Pemberian Tunggal serta Campuran Teh Putih (Camellia sinensis) dan Teh Kelor (Moringa Oleifera) terhadap Glukosa Darah, Berat Badan dan Stres Oksidatif pada Tikus yang Diinduksi Streptozotocin
View/ Open
Date
2018Author
Rahma, Amalia
Kusharto, Clara Meliyanti
Damayanthi, Evy
Rohdiana, Dadan
Metadata
Show full item recordAbstract
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit metabolik ditandai dengan
hiperglikemia kronis yang mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein (Tomás 2013; Indriani 2014). Hiperglikemia merangsang pelepasan
superoksida (O2
-) di tingkat mitokondria, menyebabkan autooksidasi glukosa,
glikasi protein, dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya
mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif sehingga memicu timbulnya
stres oksidatif pada penderita DM (Ueno 2002). Produksi ROS dapat diukur
secara tidak langsung dengan mengukur metabolit hasil peroksidasi lipid seperti
malondialdehyde (MDA) dan F2-isoprostan (Patrignani dan Tacconelli 2005).
Kandungan katekin (terutama epigallocatechin gallat (EGCG), theaflavin
dan kafein pada teh putih dan teh kelor diduga mampu menurunkan gula darah
puasa melalui mekanisme meningkatkan aktivitas insulin dan uptake glukosa pada
sel adiposit (Rhee et al. 2002; Wu et al. 2004; Potenza et al. 2007), meningkatkan
sensitivitas insulin, melindungi kerusakan sel beta pankreas dari pengaruh
oksidasi, serta bekerja menyerupai insulin (insulin mimik) (Kustiyah et al. 2009).
Kandungan tersebut juga diduga mampu berperan sebagai free radical scavenger
yang dapat mencegah terjadinya peroksidasi lipid dengan mencegah oksidasi LDL
sehingga dapat mencegah terbentuknya malondialdehyde (MDA) dan F2-
isoprostan. Secara umum penelitan ini bertujuan untuk mengkaji pemberian
tunggal dan campuran seduhan teh putih dan teh kelor pengaruhnya terhadap
glukosa darah puasa (GDP), berat badan dan penanda stres oksidatif (MDA dan
F2-isoprostan) tikus yang diinduksi streptozotocin (STZ).
Desain penelitian adalah eksperimental dengan pre dan post test controlled
group design. Tahap pertama dilakukan analisis kandungan beberapa jenis katekin
dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), theaflavin dengan
spektrofotometer dan kafein dengan metode gravimetri. Tahap kedua yaitu
percobaan pada tikus Sprague dawley jantan berumur 12 minggu yang diinduksi
streptozotocin 40 mg/kgBB. Tikus dibagi menjadi enam kelompok yaitu (1)
kelompok kontrol negatif (KN) adalah kelompok tikus yang diinduksi STZ tanpa
diberi perlakuan; (2) kelompok tikus yang diinduksi STZ dan diberi seduhan teh
putih (TP); (3) kelompok yang diinduksi STZ dan diberi seduhan teh kelor (K);
(4) kelompok tikus yang diinduksi STZ dan diberi seduhan campuran teh putih
dan teh kelor (TP+K); (5) kelompok tikus yang diinduksi STZ dan diberi teh hijau
(TH) sebagai kontrol teh; (6) serta kelompok normal yaitu tikus sehat yang tidak
diberi perlakuan.
Pemberian seduhan teh putih, teh kelor, campuran teh putih+teh kelor serta
teh hijau dilakukan selama 21 hari secara oral menggunakan sonde. Dosis yang
diberikan mengacu pada kandungan EGCG sebesar 100 mg/kgBB. Kadar glukosa
darah diukur dengan metode elektrokimia menggunakan glukometer, berat badan
ditimbang dengan timbangan digital, kadar MDA diukur dengan melihat reaksi
thiobarbituric acid dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer,
kadar F2-isoprostan diukur dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA).
Hasil analisis kadar jenis-jenis katekin, theaflavin dan kafein menunjukkan
teh putih memiliki kandungan jenis-jenis katekin dan kafein terbanyak dan teh
hijau memiliki kandungan theaflavin terbanyak. Hasil pengukuran glukosa darah
puasa diperoleh hasil rata-rata selisih pengukuran glukosa darah hari ke-21 dan
ke-0 (Δ GDP) pada kelompok TP menunjukkan kenaikan sebesar 53.3 + 86.2
mg/dL sedangkan kelompok K mengalami penurunan sebesar -80.25 + 119.1
mg/dL. Perubahan glukosa darah pada kelompok TP dan K ini tidak berbeda
signifikan dengan kelompok tikus yang diinduksi STZ tanpa intervensi (KN)
namun berbeda signifikan dengan kelompok kontrol teh (TH). Berbanding
terbalik dengan kelompok TP dan K, kelompok TP+K yang mengalami
penurunan glukosa darah signifikan sebesar -149.25 + 118.1 mg/dl. Penurunan ini
berbeda signifikan dengan kelompok KN (p<0.05) dan tidak berbeda signifikan
dengan kelompok TH (p>0.05).
Perubahan berat badan (Δ berat badan) menunjukkan kelompok TP dan K
mengalami penurunan berat badan terbanyak yaitu masing-masing -61.75 + 16.7 g
dan -73.25 + 29.8 g sedangkan pada kelompok TP+K mengalami penurunan berat
badan sebesar -23 + 33.45 g. Penurunan berat badan kelompok K berbeda
signifikan dengan kelompok KN (p<0.05) sedangkan kelompok TP dan TP+K
tidak berbeda signifikan (p>0.05). Penurunan berat badan kelompok TP dan K
berbeda signifikan dengan kelompok TH (p<0.05) sedangkan kelompok TP+K
tidak berbeda signifikan dengan kelompok TH (p>0.05).
Perubahan kadar MDA (Δ MDA) antar kelompok perlakuan menunjukkan
kelompok KN, TP, K dan TP+K mengalami kenaikan kadar MDA sedangkan
kelompok TH mengalami penurunan kadar MDA. Kenaikan kadar MDA
kelompok TP, K dan TP+K lebih rendah dibandingkan kelompok KN yang
mencapai 25 + 2.04 ng/mL. Hasil uji ANOVA pada Δ MDA menunjukkan Δ
MDA kelompok TP, K dan TP+K berbeda signifikan dengan kelompok KN
(p<0.05). Jika dibandingkan dengan kelompok TH, Δ MDA kelompok TP atau K
berbeda signifikan dengan Δ MDA pada kelompok TH (p<0.05) namun Δ MDA
kelompok TP+K tidak berbeda signifikan dengan TH (p>0.05).
Hasil uji ANOVA terhadap perubahan kadar F2-isoprostan (Δ F2-
isoprostan) antar kelompok perlakuan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang signifikan nilai Δ F2-isoprostan antar kelompok perlakuan dengan kelompok
KN maupun kelompok TH (p>0.05). Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh,
dapat disimpulkan bahwa pemberian TP+K mampu menurunkan kadar glukosa
darah puasa, mempertahankan berat badan, dan menurunkan kadar MDA lebih
baik dibandingkan dengan diberikan secara tunggal serta tidak berbeda signifikan
dengan kelompok kontrol teh (TH).
Collections
- MT - Human Ecology [2236]