Efikasi Susu Protein Tinggi terhadap kuantitas dan Kualitas Konsumsi serta Komposisi Tubuh Anak
View/ Open
Date
2017Author
Irawan, Andi Muh Asrul
Kusharto, Clara Meliyanti
Tanziha, Ikeu
Metadata
Show full item recordAbstract
Kelompok usia anak-anak merupakan kelompok usia yang rentan terhadap
masalah gizi, salah satunya adalah gizi kurang. Anak dengan gizi kurang rentan
terhadap infeksi yang berakibat pada pertumbuhan fisik serta akan
mempengaruhi intelektual dan produktivitas di masa dewasa.Upaya untuk
mengatasi masalah gizi kurang adalah dengan konsumsi pangan sumber protein.
Protein merupakan zat gizi yang berperan dalam pengaturan pertumbuhan dan
perkembangan pada anak. Menurut Astawan (2005) pangan sumber protein yang
baik adalah susu, susu mengandung protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan anak. Penelitian yang dilakukan oleh Need et al. (2000) dan
Berkey et al. (2005) menyebutkan bahwa konsumsi susu dapat meningkatkan
berat badan seseorang, selain itu Hoffman et al. (2006) menyebutkan bahwa
terjadi peningkatan berat badan melalui peningkatan massa otot pada individu
setelah mengkonsumsi susu. Penelitian yang dilakukan oleh Lien et
al.(2009)menyebutkan bahwa terjadi peningkatan berat badan pada anak yang
mengkonsumsi susu. Beberapa penelitian sebelumnya dilakukan pada individu
yang sehat, namun belum terdapat penelitian mengenai manfaat susu protein
tinggi terhadap anak dengan status gizi kurang dalam upaya meningkatkan
komposisi tubuh, kuantitas dan kualitas konsumsi pada anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efikasi susu protein tinggi
terhadap kuantitas dan kualitas konsumsi serta komposisi tubuh anak. Tujuan
khusus yaitu menganalisis perbedaan dan perubahan konsumsi, komposisi tubuh,
kadar kreatinin dan status gizi pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol
sebelum dan setelah intervensi, menganalisis perbedaan aktivitas fisik pada
kelompok intervensi dibandingkan kontrol. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental dengan desain Randomized Control Trial (RCT). Kriteria inklusi
anak usia 9-12 tahun, dalam keadaan sehat dan status gizi kurang (>-3 s/d <-2
SD). Kriteria eksklusi yaitu intoleransi laktosa, alergi susu, memiliki riwayat
penyakit kronis dan berpartisipasi pada penelitian lain. Jumlah subjek sebanyak
42 anak yang akan dibagi dalam dua kelompok yaitu 21 subjek pada kelompok
perlakuan dan 21 subjek pada kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diberikan
intervensi susu protein tinggi selama 90 hari sebanyak 75 g (3x25g) sehari dan
pendidikan gizi sebanyak 6 kali pertemuan. Kelompok kontrol hanya diberikan
pendidikan gizi sebanyak 6 kali pertemuan.
Karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
massa lemak, massa otot dan kadar kreatinin. Karakteristik kedua kelompok
tidak berbeda signifikan (p>0.05). tidak terdapat perbedaan kuantitas konsumsi
pangan sumber karbohidrat, sayur, buah pangan sumber hewani dan nabati antar
kedua kelompok (p>0.05) sebelum dan setelah intervensi). Rerata skor HEI
(kualitas konsumsi) kelompok kontrol menurun -0.9±8.1, sedangkan rerata skor
kelompok perlakuan meningkat 10.2±5.3 dan berbeda signifikan antar kedua
kelompok. Sebelum intervensi asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak
tidak berbeda signifikan antar kedua kelompok (p>0.05), namun setelah
intervensi asupan energi, karbohidrat, protein, dan lemak pada kelompok
perlakuan meningkat lebih besar dan berbeda signifikan dengan kelompok
kontrol (p<0.05).
Tingkat kecukupan energi dan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan
lemak) pada kelompok perlakuan dan kontrol sebelum intervensi termasuk
kategori kurang <90% AKG, namun setelah intervensi susu protein tinggi tingkat
kecukupan energi dan zat gizi makro pada kelompok perlakuan meningkat dan
termasuk kategori cukup >90%AKG. Hasil uji independent t-test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan peningkatan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
makro antar kedua kelompok (p<0.05). tingkat kepatuhan konsumsi susu pada
kelompok perlakuan termasuk kategori tinggi >80% dengan rerata berat konsumsi
susu sebesar 67.96 g sehari. Aktivitas fisik pada kedua kelompok sebagian besar
kategori ringan (1.4-1.69), namun tidak ada perbedaan yang signifikan antara
kedua kelompok (p>0.05).
Massa lemak pada kelompok kontrol meningkat dengan rerata 0.65 ± 2.36
kg, sedangkan kelompok perlakuan meningkat 0.84 ± 1.45 kg, namun hasil uji
independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar
kedua kelompok (p>0.05). Persen lemak pada kedua kelompok masih termasuk
kategori normal sebelum dan setelah intervensi. kelompok kontrol mengalami
penurunan massa otot dengan rerata penurunan -0.02 ± 1.10 kg, sedangkan
kelompok perlakuan meningkat 0.74 ± 0.70 kg, hasil uji independent t-test
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok
(p<0.05).
Kadar kreatinin pada kelompok kontrol menurun dengan rerata -0.06 ± 0.13
g/dl, sedangkan kelompok perlakuan meningkat dengan rerata 0.02±0.14 g/dl,
namun tidak terdapat perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p>0.05). Kadar
kreatinin pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan masih termasuk
kategori normal. Tinggi badan pada kedua kelompok meningkat signifikan
(p<0.05) dengan rerata peningkatan 0.79±1.50 cm pada kelompok kontrol dan
1.18±0.79 pada kelompok perlakuan, namun hasil uji independent t-test
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok
(p>0.05). berat badan kedua kelompok meningkat signifikan (p<0.05),
peningkatan berat badan lebih besar pada kelompok perlakuan dengan rerata
1.60±0.89 kg dibandingkan kelompok kontrol yang hanya meningkat 0.91±0.92
kg. hasil uji independent t-test menunjukkan terdapat perbedaan peningkatan berat
badan antar kedua kelompok (p<0.05). Terdapat kecenderungan penngkatan zscore
(status gizi) lebih besar pada kelompok perlakuan dengan rerata peningkatan
0.51±0.38 dibandingkan kelompok kontrol yang hanya meningkat 0.28±0.52,
namun hasil uji independent t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara
kedau kelompok (p>0.05).
Susu protein tinggi dapat meningkatkan kualitas konsumsi, massa otot dan
berat badan pada anak dengan status gizi kurang. Saran untuk penelitian
selanjutnya perlu meningkatkan kepatuhan konsumsi agar pengaruhnya terhadap
status gizi dapat terlihat, selain itu perlu melibatkan anak dengan status gizi
normal dan gizi kurang untuk dapat melihat perbedaan respons perubahan
konsumsi tubuh dan status gizi pada anak.
Collections
- MT - Human Ecology [2255]