Evaluasi Imunitas Maternal Ikan Mas (Cyprinus carpio) Menggunakan Vaksin DNA anti KHV GP-25 dengan Waktu Vaksinasi Pra-Pijah Berbeda
Abstract
Koi herpesvirus (KHV) telah ditetapkan sebagai penyebab penyakit utama pada ikan mas (Cyprinus carpio) golongan satu di Indonesia. Virus yang juga dikenal dengan cyprinid herpes virus-3 (CyHV-3) ini sangat virulen dan bisa menyebabkan kematian 80-100% kurang dari 7 hari pascainfeksi. Metode yang diketahui efektif untuk mencegah infeksi KHV adalah vaksinasi. Berbagai jenis vaksin masih terus dikembangkan untuk mencegah infeksi KHV dan salah satu diantaranya adalah vaksin DNA GP-25. Keberhasilan aplikasi vaksin DNA yang diketahui mampu memberikan proteksi terhadap infeksi KHV hingga 84.67% melalui metode injeksi ini belum diaplikasikan pada stadia awal ikan mas. Hasil studi kohabitasi menunjukkan bahwa stadia awal ikan mas sangat rentan terhadap infeksi KHV dan berpotensi menjadi carrier. Hal tersebut dikarenakan organ kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga kemampuan perlindungan terhadap infeksi masih sangat bergantung pada imunitas asal induk. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi KHV pada stadia awal ikan mas adalah dengan meningkatkan kekebalan maternal melalui vaksinasi induk. Vaksinasi pada induk juga tergolong mudah, aman, hemat dan efisien dalam aplikasinya meskipun memiliki kelemahan berupa waktu proteksi yang singkat. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi imunitas maternal pada induk dan benih ikan mas menggunakan vaksin DNA anti KHV GP-25 dengan waktu vaksinasi pra-pijah berbeda. Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan mas varietas majalaya yang diperoleh dari pembudidaya di Desa Cibanteng Kab. Bogor, Jawa Barat dengan bobot 2.38±0.32 kg untuk betina dan 1.58±0.25 kg untuk jantan. Vaksin yang digunakan adalah vaksin DNA pmBA-GP25 dan filtrat KHV yang diperoleh dari hasil pengganasan virus di BBPBAT Sukabumi. Vaksinasi dilakukan secara injeksi pada bagian dorsal dengan dosis 12.5 μg/100 gram ikan yang dilarutkan dalam 1 mL PBS. Perlakuan waktu yang digunakan terdiri dari perlakuan A induk divaksinasi 30 hari pra-pijah, perlakuan B 45 hari pra-pijah, perlakuan C 60 hari pra-pijah, dan kontrol (K) dengan tanpa vaksinasi (hanya diijenksi PBS). Pengamatan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi ikan, mengukur diameter telur dan indeks kematangan gonad untuk menilai kesiapan induk memijah. Pemijahan dilakukan secara buatan dan selama pemeliharaan larva dilakukan pengambilan serum serta uji tantang. Parameter uji meliputi produksi dan pertumbuhan, gambaran darah induk, titer antibodi (induk, telur dan benih), kelangsungan hidup (KH), kelangsungan hidup relatif (RPS) dan pola kematian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi vaksin DNA GP-25 tidak berpengaruh terhadap fekunditas induk, namun berpengaruh pada derajat penetasan telur. Hal ini diketahui dari nilai derajat penetasan induk yang divaksinasi 60 hari pra-pijah (89.39±4.17%) lebih tinggi siginifikan dibanding induk yang divaksinasi 30 hari pra-pijah (81.65±4.16%), 45 hari pra-pijah (78.66±4.85%) dan kontrol (74.61±1.69%). Laju pertumbuhan harian dan laju pertumbuhan mutlak benih dari
induk yang divaksinasi juga lebih tinggi dibandingkan kontrol (p<0.05), sedangkan kelangsungan hidup kumulatifnya tidak berbeda nyata (p>0.05). Vaksinasi pada induk juga direspons oleh sistem imun non spesifik yang ditunjukkan dengan nilai gambaran darah. Pada kelompok induk yang divasinasi mengalami peningkatan leukosit (11.16x104 - 14.26x104) dan aktivitas fagositik (10.60±2.92 - 13.76±4.00) pada 30 hari pascavaksinasi (hpv) namun masih dalam kisaran normal. Selain itu, pemberian vaksin juga direspons oleh sistem imun spesifik dengan adanya perubahan nilai titer antibodi yang mengalami peningkatan pada semua induk vaksinasi sampai 60 hpv dan menurun pada 75 hpv. Adanya aktivitas pemijahan juga menyebabkan penurunan jumlah antibodi pada induk 15 hari setelah pemijahan. Perbedaan waktu vaksinasi pra-pijah memberikan pengaruh terhadap jumlah antibodi yang ditransfer ke telur dan benih. Telur dan benih yang dihasilkan oleh induk yang divaksinasi memiliki titer antibodi yang lebih tinggi (p<0.05). Titer antibodi yang tinggi pada benih tersebut mampu meningkatkan kekebalan benih pada infeksi KHV, sehingga tingkat proteksinya dapat lebih tinggi (p<0.05) dibandingkan benih dari induk tanpa vaksinasi (kontrol). Perlakuan C diketahui memiliki titer antibodi tertinggi pada telur dan benih sehingga kelangsungan hidup benih yang diuji tantang dengan KHV juga lebih tinggi. Nilai RPS pada benih yang lebih dari 50% tersebut, menunjukkan efektivitas proteksi imunitas maternal yang dihasilkan dari aplikasi vaksin DNA GP-25. Pengamatan pola kematian benih saat uji tantang dilakukan pada umur 7, 14, 21 dan 28 hari pascapenetasan (hpt). Hasilnya menunjukkan bahwa kematian benih umur 7 hpt (H7) dimulai pada 10 hari pascainfeksi (hpi) baik pada benih dari induk kontrol maupun perlakuan. Pada benih umur 14 sampai 28 hpt kematian ikan dimulai lebih cepat yakni pada 6-7 hpi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa aplikasi vaksin DNA untuk imunitas maternal dapat meningkatkan respons imunitas induk, telur dan benih. Vaksinasi induk juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan benih dan derajat penetasan telur namun tidak berpengaruh pada fekunditas. Induk yang divaksinasi 60 hari pra-pijah diketahui sebagai perlakuan terbaik karena memiliki nilai relative percent survival tertinggi.
Collections
- MT - Fisheries [3011]