Strategi Manajemen Perikanan Demersal (Nemipterus japonicus) Di Perairan Inshore Laut Jawa
View/ Open
Date
2017Author
Hastuti, Kholilah Sri
Yonvitner
Boer, Mennofatria
Metadata
Show full item recordAbstract
Tantangan pengelolaan sumberdaya ikan demersal masih sangat besar, hal
tersebut berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan demersal
belum sepenuhnya memadai. Salah satu unsur penting dalam penentuan
pengelolaan sumberdaya ikan adalah rekomendasi yang didasarkan pada kondisi
stok sumberdaya ikan. Pada kenyataannya informasi tentang kondisi stok ikan
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, analisis mengenai kondisi stok ikan
demersal dibutuhkan sebagai bagian dari inventarisasi status stok jenis-jenis
sumberdaya ikan demersal di perairan inshore Laut Jawa. Perairan tersebut
merupakan daerah perairan yang mengalami tekanan penangkapan cukup tinggi,
dibandingkan dengan daerah yang lebih dalam. Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)
Kronjo merupakan salah satu basis nelayan yang memiliki daerah operasi
penangkapan di inshore Laut Jawa (Perairan Utara Jawa, Timur Lampung, Timur
Sumatera Selatan, dan Selatan Bangka Belitung).
Ikan kurisi merupakan salah satu jenis ikan demersal yang memiliki
sebaran luas dan tertangkap sepanjang tahun. Informasi mengenai status stok ikan
tersebut pada perairan inshore Laut Jawa diharapkan dapat dijadikan salah satu
rekomendasi bagi pengelolaan ikan kurisi di Laut Jawa. Rekomendasi tersebut
dibutuhkan sebagai science evidence sebagai dasar keputusan dalam menyusun
langkah-langkah upaya pengelolaan ikan kurisi pada khususnya dan ikan demersal
pada umumnya. Informasi mengenai status stok ikan kurisi yang tertangkap pada
daerah inshore Laut Jawa, dapat diperoleh melalui analisis pendugaan stok
berbasis data panjang dengan indikator parameter populasi dan potensi ratio
pemijahan sebagai dasar penentuan titik acuan pengelolaan. Pada penelitian ikan
kurisi jenis yang didaratkan di PPI Kronjo, identifikasi ukuran panjang ikan kurisi
dibedakan berdasarkan lama operasi penangkapan (trip): 1-2 hari, 3-7 hari, dan
8-20 hari. Perbandigan tersebut bertujuan untuk melihat sebaran daerah
penangkapan dan kemungkinan ukuran ikan kurisi yang dapat tertangkap.
Proporsi hasil tangkapan ikan kurisi dari total produksi yang didaratkan di
PPI Kronjo, didapatkan bahwa pada trip 1-2 hari hanya 6, trip 3-7 hari memiliki
kontribusi produksi ikan kurisi 20%, dan trip 8-20 hari dengan kontribusi terbesar
yaitu 73%. Hasil identifikasi terhadap ikan kurisi yang didaratkan di PPI Kronjo
selama bulan Januari-Oktober 2015, didapatkan sepuluh jenis ikan kurisi antara
lain: N. bathybius, N. hexodon, N. japonicus, N. marginatus, N. mesoprion,
N. nematophorus, N. peronii, N. Sp. 2, N. tambuloides, N. nemurus.
Analisis biologi terhadap N. japonicus diketahui bahwa rata-rata ukuran
tertangkap pada trip 1-2 hari (116,50 mm), trip 3-7 hari (131,40 mm) dan trip
8-20 hari (144,40 mm). Pola pertumbuhan ikan kurisi yang di daratkan di PPI
Kronjo, bersifat allometrik negatif. Pada trip 1-2 hari ukuran N. japonicus betina
L∞ (167,35 mm), trip 3-7 hari (235,65 mm), dan trip 8-20 hari (231,65 mm). Nilai
K tertinggi pada ikan kurisi dengan trip 1-2 hari, ikan yang berada pada perairan
dengan trip 1-2 hari mempunyai potensi pertumbuhan yang lebih tinggi, diduga
berkaitan dengan kondisi lingkungan dan fase perkembangan pertumbuhan dan
berpotensi bagi pemulihan stok.
Proporsi N. japonicus betina yang tertangkap dalam keadaan immature
tertinggi pada trip 1-2 hari (100%), trip 3-7 hari (84 %), dan trip 8-20 hari (73%).
Ukuran panjang pertama kali tertangkap (Lc) N. japonicus betina pada trip 1-2 hari
(111,42 mm), trip 3-7 hari (126,96 mm), dan trip 8-20 hari (137,59 mm). Ukuran
pertama kali matang gonad (Lm) pada trip 3-7 hari memiliki panjang 141,20 mm
dan untuk trip 8-20 hari dengan pajang 154,82 mm. Kondisi ukuran Lc< Lm,
mengindikasikan bahwa ikan yang tertangkap lebih dominan merupakan ikan
berukuran kecil yang belum matang gonad, sehingga pengelolaan dapat
ditekankan pada selektivitas alat, untuk dapat menangkap ikan yang berukuran
lebih besar pada tingkat kedalaman yang lebih dari >35 m. Kegiatan operasi
penangkapan ikan pada ketiga jenis trip tersebut memberikan efek growth
overfishing terhadap sumberdaya ikan kurisi, ikan yang tertangkap didominasi
oleh ikan kurisi berukuran kecil.
Tingkat eksploitasi N. japonicus betina pada masing-masing trip
menunjukkan nilai E>0,5, indikator tersebut menunjukkan menunjukkan tingkat
kerentanan penangkapan. Dengan indikator tersebut pengelolaan yang dapat
dilaksanakan dengan pengurangan upaya penangkapan, baik pengurangan trip
maupun armada penangkapan, dan jika memungkinkan dengan penutupan
sementara daerah penangkapan. Nilai indeks kematangan gonad tertinggi pada
bulan Juli dan Agustus, diduga bahwa puncak dari pemijahan berada di bulan
tersebut. Recruitment diduga pada bulan sebelumnya yaitu antara bulan
April – Juni. Potensi rasio pemijahan trip 3-7 hari dengan SPR 13% pada ukuran
143,6 mm, dan trip 8-20 hari dengan SPR 16% pada ukuran 162,68 mm,
mengindikasi bahwa ikan besar masih dalam kondisi yang lebih stabil, dimana
nilai SPR>10%. Rekomendasi pengelolaan dengan meningkatkan potensi
pemijahan pada tingkat SPR 20% dengan menetapkan ukuran yang boleh
tertangkap pada ukuran 166,40 mm.
Collections
- MT - Fisheries [2934]