Model Rantai Pasok Lobster Air Laut di Lombok Nusa Tenggara Barat.
View/ Open
Date
2017Author
Fain, Hamdanul
uwandi, Ruddy S
Nurani, Tri Wiji
Metadata
Show full item recordAbstract
Lobster merupakan salah satu komoditas ekspor perikanan Indonesia. Nilai yang dihasilkan dari ekspor tersebut dapat mencapai US$ 11 777 954 per tahun (KKP RI 2012). Lombok adalah salah satu daerah sentra penyuplai lobster untuk ekspor. Perdagangan internasional cenderung disiplin dalam hal mutu, keamanan pangan atau food safety dan keberlanjutan atau sustainability. Penelitian ini diperlukan untuk memberikan deskripsi rantai pasok lobster air laut di Lombok secara menyeluruh, sehingga dapat diketahui dimana posisi perbaikan yang harus dilakukan, selanjutnya dapat diperikan strategi atau langkah-langkah perbaikan untuk mengembangkan rantai pasok Lobster air laut di Lombok.
Tujuan penelitian ini antara lain: (1) mengevaluasi model rantai pasok lobster air laut di Lombok; (2) menilai kesesuaian penanganan lobster di Lombok; (3) menyusun strategi pengelolaan rantai pasok lobster. Penelitian dilakukan di pesisir selatan Pulau Lombok pada bulan Maret 2015 – Mei 2016. Daerah penelitian meliputi Telong Elong, Ekas Buana, Batunampar, Bumbang, dan Awang. Penelitian dilakukan melalui observasi dan wawancara melibatkan responden yang ditentukan secara snowball sampling dan purposive sampling. Tahapan penelitian terdiri atas evaluasi model rantai pasok lobster, penilaian kesesuaian penanganan lobster berdasarkan Good Aquaculture Practice (GAP), Good Handling Practice (GHP), dan Good Transportation Practice (GTP), kemudian menyusun strategi berdasarkan SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur rantai pasok lobster air laut di Lombok terdiri atas nelayan pembesaran, penangkap, dan penampung lobster. Jenis lobster yang dominan diperdagangkan adalah lobster pasir dan mutiara. Sasaran rantai pasok lobster ukuran konsumsi sebagian besar diekspor ke Singapura, China, dan Jepang. Sumberdaya rantai pasok terdiri atas sumberdaya fisik, teknologi, dan sumberdaya manusia. Sumberdaya fisik yang ada berupa fasilitas Keramba Jaring Apung (KJA) yang eksisting di Lombok sekitar 180 unit. Sumberdaya teknologi yang dimiliki masih rendah yang menyebabkan pengelolaan KJA dilakukan secara tradisional. Sumberdaya manusia di sub sektor perikanan lobster di Lombok masih didominasi tenaga kerja yang berpendidikan rendah.
Proses bisnis rantai pasok terdiri atas tiga pola aliran, yaitu aliran materi, aliran keuangan, dan aliran informasi. Aliran materi mengalir dari hulu ke hilir, yaitu dari nelayan pembesaran dan penangkap ke penampung kemudian ke eksportir. Aliran dana berkebalikan dengan aliran materi, yakni dari eksportir ke penampung kemudian ke nelayan pembesaran dan penangkap. Aliran informasi merupakan perpaduan dua arah, yakni dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Performa produksi rantai pasok masih belum stabil. Penurunan produksi di Lombok terjadi di tahun 2012 dengan produksi 1.1 ton. Terjadi penurunan produksi 144.9 ton dari produksi di tahun sebelumnya. Fluktuasi produksi ini disebabkan peningkatan
ekspor benih lobster di tahun 2011, karena itu nelayan pembesaran mengalami kesulitan benih lobster.
Nilai tambah di tingkat penampung adalah Rp 86 870 per kilogram. Nilai tambah di tingkat nelayan pembesaran adalah Rp 65 463.44 per ekor. Dengan demikian nilai tambah yang dihasilkan nelayan pembesaran lebih tinggi dibandingkan penampung. Margin pemasaran di tingkat penampung lebih tinggi dibandingkan nelayan pembesaran dan penangkap. Terdapat fluktuasi harga di bulan tertentu. Harga meningkat di bulan Januari, Februari, Agutus, dan Desember.
Penerapan Good Aquaculture Practice (GAP) di tingkat nelayan pembesaran dan Good Handling Practice (GHP) di tingkat nelayan tangkap termasuk dalam kategori C atau cukup baik. Dalam hal yang sama di tingkat penampung berada dalam kategori A atau sangat baik. Penerapan Good Transportation Practice (GTP) di dalam rantai pasok lobster air laut di Lombok sudah cukup baik. Walaupun demikian, perbaikan dalam menerapkan Good Aquaculture Practice (GAP), Good Handling Practice (GHP), dan Good Transportation Practice (GTP) tetap dibutuhkan. Perbaikan GTP sudah termasuk di dalam GAP dan GHP.
Strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan rantai pasok lobster diantaranya: (1) memberikan kemudahan pinjaman modal untuk peningkatan sarana dan prasarana; (2) pelatihan untuk pelaku rantai pasok lobster; (3) mendukung kegiatan riset yang berkaitan dengan teknologi pembenihan; (4) pengembangan bank benih; (5) meningkatkan koordinasi dan integrasi antar pelaku perikanan lobster; (6) pemanfaatan kegiatan perikanan lobster sebagai wisata edukasi.
Collections
- MT - Fisheries [2934]