Pengelolaan Sumberdaya Ikan Kuniran (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda
View/ Open
Date
2017Author
Sarumaha, Herman
Kurnia, Rahmat
Setyobudiandi, Isdrajat
Metadata
Show full item recordAbstract
Perairan Selat Sunda memiliki potensi perikanan yang besar dan berbagai
jenis sumberdaya, meliputi sumberdaya ikan pelagis, ikan demersal, kekerangan,
moluska dan krustasea. Eksploitasi terhadap semua sumberdaya tersebut terus
meningkat dan cenderung tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan kelestarian
beberapa spesies biota yang hidup di perairan tersebut menjadi terganggu. Di
perairan Selat Sunda, ikan kuniran (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855)
merupakan jenis ikan demersal yang banyak tertangkap dibandingkan spesies
demersal lainnya. Pada tahun 2013, produksi ikan kuniran menurun sebesar
376.94 ton (25%) dibandingkan total produksi pada tahun 2008. Penurunan
produksi tersebut disertai oleh adanya indikasi eksploitasi berlebihan terhadap
ikan yang berukuran kecil dan ikan matang gonad. Ikan kuniran yang ditangkap
oleh nelayan umumnya didominasi oleh ikan-ikan kecil dan ikan matang gonad.
Hal ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan sumberdaya ikan kuniran di
habitatnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek-aspek dinamika populasi
dan biologi reproduksi ikan kuniran yang tertangkap di perairan Selat Sunda serta
merekomendasikan upaya pengelolaan berdasarkan informasi ekologis. Ikan
contoh dikumpulkan pada bulan April hingga Agustus 2015. Ikan contoh
diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di perairan Selat Sunda yang didaratkan di
Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Ikan contoh di analisis di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Di laboratorium, ikan contoh diukur, ditimbang dan dibedah,
selanjutnya organ reproduksi masing-masing ikan contoh diamati. Pengumpulan
data meliputi data primer, yakni hasil analisis ikan contoh di laboratorium dan
data sekunder, yakni publikasi ilmiah dan data statistik perikanan tangkap dari
instansi terkait.
Ikan contoh yang diperoleh selama penelitian sebanyak 811 ekor dengan
kisaran panjang total 82-219 mm. Ikan contoh terdiri dari ikan betina sebanyak
481 ekor dan ikan jantan 330 ekor. Pendugaan pertumbuhan dengan Von
Bertalanffy menunjukkan persamaan Lt = 235.55(1-e-0.41(t+0.22)) untuk ikan betina
dan Lt = 282.25(1-e-0.17(t+0.55)) untuk ikan jantan. Berdasarkan analisis hubungan
panjang-bobot, ikan kuniran di perairan Selat Sunda memiliki pola pertumbuhan
allometrik negatif. Ikan betina pertama kali tertangkap pada ukuran 134 mm,
sedangkan ikan jantan pada ukuran 135 mm. Ukuran pertama kali matang gonad
pada ikan betina dan ikan jantan, masing-masing 125 mm dan 151 mm. Pada ikan
betina, laju mortalitas M = 0.08, F = 2.26, Z = 2.34 dan laju ekploitasi (E) = 0.97.
Pada ikan jantan, laju mortalitas M = 0.14, F = 1.86, Z = 2.00 dan laju eksploitasi
(E) = 0.93. Analisis model produksi surplus dengan model Schaefer (R2 = 93%)
menghasilkan nilai MSY = 1 318.89 ton/tahun, fopt = 1 825.38 trip/tahun dan TAC
= 1 187.00 ton/tahun. Uji Chi-square pada nisbah kelamin ikan betina dan ikan
jantan secara keseluruhan tidak seimbang. Ikan betina didominasi oleh TKG III
dan TKG I, sedangkan ikan jantan didominasi oleh TKG I dan TKG II.
Berdasarkan proporsi TKG dan nilai IKG setiap bulan, puncak pemijahan ikan
kuniran di perairan Selat Sunda terjadi pada bulan April dan Agustus. Faktor
kondisi ikan kuniran setiap bulan bervariasi, tertinggi pada bulan Juni untuk ikan
betina dan pada bulan Agustus untuk ikan jantan. Fekunditas yang diperoleh
selama penelitian berkisar antara 955-59 356 butir telur. Berdasarkan analisis
diameter telur, ikan kuniran di perairan Selat Sunda diduga memiliki tipe
pemijahan parsial.
Pengelolaan yang direkomendasikan adalah pengaturan waktu penangkapan
dan memperhatikan ukuran ikan yang layak ditangkap. Pengaturan waktu
penangkapan ikan dimaksudkan untuk mengontrol aktivitas penangkapan ketika
ikan kuniran melakukan pemijahan terutama pada bulan puncak pemijahan seperti
bulan April dan Agustus, sehingga mengurangi eksploitasi pada ikan kuniran
matang gonad dan mencegah kegagalan reproduksi. Pengaturan ukuran ikan layak
tangkap dimaksudkan untuk memberikan peluang pertumbuhan bagi ikan-ikan
kecil hingga mencapai ukuran matang gonad dan bereproduksi. Hal ini dapat
mengacu pada ukuran ikan ketika pertama kali tertangkap tidak lebih kecil dari
ukuran ketika ikan tersebut mencapai ukuran pertama kali matang gonad.
Pengawasan terhadap perkembangan alat tangkap juga perlu lebih ditingkatkan
secara intensif dan kontinyu, terutama terhadap perkembangan alat tangkap yang
tidak selektif.
Collections
- MT - Fisheries [2935]