Kerentanan Strategi Penghidupan Rumah Tangga Eks Buruh Perkebunan Sawit di Sekitar Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei
View/ Open
Date
2017Author
Aditya, R. Pramiga
Hariyadi
Sunito, Satyawan
Metadata
Show full item recordAbstract
Industri kelapa sawit di Indonesia telah berkembang pesat dengan dukungan
pertumbuhan perkebunan yang sangat pesat pula hingga mencapai lebih dari 6,3
juta hektar yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar
dan 40% oleh perkebunan rakyat. Pertumbuhan perkebunan sawit ini tidak terlepas
dari kebijakan ekspor non migas awal tahun 1980-an dimana pemerintah saat itu
mendorong ekspor komoditas non migas termasuk kelapa sawit. KEK Sei Mangkei
yang terintegrasi dengan bisnis utama berupa industri hilirisasi kepala sawit dan
karet (Buku 1 Agenda Pembangunan Nasional RPJMN 2015-2019), dikembangkan
diatas lahan seluas 2.002,77 Ha yang merupakan lahan PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero). Perubahan-perubahan ekologi berdampak dalam bentuk yang
beragam antara satu negara dengan yang lainnya bergantung pada potensi lokal,
selain itu perubahan-perubahan tersebut juga melibatkan dimensi transnasional
dalam hal arus tenaga kerja regional dan modal, lintas batas serta dampak
lingkungan global. Perubahan lanskap memberikan dampak pada sistem mata
pencaharian rumah tangga di wilayah tersebut. Pada dasarnya rumahtangga buruh
perkebunan sangat tergantung pada lahan perkebunan kelapa sawit, namun dengan
adanya keberadaan KEK diduga memicu risiko guncangan pada sistem
penghidupan (livelihood system).
Perubahan lanskap ekologi ini menjadi sumber gangguan besar bagi eks
buruh perkebunan karena menyebabkan perubahan pada akses lahan sumber nafkah
eks buruh perkebunan yang pada akhirnya juga merubah sistem nafkah
rumahtangga eks buruh perkebunan. Sistem penghidupan rumahtangga buruh yang
rentan akibat perubahan lanskap akhirnya memaksa rumahtangga eks buruh
perkebunan ini melakukan strategi nafkah penghidupan untuk bisa menggunakan
lima modal (finansial, fisik, sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sosial)
agar rumahtangga eks buruh perkebunan ini dapat menurunkan kerentanan yang
dihadapinya. Kerentanan (vulnerability) merupakan derajat sebuah sistem
pengalaman dalam mengalami kerugian akibat paparan sebuah bahaya dan
gangguan atau tekanan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk
melihat sejauhmana tingkat kerentanan penghidupan dan strategi nafkah
rumahtangga eks buruh perkebunan di Desa Sei Mangkei, Kecamatan Bosar
Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara terhadap KEK Sei Mangkei.
Kerentanan (vulnerability) merupakan derajat sebuah sistem pengalaman
dalam mengalami kerugian akibat paparan sebuah bahaya dan gangguan atau
tekanan. Sementara itu, resiliensi merupakan kemampuan yang berhubungan
dengan sistem sosio-ekologi untuk menguraikan bahaya dan penyedia wawasan
yang membuat berkurangnya kerentanan. Kerentanan yang akan di timbulkan
setelah terjadinya konversi lanskap juga sangat di pengaruhi oleh sistem
manajemen perkebunan yang masih banyak di warisi oleh manajamen kolonial
yang otoriter sehingga karekteristik buruh perkebunan tidak memiliki ruang dan
akses untuk menggunakan modal – modal nafkahnya karena selama menjadi buruh
hak hak soial, pendidikan dan ekomi sangat di batasi. Resiliensi muncul ketika
kapasitas sebuah sistem meningkat dalam mengatasi shock dan krisis. Hal tersebut
berarti bahwa resiliensi meningkat ketika kerentanan melemah dan sebaliknya.
Kerentanan dalam penelitian ini berupa paparan konversi perkebunan kelapa sawit
yang menyebabkan perubahan lanskap ekologi sehingga menarik untuk dikaji
terkait sejauhmana perubahan lanskap ekologi berdampak pada kerentanan nafkah
rumahtangga eks buruh perkebunan di Desa Sei Mangkei?
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat kerentanan rumah tangga
eks buruh perkebunan Livelihood Vulnerability Index (LVI) di afdeling I PTPN III
(Persero), Desa Sei Mangkei dan menganalisis strategi nafkah (livelihood strategy)
rumahtangga eks buruh perkebunan di afdeling I PTPN III (Persero), Desa Sei
Mangkei. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) survey menggunakan kuesioner yang berisi daftar pernyataan yang ditujukan
kepada pihak-pihak terkait sesuai topik penelitian. Pertanyaan-pertanyaan
penelitian ini diturunkan dari variabel-variabel atas konsep yang digunakan dalam
kerangka berfikir. (2) In depth interview yaitu komunikasi secara lisan yang
terstruktur untuk menggali informasi tentang perubahan lanskap ekologi yang
berdampak pada kerentanan dan strategi nafkah rumah tangga eks buruh
perkebunan, dampak perubahan lanskap ekologi terhadap perubahan struktur
livelihood rumahtangga eks buruh perkebunan.
Tekhnik analisis yang akan di pergunakan untuk mengukur kerentanan
penghidupan rumahtangga eks buruh menggunakan LVI (livelihood vulnerability
index), dan untuk mengetahui strategi nafkah eks buruh dilakukan analisis secara
deskriptif kualitatif. Perhitungan LVI dalam penelitian ini menentukan komponen
utama yang memiliki 5 (lima) modal system penghidupan berupa (modal alam,
fisik, finansial, sumber daya manusia, sosial) dan sub-komponen berupa pendidikan
dan ketrampilan, strategi penghidupan (livelihood strategy), lahan, hubungan
sosial , perumahan dan fasilitas, simpanan dan pendapatan. Perhitungan nilai
komponen-komponen utama tersebut didapatkan, nilai LVI bagi rumahtangga eks
buruh perkebunan di Desa Sei Mangkei yaitu sebesar 0.687 dimana nilai tersebut
memberi arti bahwa masyarakat eks buruh perkebunan di Desa Sei Mangkei
mempunyai kerentanan yang tinggi akibat adanya pembangunan KEK Sei
Mangkei. Nilai kerentanan rumahtangga eks buruh perkebunan di Desa Sei
Mangkei mempunyai nilai kerentanan tinggi karena komponen-komponen utama
berupa modal sumberdaya manusia (0.497), modal fisik (0.667) di ikuti modal
sosial (0.715), dan modal alam (0.860) serta modal finansial (0.834) tergolong
mempunyai nilai kerentanan yang paling tinggi. Sedangkan modal sumberdaya
manusia yang terdiri dari subkomponen pendidikan dan keterampilan (0.323) dan
strategi penghidupan (livelihood strategy) dengan nilai (0.670) merupakan nilai
komponen utama paling rendah. Nilai kerentanan pada komponen modal alam dan
modal finansial memiliki nilai kerentanan paling tinggi, hal ini disebabkan modal
alam subkomponen lahan (0.860), modal finansial subkomponen simpanan dan
pendapatan (0.834).