Pemanfaatan Automatic GIS (VORIS) untuk Penilaian Tingkat Risiko Jatuhan Piroklastik Gunungapi Kelud
View/ Open
Date
2018Author
Swardana, Ardli
Tjahjono, Boedi
Effendy, Sobri
Metadata
Show full item recordAbstract
Gunungapi Kelud merupakan salah satu gunungapi yang aktif di Indonesia,
terakhir meletus pada tahun 2014, menghasilkan material piroklastik sebanyak
1x108 m3 – 2x108 m3, dan mempunyai dampak kerusakan di daerah proksimal
hingga distal. Oleh karenanya kajian risiko letusan sangat diperlukan untuk
mendukung program mitigasi bencana.
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) memprediksi pola sebaran dan
ketebalan jatuhan piroklastik Gunungapi Kelud sebagai faktor bahaya di masa
mendatang, (2) melakukan pemetaan kerentanan pada radius 10 km dari pusat
letusan sebagai daerah bahaya utama, dan (3) melakukan pemetaan risiko dan
arahan mitigasinya.Lokasi penelitian, yaitu radius 10 km dari pusat letusan,
tercakup dalam tiga wilayah kabupaten, yaitu Kediri, Malang, dan Blitar.
Metode yang digunakan untuk membangun model bahaya jatuhan
piroklastik adalah mengacu padatool sistem informasi geografis VOlcanic Risk
Information System (VORIS) dengan input berupa data angin u dan v serta volume
magma yang dierupsikan. Metode pemetaan kerentanan dilakukan secara
dasimetrik, yaitu meliputi kerentanan fisik dan sosial yang diambil dari area
permukiman; kerentanan ekonomi yang diambil dari lahan pertanian (sawah,
perkebunan, dan tegalan); dan kerentanan lingkungan yang diambil dari area
hutan dan semak belukar. Untuk kegiatan wawancara dilakukan kepada
masyarakat dengan metode purposive sampling di 48 desa yang ada di daerah
penelitian. Peta risiko bencana dihasilkan melalui proses tumpang susun dari petapeta
bahaya dan kerentanan dan semua keluaran (peta-peta bahaya, kerentanan,
dan risiko) diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahaya sebaran material vulkanik
Gunungapi Kelud mempunyai pola yang beragam, yaitu berbentuk lingkaran dan
elips dengan arah persebaran dominan menuju ke barat hingga barat daya.
Sebaran bahaya tinggi terkonsentrasi di sekitar tubuh Gunungapi Kelud dan
menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari pusat letusan. Begitu pula
dengan pola ketebalan jatuhan piroklastik yang semakin menurun dengan semakin
menjauhnya dari pusat letusan. Jika letusan berlangsung pada musim angin
baratan, maka seluruh lokasi penelitian (31.403 ha)terliput oleh bahaya jatuhan
material vulkanik, Sebaliknya jika terjadi pada musim angin timuran, maka ada
sebagian lokasi yang tidak terliput oleh bahaya. Dengan demikian jika letusan
Gunungapi Kelud terjadi pada musim angin baratan, maka diprediksi dampak
letusannya paling besar. Pemodelan bahaya ini mempunyai tingkat akurasi MAE
sebesar 0,07 dan MAPE sebesar 11,23 atau tergolong dalam kategori baik. Hasil
perhitungan kerentanan menunjukkan bahwa kerentanan kelas tinggi hanya
terdapat pada area permukiman dengan luasan 1,40 % dari luas lokasi penelitian.
Sementara itu dari hasil analisis risiko menunjukkan bahwa risiko terluas terjadi
pada angin musim baratan yang puncaknya terjadi pada bulan Februari.
Berdasarkan hasil analisis risiko tersebut, maka arahan mitigasi yang dapat
disusun adalah pengembangan sistem pengelolaan lahan dan budidaya tanaman
baru, seperti memilih varietas tanaman tahan abu vulkanik, serta optimalisasi
peran pemerintah, baik sebelum maupun sesudah letusan, termasuk perlunya
asuransi pertanian.
Collections
- MT - Agriculture [3778]