Efektivitas Induksi Poliploidi dengan Modifikasi Media Pra dan Pasca Perlakuan Kolkisin pada Protokorm Phalaenopsis amabilis Blume secara In Vitro.
View/ Open
Date
2017Author
Putri, Astrid Aditya
Sukma, Dewi
Aziz, Sandra Arifin
Syukur, Muhamad
Metadata
Show full item recordAbstract
Phalaenopsis amabilis Blume sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
tetua persilangan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemulia tanaman hias
berusaha meningkatkan potensi anggrek Phalaenopsis dengan perluasan
keragaman genetik, di antaranya melalui induksi poliploidi. Induksi poliploidi
pada umumnya digunakan untuk menghasilkan zuriat yang lebih baik. Penelitian
induksi poliploid seringkali mengalami kesulitan terkait metode yang efektif
untuk menghasilkan individu poliploid dengan persentase tinggi. Kimera dan
mixoploid merupakan masalah penting dalam program pemuliaan tanaman
menggunakan induksi poliploid. Penelitian terkait induksi poliploidi pada
protokorm memerlukan metode alternatif seperti salah satunya dengan modifikasi
media sebelum atau setelah induksi poliploidi yang diduga dapat mendorong
kondisi meristematik tinggi pada sel-sel protokorm.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan regenerasi
protokorm Phal. amabilis dengan penambahan hormon sitokinin dan air kelapa
pada media pra perlakuan dan media pasca perlakuan kolkisin serta pengaruhnya
terhadap keberhasilan induksi poliploidi Phal. amabilis. Modifikasi media pra
perlakuan (Percobaan 1) dan media pasca perlakuan (Percobaan 2) menggunakan
komposisi media perlakuan yang sama, yaitu: ½MS + 15% air kelapa (AK); ½MS
+ 0.51 mg L-1 BAP; ½MS + 0.5 mg L-1 TDZ; ½MS + 15 % AK + 0.51 mg L-1
BAP; ½MS + 15% AK + 0.5 mg L-1 TDZ. Media perlakuan pada Percobaan 1
diberikan sebelum induksi poliploidi menggunakan kolkisin dan pada Percobaan 2
diberikan setelah induksi poliploidi menggunakan kolkisin.
Hasil menunjukkan bahwa pada Percobaan 1 persentase hidup protokorm
tertinggi terdapat pada media yang ditambahkan air kelapa. Peubah persentase
protokorm bermultiplikasi menunjukkan perlakuan yang diberi air kelapa
sebanyak 15% dengan penambahan hormon sitokinin meningkatkan persentase
multiplikasi. Hal ini kemungkinan akibat air kelapa yang juga mengandung
fitohormon, bekerja bersama hormon sitokinin sintetis yang diberikan (BAP atau
TDZ) sehingga lebih efektif dalam mendorong multiplikasi protokorm. Hasil juga
menunjukkan bahwa komposisi media dengan penambahan hormon sitokinin
sintetis (BAP dan TDZ) cenderung menghambat pertumbuhan daun. Hal ini
kemungkinan karena aktifitas sitokinin yang merangsang proliferasi namun
cenderung menghambat pertumbuhan lebih lanjut.
Modifikasi media perlakuan mempengaruhi keberhasilan induksi
poliploidi. Skrining berdasarkan karakter morfologi planlet menghasilkan tipe
normal (N) dan diduga poliploid (DP), pada planlet diduga poliploid dihasilkan
63% plantlet poliploid dari media ½MS + 15% AK + 0.5 mg L-1 TDZ. Telah
dilakukan konfirmasi poliploidi dengan analisis stomata dan poliploid. Hasil
menunjukkan rata-rata ukuran stomata dan densitas stomata dari sampel planlet
tipe DP menunjukkan perbedaan nyata berdasarkan uji t pada taraf 1%, dengan
nilai rata-rata ukuran stomata 0.4 kali lebih besar dari planlet tipe N dan densitas
stomata lebih kecil 0.56 kali dari planlet tipe N. Analisis kloroplas menunjukkan
100% sampel planlet dari tipe DP memiliki jumlah kloroplas pada sel penjaga
lebih banyak dari planlet tipe N dan kontrol. Analisis kromosom menunjukkan
20% sampel planlet dari tipe DP memiliki jumlah kromosom berlipat
dibandingkan dengan kontrol.
Modifikasi media perlakuan pada Percobaan 2 diberikan setelah induksi
poliploidi. Hasil memperlihatkan bahwa modifikasi media pasca perlakuan
mempengaruhi pertumbuhan protokorm. Penambahan hormon sitokinin pada
media setelah perlakuan kolkisin mendorong pertumbuhan, multiplikasi dan
morfogenesis protokorm. Penambahan hormon TDZ pada media mendorong
persentase multiplikasi dan persentase protokorm berdaun, sedangkan pada
persentase protokorm berakar, media dengan penambahan BAP memperlihatkan
hasil yang lebih baik.
Percobaan 2 menunjukkan bahwa media terbaik pada pertumbuhan dan
regenerasi protokorm terdapat pada media tanpa penambahan air kelapa. Hal ini
diduga akibat perlakuan kolkisin yang diberikan sebelum media perlakuan
mengakibatkan protokorm menjadi terganggu metabolisme dan pertumbuhannya,
sehingga penyerapan zat pada media menjadi terhambat. Dengan keadaan tersebut
diduga hanya hormon yang bersifat kuat saja yang memberikan pengaruh terhadap
protokorm.
Skrining berdasarkan karakter morfologi planlet menghasilkan tipe normal
(N) dan diduga poliploid (DP). Penambahan hormon pada media setelah
perlakuan kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap hasil induksi poliploidi.
Hasil terbaik dengan jumlah planlet DP terbanyak diperoleh pada komposisi 15%
AK + 0.5 mg L-1 TDZ sebesar 67.5%. Percobaan ini tidak dilakukan analisis
stomata dan analisis kromosom, planlet yang dihasilkan dari media setelah
perlakuan kolkisin sebagian besar berukuran kecil, berupa planlet abnormal,
persentase planlet mati yang besar, dan persentase planlet berakar yang sangat
kecil terutama untuk planlet yang diduga poliploid, sehingga sulit didapatkan
organ yang siap untuk menjadi bahan analisis kromosom maupun stomata.
Hasil Percobaan 1 dan Percobaan 2 menunjukkan bahwa modifikasi media
perlakuan dengan penambahan hormon sitokinin ataupun air kelapa lebih baik
dilakukan sebelum perlakuan kolkisin. Penambahan hormon pada media sebelum
perlakuan kolkisin, menghasilkan persentase pertumbuhan dan multiplikasi lebih
tinggi. Hasil skrining planlet diduga poliploid pada Percobaan 1 menghasilkan
persentase planlet diduga poliploid lebih besar. Hal ini terjadi kemungkinan
karena jika penambahan hormon sitokinin dilakukan pada media setelah perlakuan
kolkisin, protokorm dalam keadaan tidak normal dan mengalami cekaman akibat
perlakuan kolkisin, sehingga penyerapan hara dan hormon pada media tidak
sempurna dan terhambat.
Collections
- MT - Agriculture [3772]