Optimasi Kapal Pengawas Perikanan di WPP-NRI 711.
View/ Open
Date
2017Author
Krisnafi, Yaser
Iskandar, Budhi Hascaryo
Wisudo, Sugeng Hari
Haluan, John
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari tujuh
belas ribu pulau. Saat ini, negara Indonesia menduduki peringkat kedua produksi
perikanan dunia (391.931 ton) setelah China (843.626 ton). Sektor perikanan
menyumbang 3,25% (US $ 263 juta) terhadap PDB nasional (FAO 2016; KKP
2016). Untuk mendukung kebijakan nasional pengelolaan perikanan
berkelanjutan, Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Republik Indonesia telah
memiliki 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
(WPP NRI) yang mencakup seluruh perairan laut nasional (KKP 2009). Untuk
memastikan pelaksanaan program pemantauan, pengendalian dan pengawasan,
pemerintah Indonesia memiliki 35 kapal pengawas perikanan.
Sejak tahun 2000an, pelanggaran IUU Fishing dianggap sebagai ancaman
paling besar terhadap sumber daya perikanan Indonesia, menyebabkan kerugian
yang sangat besar sekitar US $ 7 juta per tahun. Sebagian besar kegiatan
IUU Fishing diyakini berlangsung di 3 (tiga) wilayah pengelolaan perikanan
dimana potensi tertinggi yaitu terjadi di Laut Arafura, Laut Sulawesi dan Laut
Natuna (sebagian besar Laut Cina Selatan), pada Laut Natuna rentan terhadap
terjadinya illegal fishing (DJPSDKP 2015). Dengan menggunakan metode
Quantum Geogafic Information System (QGIS), WPP NRI 711 memiliki luas laut
sebesar 266.382 mi² dimana didalamnya termasuk Laut Natuna dan berada di
tengah arus lalu lintas laut yang dikelilingi oleh lima negara antara lain Singapura,
Malaysia, Filipina, Vietnam dan Thailand.
Kapal patroli merupakan komponen utama dalam menjaga keamanan laut.
Tanpa kapal patroli dan hanya mengandalkan pengawasan dari udara dalam
memantau perairan wilayah operasi, dampaknya kurang efektif. Kehadiran kapal
patroli merupakan suatu yang utama karena akan menunjukkan kedaulatan
hukum negara dan kemampuan kontrol di wilayah tersebut (Munaf DR 2013).
Permasalahan pokok pada pengawasan perikanan tangkap adalah bagaimana
memberantas pelaku illegal fishing, untuk itu perlu adanya solusi dalam
melakukan kegiatan pengawasan perikanan tangkap diantaranya adalah
mengoptimalkan penempatan kapal pengawas perikanan sesuai dengan kebutuhan
dan keadaan kondisi dilapangan berbasis prioritas wilayah pengawasan dalam hal
ini adalah UPT Pengawasan SDKP.
Pengambilan keputusan untuk memilih UPT Pengawasan SDKP yang akan
diprioritaskan untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan pengawasan
perikanan di WPP NRI 711 sangat penting. Pihak Kementerian Kelautan
Perikanan seharusnya dalam mengambil keputusan harus melalui perhitungan dan
pemikiran jangka panjang agar keputusan yang diambil tidak salah. Permasalahan
penentuan prioritas pemilihan UPT Pengawasan SDKP merupakan masalah yang
komplek maka diperlukan suatu metode untuk membantu mengatasinya. TOPSIS
adalah metode pengambilan keputusan yang mampu menyelesaikan masalah
multi-criteria, prinsip kerja TOPSIS adalah alternatif yang dipilih harus memiliki
jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif. Dari
vi
pengujian 11 alternatif dari 6 kriteria didapatkan prioritas pengembangan UPT
Pengawasan SDKP di WPP NRI 711 adalah : Satker Batam = 0,672, Satker
Pontianak = 0,671, dan Satker Natuna = 0,647 hasil perangkingan tersebut akan
dijadikan acuan sebagai dasar penentuan strategi peningkatan pengawasan
wilayah perikanan di WPP NRI 711 sehingga mampu meminimalisasi kerugian
Negara akibat pencurian sumber daya ikan di wilayah Indonesia.
Strategi peningkatan dalam pengawasan wilayah perikanan salah satunya
adalah dengan menempatkan kapal pengawas perikanan dengan memperhatikan
UPT Pengawasan SDKP sebagai dermaga pangkalan dan coverage area wilayah
pengamanan. Permasalahan optimasi penugasan kapal pengawas perikanan ke
masing-masing UPT Pengawasan SDKP sesuai dengan spesifikasi yang
dimilikinya menjadi sesuatu hal yang sangat penting. Ditambah lagi dengan
keterbatasan jumlah kapal pengawas perikanan dan anggaran yang disediakan
negara mengakibatkan tidak mudah untuk memonitoring wilayah pengelolaan
perikanan setiap saat, sehingga diperlukan sebuah solusi untuk membantu proses
pengambilan keputusannya. Genetic Algorithms (GA) adalah suatu algoritma
pencarian (searching) berdasar cara kerja melalui mekanisme seleksi alam dan
genetik, elemen dasar dari GA adalah : reproduksi, crossover dan mutasi. Hasil
dari GA bukanlah global optimum melainkan adalah acceptable optimum. Pada
penelitian ini satu kromosom berisi tipe kapal dan UPT Pengawasan SDKP
dengan objective function memaksimalkan coverage area dan meminimalkan
biaya operasional.
Berdasarkan hasil analisis optimasi coverage area didapatkan kombinasi tipe
kapal untuk Batam sebanyak 3 kapal, Pontianak 3 kapal dan Natuna 5 kapal.
Batam memiliki nilai efisiensi yang tertinggi yaitu 7% ~ 5.378 mi2, untuk
Pontianak memiliki nilai efisiensi 4% ~ 2.532 mi2 dan untuk wilayah Natuna
memiliki nilai efisiensi yang tertinggi yaitu 9% ~ 11.683 mi2. Berdasarkan hasil
perhitungan dibutuhkan kapal pengawas sebanyak 11 kapal untuk mengamankan
wilayah WPP NRI 711 dengan coverage area maksimum sebesar 285.975 mi2 atau
terdapat peningkatan 7,4% dari luas area WPP NRI 711. Pemilihan kombinasi
kapal untuk penugasan dalam pengamanan wilayah perairan berdasarkan jumlah
hari operasional terbanyak dari beberapa solusi kombinasi kapal yang
direkomendasikan. Jumlah hari operasional kapal terbanyak pada UPT
Pengawasan SDKP Batam yaitu kombinasi kapal D-E-D dengan total hari
operasional 47 hari, Pontianak yaitu kombinasi kapal E-E-D dengan total hari
operasional 48 hari dan Natuna yaitu D-E-D-D-D dengan total hari operasional 44
hari.
Collections
- DT - Fisheries [725]