Kebijakan Rehabilitasi Lahan Kritis Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Pengambilan Keputusan Fuzzy (Studi Kasus DAS Cisangkuy).
View/ Open
Date
2018Author
Budianto, Bambang Setio
Purwanto, Muhammad Yannuar Jarwadi
Widiatmaka
Prasetyo, Lilik B.
Metadata
Show full item recordAbstract
Dalam dekade terakhir ini, frekuensi dan intensitas terjadinya bencana alam
yang berkaitan dengan lahan seperti longsor dan banjir semakin meningkat. Salah
satu faktor lain yang menyebabkan terjadinya bencana alam adalah degradasi lahan
akibat pengelolaan lahan yang salah (Indrayati, 2013; Rosyidie, 2013). DAS
Cisangkuy merupakan salah satu DAS yang dikategorikan sebagai DAS yang kritis,
sehingga perlu diupayakan pengelolaan secara efektif dan efisien. Penelitian ini
bertujuan untuk menyusun strategi rehabilitasi lahan kritis di DAS Cisangkuy,
didahului dengan melalukan evaluasi terhadap kondisi DAS, dilanjutkan dengan
pengklasifikasian lahan kritis.
Telaahan terhadap kondisi umum DAS Cisangkuy dilakukan dengan
mengevaluasi peta penutupan/penggunaan lahan yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Perencanaan Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, antara tahun 2011 sampai 2015 sehingga diperoleh
kecerenderungan perubahan penggunaan lahan pada DAS tersebut. Evaluasi juga
dilakukan terhadap program rehabilitasi yang dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan
Daerah Aliran Sungan dan Hutan Citarum Ciliwung (BPDHLCC). Klasifikasi lahan
kritis dilakukan berbasis Hydrologic Response Unit (HRU) yang dihasilkan dari
simulasi perangkat lunak Soil and Water Analysis Tool (SWAT). Pada Klasifikasi
lahan kritis digunakan citra satelit SPOT 6 tahun 2015 sebagai data dasar
tutupan/penggunaan lahan, sedangkan perhitungan nilai kekritisan lahan dilakukan
dengan dua metoda yaitu metoda crisp dan metoda fuzzy Sugeno. Penyusunan
strategi rehabilitasi lahan kritis dilakukan berdasarkan hasil klasifikasi lahan kritis
dengan metoda fuzzy.
Hasil evaluasi berdasarkan peta tutupan/penggunaan lahan yang diterbitkan
oleh Direktorat Jenderal Perencanaan Lingkungan dan Kehutanan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, antara tahun 2011 sampai 2015 menunjukkan
pada perioda tersebut DAS Cisangkuy mengalami penurunan tutupan. Kegiatan
konservasi melalui program agroforestri yang dilakukan oleh BPDAS Citarum-
Ciliwung menunjukkan hasil yang positif, selain memperbaiki tutupan dan
konservasi tanah, program ini juga memberikan edukasi kepada masyarakat
setempat. Pelaksanaan kegiatan agroforestry di kawasan hutan lindung dan
kawasan konservasi harus dipersiapkan dan dikaji secara seksama sehingga tujuan
kegiatan rehabilitasi lahan dapat tercapai. Persiapan harus mencakup kebijakan
dalam bentuk aspek hukum, kriteria dan peraturan pelaksanaan, dan metode
pemantauan dan evaluasi. Pelaksanaan program argoforestry sebagai program
rehabilitasi lahan kritis di kawasan lindung, jika diimplementasikan dengan baik
tidak hanya akan mengembalikan daya dukung lingkungan namun juga akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Hasil deliniasi DAS Cisangkuy menggunakan perangkat lunak SWAT,
menunjukkan bahwa wilayah penelitian terbagi menjadi 9 DAS Sub DAS.
Pembagian lebih lanjut berdasarkan kemiripan tutupan lahan, kemiringan
kemiringan, dan jenis tanah di setiap sub-DAS membentuk 744 HRU. Evaluasi
lahan kritis berdasarkan HRU memberikan beberapa keuntungan termasuk efisiensi
dalam menghitung skor kritis dibandingkan perhitungan secara manual untuk
masing-masing "plot". Pada klasifikasi berbasis HRU, perhitungan dilakukan
hanya sekali untuk semua "plot tanah "yang termasuk dalam HRU yang sama.
