Pemuliaan Tanaman Melon (Cucumis melo L.) untuk Kualitas Buah.
View/ Open
Date
2017Author
Huda, Amalia Nurul
Suwarno, Willy Bayuardi
Maharijaya, Awang
Metadata
Show full item recordAbstract
Melon (Cucumis melo L.) merupakan komoditas hortikultura yang
memiliki keragaman genetik sekaligus nilai ekonomi yang tinggi. Disamping itu,
melon mengandung vitamin C, A, B-6, E, K dan niasin, serta mineral kalium,
kalsium, Fe, magnesium, fosfor, natrium, dan zink. Upaya perbaikan kualitas buah
melon dan ketahanan tanamannya terhadap penyakit dapat dilakukan melalui
pemuliaan tanaman. Kegiatan perakitan varietas melon dapat diawali dengan
karakterisasi keragaman genetik pada suatu koleksi plasma nutfah dan dilanjutkan
dengan seleksi. Informasi nilai heritabilitas karakter-karakter penting buah melon
diperlukan untuk menduga respon terhadap seleksi. Selain itu, identifikasi
pengaruh interaksi genotipe × lingkungan seperti pelakuan KNO3, ketahanan
genotipe terhadap penyakit embun bulu (downy mildew), dan pengaruh stadia
kematangan buah dinilai penting dalam perakitan varietas melon untuk kualitas
buah yang baik.
Percobaan 1 bertujuan untuk mempelajari keragaman genetik dari
sejumlah genotipe melon berdasarkan karakter morfologi dan marka molekuler
(inter simple sequence repeat, ISSR). Percobaan ini terdiri atas dua set: (1)
karakterisasi berdasarkan morfologi menggunakan 17 genotipe melon, dan (2)
karakterisasi berdasarkan morfologi dan marka ISSR menggunakan 20 genotipe
melon. Hasil analisis set 1 menunjukkan adanya keragaman genetik pada 17
genotipe melon berdasarkan karakter morfologi kecuali umur berbunga
hermaprodit. Genotipe yang memiliki potensi untuk sifat bobot buah dan padatan
terlarut total (PTT) tinggi adalah P21 dan P19, sedangkan P2 dan P12 masingmasing
memiliki potensi yang baik untuk bobot buah dan PTT saja. Analisis
keragaman genetik gabungan menggunakan karakter morfologi dan marka ISSR
pada set 2 juga mampu menggambarkan keragaman genetik antar genotipe.
Karakter morfologi seperti ukuran buah dan jala pada permukaan buah berperan
dalam menguatkan struktur pengelompokan genotipe.
Percobaan 2 bertujuan untuk menduga nilai heritabilitas arti sempit (h2
ns)
melalui regresi parent-offspring dan mempelajari hubungan linier antar karakter
buah melon. Analisis parent-offspring dilakukan berdasarkan tiga metode, yaitu
rata-rata genotipe (mean basis), rata-rata plot (plot basis), dan nilai individu
tanaman (individual plant basis). Analisis ini menggunakan data percobaan pada
enam musim tanam dengan banyaknya genotipe yang berbeda antar musim. Hasil
analisis menunjukkan nilai h2
ns mean basis yang tinggi pada sejumlah karakter.
Analisis plot basis menunjukkan nilai h2
ns rendah hingga tinggi, sedangkan h2
ns
individual plant basis tergolong rendah hingga sedang untuk karakter buah. Bobot
buah berkorelasi nyata dan positif terhadap kandungan PTT, panjang buah,
diameter buah, tebal daging buah, dan tebal kulit buah. Pada simulasi seleksi
sebesar 5% berdasarkan karakter bobot buah dan PTT, diperoleh perkiraan
kemajuan seleksi masing-masing sebesar 23.64% dan 7.01% per generasi.
Percobaan 3 bertujuan untuk mengetahui karakteristik buah melon pada
lima stadia kematangan yang berbeda, dengan menggunakan beberapa genotipe
yang termasuk dalam dua kelompok kultivar: reticulatus dan inodorus. Penelitian
dilakukan dalam tiga musim tanam. Stadia kematangan buah ditentukan
berdasarkan warna kulit buah dan intensitas jala pada permukaan kulit buah, dan
pengaruhnya terhadap kualitas buah dipelajari melalui analisis gabungan antar
musim. Stadia kematangan berpengaruh nyata terhadap karakter panjang buah,
diameter buah, tebal daging buah, bobot buah, dan PTT. Nilai tengah bobot buah
pada stadia kematangan 4 (838.90 g) dan 5 (931.79 g) berbeda nyata lebih besar
dari stadia 1 (584.42 g). Pengaruh stadia kematangan terhadap PTT ditunjukkan
oleh perubahan stadia kematangan 2 (5.51 oBrix) ke 3 (6.13 oBrix) serta
perubahan stadia kematangan ke 5 (8.18 oBrix). Bobot buah berkorelasi nyata
dengan panjang buah (r=0.53), diameter buah (r=0.85), tebal kulit buah (r=0.33),
dan tebal daging buah (r=0.63). Stadia kematangan buah berpengaruh terhadap
kualitas buah, sehingga menjadi pertimbangan penting dalam penentuan kriteria
panen buah melon.
Percobaan 4 bertujuan untuk mempelajari interaksi genotipe dengan
perlakuan kalium (G×E) terhadap peningkatan kualitas buah. Genotipe melon
yang diuji memiliki keragaman pada sejumlah karakter yang diamati kecuali
panjang buah dan vitamin C. Pengaruh interaksi G×E nyata terhadap karakter PTT
dan total asam tertitrasi (TAT). P25 merupakan genotipe yang menunjukkan
respon positif berupa peningkatan PTT pada perlakuan KNO3, namun sebaliknya
genotipe Eagle, P311, dan IPB Meta 9 menunjukkan penurunan PTT yang
signifikan pada perlakuan KNO3.
Percobaan 5 bertujuan untuk mengidentifikasi genotipe yang relatif tahan
terhadap penyakit downy mildew. Evaluasi ketahanan genotipe terhadap penyakit
downy mildew dilakukan pada dua musim tanam. Tingkat keparahan penyakit
downy mildew umumnya tidak menunjukkan korelasi yang nyata dengan karakter
buah pada kedua musim tanam, kecuali karakter PTT pada musim tanam pertama.
Genotipe IPB Meta 9 menunjukkan ketahanan terhadap downy mildew yang relatif
lebih baik dibandingkan dengan varietas pembanding Eagle pada kedua musim
tanam.
Berdasarkan hasil keseluruhan percobaan diketahui bahwa analisis
gabungan berdasarkan karakteristik morfologi dan marka ISSR dapat digunakan
untuk mempelajari keragaman genetik antar genotipe melon. Nilai estimasi
heritabilitas arti sempit berdasarkan rata-rata genotipe pada beberapa karakter
buah yang diamati tergolong tinggi (> 50%). Peningkatan satu stadia kematangan
buah diperkirakan meningkatakan rata-rata bobot buah dan padatan terlarut total
masing-masing sebesar 85.69 g dan 0.69 oBrix. Genotipe P25 menunjukkan
respon positif berupa peningkatan PTT pada perlakuan KNO3, sedangkan
genotipe IPB Meta 9 dapat dijadikan sumber materi genetik untuk ketahanan
terhadap penyakit downy mildew.
Collections
- MT - Agriculture [3772]