Analisis Forest Reference Emission Level (FREL) Berdasarkan Deforestasi Tidak Terencana di Taman Hutan Raya Sekitar Tanjung
View/ Open
Date
2017Author
Febriani, Indri
Prasetyo, Lilik Budi
Dharmawan, Arya Hadi
Metadata
Show full item recordAbstract
Perubahan iklim merupakan isu lingkungan yang telah banyak diperbincangkan. Perubahan iklim telah terjadi sejak abad ke-19 yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata suhu bumi. Perubahan iklim terjadi karena meningkatnya gas rumah kaca (CO2, CH4, N2O dan gas lainnya) di atmosfer. Sektor kehutanan melalui deforestasi menyumbang gas CO2 dan berperan terhadap perubahan iklim. Deforestasi di Tahura termasuk ke dalam deforestasi tidak terencana. Hal ini dikarenakan deforestasi terjadi melalui illegal logging dan kebakaran hutan. Untuk mengurangi emisi CO2 dan mengurangi deforestasi, Tahura dapat berpartisipasi dalam skema REDD+. Salah satu elemen yang perlu dipersiapkan dalam skema REDD+ adalah FREL (Forest Reference Emission Level). FREL menggambarkan perubahan kandungan karbon di suatu kawasan jika tidak ada kegiatan REDD+.
Dalam membangun baseline FREL membutuhkan data aktivitas dan faktor emisi. Data aktivitas yaitu analisis historis perubahan hutan (deforestasi). Dalam memprediksi deforestasi di masa depan dan juga untuk menguji faktor yang berpengaruh terhadap deforestasi menggunakan regresi logistik. Tujuan dari penelitian ini adalah, 1) analisis perubahan tutupan hutan, 2) identifikasi faktor yang menyebabkan terjadinya deforestasi, 3) Prediksi terjadinya deforestasi di masa yang akan datang, 4) membangun baseline FREL berdasarkan deforestasi tidak terencana, 5) membuat skema pengembangan hutan berbasis masyarakat, 6) membuat skenario insentif karbon untuk mengurangi deforestasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi tutupan lahan pada tahun 2000, 2009, dan 2015 pada umumnya didominasi oleh hutan, semak dan rumput serta perkebunan. Pada periode 2000-2009 telah terjadi deforestasi yang ditunjukkan dengan adanya penurunan luas hutan sebesar 5.907,51 ha yang diakibatkan karena perubahan hutan menjadi semak dengan presentase 90,74%. Pada periode 2009-2015, deforestasi terjadi karena perubahan hutan menjadi semak dan rumput sebesar 48,08% dan perubahan hutan menjadi perkebunan dengan presentase 42,58%. Faktor yang menyebabkan terjadinya deforestasi di Tahura antara lain jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari kebun dan jumlah penduduk. Prediksi model deforestasi di tahun 2030 total luas hutan yang terdeforestasi sebesar 102.96 ha.
Perubahan dan prediksi kandungan karbon (FREL) di Tahura menunjukkan terjadi penurunan kandungan karbon selama periode 2000-2015. Pada tahun 2000 kandungan karbon Tahura sebesar 7.883.489,85CO2e dan pada tahun 2015 sebesar 6.263.729,26 CO2e . Pada periode 2000-2009 Tahura telah melepaskan emisi sebesar 1.189.841,37 ton CO2e dan pada periode 2009-2015 melepas emisi sebesar 429.919,22 ton CO2e. Pada tahun 2030 diprediksi Tahura akan melepas emisi sebesar 1.271.576,23 CO2e. Jika tidak ada campur tangan pemerintah.
Terdapat tiga skema untuk mengurangi deforestasi dengan pelibatan masyarakat yaitu 1) skema agroforestri dan 2) skema reforestasi dan 3) skema pemanfaatan HHBK. Perlu membangun kelembagaan di Tahura antara lain kelompok tani, pendamping penyuluh kehutanan, koperasi, polisi hutan dan program keluarga berencana. Terkait dengan tambahan karbon, terdapat dua skenario yang dapat dilakukan di Tahura. Pertama, skenario 1 dengan pemanfaatan HHBK dan menjaga luasan hutan Tahura, maka pada tahun 2030 akan memperoleh tambahan karbon sebesar 2.312.476 ton CO₂e dan manfaat ekonomi karbon yang akan diperoleh masyarakat berkisar antara Rp 356.589 sampai Rp 1.935.127 per rumah tangga. Kedua, skenario 2 dengan program reforestasi menggunakan tanaman jelutung, maka pada tahun 2030 akan memperoleh tambahan karbon sebesar 3.034.709 ton CO₂e dan manfaat ekonomi karbon yang akan diperoleh masyarakat berkisar antara Rp 467.958 sampai Rp 2.539.506 per rumah tangga.