifikan setelah intervensi. Sebelum intervensi, sikap gizi Catin paling tinggi berada pada kategori cukup, namun setelah intervensi sikap gizi Catin paling tinggi berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, terdapat korelasi yang positif antara pengetahuan gizi dengan sikap gizi Catin.
Pada praktik makan Catin, hasil uji beda Wilcoxon menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi konsumsi hati meningkat secara signifikan setelah diberikan intervensi. Uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan positif antara selisih pengetahuan gizi dengan selisih konsumsi hati pada Catin, yang menunjukkan semakin baik pengetahuan gizi Catin, maka semakin baik pula konsumsi hati pada Catin. Berdasarkan uji korelasi Spearman, terdapat korelasi antara konsumsi hati dengan status anemia yang menunjukkan semakin sering mengonsumsi hati, semakin rendah kemungkinan terkena anemia. Persentase anemia pada calon pengantin perempuan menurun secara signifikan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hasil korelasi positif antara pengetahuan gizi dengan kadar Hb.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]