Keuntungan lainnya adalah dihasilkannya nilai erosi juga diperlukan pada
perhitungan nilai kritis lahan. Hasil simulasi SWAT menunjukkan variasi tingkat
erosi di wilayah studi berkisar antara sangat ringan (1,68 ton / ha / tahun) sampai
sangat berat (879,83 ton / ha / tahun). Besarnya erosi hasil simulasi SWAT masih
berada dalam kisaran tingkat erosi DAS Citarum hulu, yaitu antara 0,1 ton / ha /
tahun sampai 7,3 x 104 ton / ha / tahun (Poerbandono et al., 2006).
Hasil klasifikasi lahan kritis menggunakan metoda Crisp menunjukkan bahwa
110 HRU termasuk klasifikasi Sangat Kritis, 341 HRU Kritis, 134 HRU Agak
Kritis, 111 HRU Potensial Kritis, dan 24 HRU Tidak Kritis. Hasil klasifikasi lahan
menggunakan metoda Fuzzy Sugeno menunjukkan bahwa 79 HRU termasuk
klasifikasi Sangat Kritis, 334 HRU Kritis, 147 HRU Agak Kritis, 124 HRU
Potensial Kritis, dan 33 HRU tidak Kritis. Perbedaan hasil klasifikasi metoda Fuzzy
Sugeno dengan metoda Crisp akan berpengaruh pada prioritas rehabilitasi lahan.
Apabila prioritas rehabilitasi lahan didasarkan pada kelas kekritisan lahan, maka
metoda Fuzzy Sugeno menyarankan 79 HRU prioritas tinggi, sedangkan metoda
Crisp menyarankan 110 HRU. Dalam kondisi dana yang terbatas, metoda Fuzzy
Sugeno dapat memberikan gambaran prioritas yang lebih memadai. Hal ini sejalan
dengan kesimpulan Hall et al. (1992) dan Keshavarzi et al. (2010) yang
membandingkan hasil klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan metoda Boolean
dan logika fuzzy. Penerapan metoda fuzzy dalam klasifikasi lahan kritis dapat
memberikan skor yang lebih mendetil sehingga klasfikasi yang diberikan lebih
mendekati kenyataan, hal ini bersesuaian dengan pendapat Kastaman et al. (2007).
Penyusunan program rehabilitasi lahan kritis menggunakan hasil klasifikasi
fuzzy sugeno dapat dilakukan dengan dengan lebih mudah mengingat klasifikasi
fuzzy sugeno memberikan penilaian yang lebih rinci. Pada klasifikasi lahan kritis
dengan metoda fuzzy sugeno dapat dilihat dengan lebih jelas komponen penyebab
terjadiya lahan kritis, sehingga penangan/program rehabilitasi lahan kritis dapat
disusun secara lebih tepat.
Strategi rehabilitasi diawali dengan penetapan area dengan klasifikasi sangat
kritis sebagai area konservasi, yang dikukuhkan dalam Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR). Dari hasil tumpang-tindih peta klasifikasi lahan kritis dengan peta
administratif terlihat bahwa 79 HRU yang dikategorikan sangat kritis mencakup
wilayah 9 desa antara lain Desa Jatisari dan Nagrak, Kecamatan Cangkuang; Desa
Malasari dan Sukamaju, Kecamatan Cimaung; Desa Lamajang, Margamukti,
Margamulya, Pangalengan, dan Wanasuka, Kecamatan Pangalengan. Dari hasil
penilaian komponen kekritisan lahan, 79 HRU yang diklasifikasikan sangat kritis
mempunyai nilai tutupan lahan buruk hingga sangat buruk, kemiringan lereng
antara curam hingga sangat curam, dan erosi dari sedang hingga sangat berat,
sehingga rehabilitasi lahan kritis harus dilakukan dilakukan dengan metoda
gabungan vegetatif dan teknik sipil.