Sistem Nafkah Dan Adaptasi Ekologi Budaya Rumah Tangga Petani Karet Di Jambi
View/ Open
Date
2017Author
Kristiawan, Nana
Dharmawan, Arya Hadi
Wahyuni, Ekawati Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembangunan pertanian dan perkebunan karet di Jambi dilatarbelakangi
oleh adanya transmigrasi yang hadir pada tahun 1985 dari Pulau Jawa. Kehadiran
transmigrasi diikuti dengan adanya program penanaman karet bagi para
Transmigran Jawa. Saat transmigran masuk, di Jambi masih terjadi kegiatan
pertanian ladang berpindah yang terus berlanjut dari tahun 1920-sekarang
(Mulyoutami et al. 2010). Keberlanjutan kegiatan perladangan mempengaruhi
proses penyesuaian para transmigran dalam mencari penghidupan. Sementara itu,
tahun 1990, terjadi proses pemukiman warga Talang Mamak dan Pendatang
Melayu di Kabupaten Tebo, Jambi. Lalu tahun 2007 terjadi proses masuknya
program migrasi kembali oleh Pendatang Jawa dan proses resettement bagi warga
Pendatang Jawa. Ketiga kelompok masyarakat tersebut tinggal dalam suatu
kawasa Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, hidup berdampingan dan mencari
penghidupan.
Sistem penghidupan dari tiga kelompok ditentukan oleh ekologi dan budaya
masyarakat setempat. Penghidupan orang Talang Mamak mayoritas berladang,
berburu dan berkebun karet alami. Di lain pihak, kelompok Pendatang Melayu
melakukan kegiatan perladangan dan perdagangan. Sementara kelompok
Pendatang Jawa melakukan tanam padi sawah di lahan basah. Perbedaan pola
penghidupan dari tiap kelompok masyarakat dihadapkan pada komoditas karet di
sekitar Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT). Proses interaksi tiap kelompok
masyarakat terhadap ekologi tanaman karet akan terlihat perbedaan ekonomi
masyarakat dalam mengusahakan komoditas karet.
Usaha pertanian karet dipicu oleh adanya program transmigrasi dan
merupakan warisan Pemerintah Hindia Belanda sebagai prioritas utama
pembangunan ekonomi nasional. Program ini menimbulkan keresahan.
Sebagaimana penelitian dari Dendi et al. (2005) menyatakan bahwa industrialisasi
pertanian telah menimbulkan kerentanan nafkah bagi warga petani ladang di
Minangkabao. Penelitian yang sejenis telah dilakukan oleh Cecilie (2016),
menyatakan perubahan lahan pertanian menjadi perkebunan karet di China
berdampak pada kesuburan lahan dan produksi pangan pertanian. Padahal
industrialisasi pertanian bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil
pertanian. Dilematisasi atas program pembangunan pertanian menjadi alasan
peneliti mengkaji adaptasi ekologi tiga kelompok masyarakat dalam sistem nafkah
karet.
Tujuan dari penelitian yaitu mendeskripsikan perkembangan ekologi budaya
tiga kelompok masyarakat dalam mengembangkan nafkah di lokasi studi yakni di
Desa Suo-Suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi (Sekitar TNBT),
menganalisis adaptasi ekologi budaya tiga kelompok masyarakat terhadap sistem
ekonomi industrial perkebunan karet di Desa Suo-suo dan menganalisis stabilitas
ekonomi yang lebih baik dari tiga nafkah kelompok masyarakat di Suo-Suo.
Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan Mixed Method yaitu pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner dengan
pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sementara pendekatan
RINGKASAN
3
kualitatif menggunakan proses indepth interview dan observasi lapangan serta
Focus Group Discussion (FGD). Data-data dari survey yang terkumpul dianalisis
dengan menggunakan tabulasi silang dan tabel frekuensi dan analisis deskriptif
kualitatif.
Wilayah Desa Suo-Suo pada awalnya dikelilingi oleh kawasan hutan yang
kemudian mengalami perubahan menjadi kebun karet dan kelapa sawit.
Perubahan landskap ekologi ini bermula dari proses masuknya suku Talang
Mamak karena kejaran Belanda dari Datai, Riau tahun 1965. Tahun 1970-1980-an
adanya operasi PT DLK di kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT).
Setelah itu tahun 1990-an, warga Talang Mamak dipindahkan ke dusun
Semarantihan dan dimukimkan bersama warga Pendatang Melayu. Tahun 2000,
masuknya pendatang Jawa dan Pendatang Melayu mencari penghidupan di sekitar
TNBT. Lalu tahun 2007, dilakukan proses pemukiman Pendatang Jawa disertai
program pembangunan karet. Kemudian, tahun 2008, mulai masuknya
Perkebunan Karet di sekitar TNBT. Terakhir, tahun 2012 masuknya perusahaan
kelapa sawit diikuti dengan pembagian bibit kelapa sawit kepada warga Desa
Suo-Suo.
Perkebunan karet dan sawit sangat mempengaruhi adaptasi ekologi terutama
komunitas Pendatang Melayu. Sementara Talang Mamak dan Pendatang Jawa
menunjukkan ekologi budaya yang bertitik berat pada sumber daya hutan.
Interaksi mereka dengan hutan mewarnai sangat kuat terhadap sistem
penghidupan mereka (Talang Mamak dan Pendatang Jawa). Talang Mamak dan
Pendatang Jawa sekalipun berbasis pada ekosistem hutan, namun Talang Mamak
menunjukkan cara bernafkah hunting and gathering, sementara Pendatang Jawa
bekerja di hutan sebagai pembalak kayu. Selain itu, terdapat tiga jenis komunitas
(Talang Mamak, Pendatang Melayu dan Jawa) yang terbentuk dari adaptasi
ekologi budaya mereka dengan ekosistem setempat. Tiga bentuk komunitas
terbentuk anatara lain; forest dependent community, Adapted Commercial
Community dan Modern Community. Di lain pihak, stabilitas ekonomi rumah
tangga Pendatang Melayu dilihat dari struktur pendapatan dan tingkat
kelentingannya jauh lebih baik dibandingkan dua komunitas yang lain. Hal ini
karena daya adaptasi mereka terhadap lingkungan lebih tinggi terutama dalam
ragam pekerjaan yang lebih banyak.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]