Suksesi Vegetasi Dan Kualitas Tanah Ekosistem Hutan Pegunungan Papandayan Pasca Gangguan
View/ Open
Date
2017Author
Mulyana, Dadan
Kusmana, Cecep
Budi, Sri Wilarso
Wasis, Basuki
Metadata
Show full item recordAbstract
Gunung Papandayan memiliki peran penting sebagai sistem penyangga kehidupan di bawahnya, karena dapat menjaga kestabilan pola tata air, menjaga kesuburan lahan, perbaikan kualitas iklim mikro dan perlindungan terhadap faktor alami perusak. Kawasan ekosistem hutan pegunungan Gununung Papandayan secara hidrologis merupakan daerah hulu tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) besar di Jawa Barat, yaitu Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, dan sebagian kecil DAS Ciwulan. Sebagai salah satu hutan yang dikelilingi oleh pemukiman penduduk, hutan di kawasan Pegunungan Papandayan tidak luput dari gangguan, sehingga terjadi perubahan penutupan lahan hutan. Gangguan ekosistem hutan Gunung Papandayan yang terjadi secara terus menerus dapat menimbulkan kondisi kritis, baik terhadap lahan maupun kondisi hutannya. Gangguan terhadap ekosistem hutan akan menyebabkan terjadinya perubahan keanekaragaman hayati pada hutan. Saat ini masih sedikit penelitian mengenai tingkat gangguan, kondisi vegetasi, dan kondisi tanah pada hutan terganggu di ekosistem hutan pengunungan seperti di Gunung Papandayan tersebut di atas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat gangguan, suksesi vegetasi dan kualitas tanah ekosistem hutan terganggu di Gunung Papandayan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengelolaan ekosistem hutan pegunungan, khususnya restorasi hutan di Gunung Papandayan. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat beberapa gangguan yang terjadi di ekosistem hutan pegunungan Gunung Papandayan. Jenis gangguan tersebut terdiri dari letusan Gunung Papandayan tahun 2002, kebakaran hutan, penebangan liar dan perambahan kawasan. Berdasarkan nilai Luas Bidang Dasar (LBDS) tinggkat gangguan di lokasi penelitian adalah gangguan sedang pada hutan relatif utuh ( LBDS rata-rata = 31.92 m2 haˉ¹), tingkat gangguan berat pada areal hutan terganggu penebangan liar ( LBDS rata-rata = 28.67 m2 haˉ¹), dan tingkat gangguan sangat berat pada areal perambahan kawanan ( LBDS rata-rata = 8.65 m2 haˉ¹), kebakaran hutan ( LBDS rata-rata = 11.75 m² haˉ¹), dan areal bekas letusan gunung Papandayan tahun 2002 ( LBDS rata-rata = 3.66 m2 haˉ¹). Kondisi tumbuhan pada areal-areal yang terganggu mengalami perubahan komposisi jenis dan strukturnya. Keanekaragaman jenis tumbuhan meningkat dengan meningkatnya tingkat gangguan, tetapi menurun pada tingkat gangguan sangat berat. Hasil penelitian menunjukkan pada tingkat gangguan berat di areal penebangan liar dan perambahan kawasan keanekaragaman jenisnya lebih tinggi daripada hutan relatif utuh, sebaliknya keanekaragaman jenis tumbuhan pada tingkat gangguan sangat berat di areal hutan terganggu karena kebakaran dan letusan keanekaraganan jenisnya lebih rendah. Jenis dominan pada areal hutan relatif utuh adalah Schima noronhae, sedangkan jenis dominan pada areal terganggu penebangan liar, perambahan kawasan, areal kebakaran hutan, dan areal terkena letusan berturut turut adalah Eugenia operculata, Castanopsis javanica, Myrica javanica, dan Distylium stellare. Kerapatan tumbuhan tertinggi pada tingkat semai sedangkan kerapatan tumbuhan terendah terdapat pada tingkat pohon. Struktur tegakan untuk semua areal pengamatan berbentuk huruf “J” terbalik yang menunjukkan adanya jaminan untuk bersuksesi menuju kondisi hutan seperti semula. Secara umum kualitas tanah menurun seiring dengan meningkatnya tingkat gangguan. Pada lokasi penelitian kandungan karbon organik tanah (C%) tergolong sedang pada tingkat gangguan sedang dan menurun menjadi rendah dengan meningkatnya tingkat gangguan. Kandungan unsur hara makro, yaitu nitrogen tanah (N%), pospor tanah (P%) dan Kalium (K cmol kg ˉ¹) menurun dari tinggi pada tingkat gangguan sedang menjadi rendah pada tigkat gangguan berat dan sangat berat, begitupun nilai pH semakin masam dengan meningkatnya tingkat gangguan. Nilai kapasitas tukar kation (KTK cmol kgˉ¹) juga menurun dengan meningkatnya tingkat gangguan. Ekosistem hutan pegunungan Gunung Papandayan belum mencapai hutan klimaks, hal ini ditandai dengan adanya pohon puspa (Schima noronhae) famili Theaceae dan kihujan (Engelhardtia spicata) famili Junglandaceae yang mendominasi areal hutan relatif utuh, namun ekosistem hutan ini sudah menuju hutan klimaks yang ditandai dengan ditemukan jenis-jenis vegetasi penyusun hutan klimaks, diantaranya adalah pasang (famili Fagaceae) dan huru (famili Lauraceae). Gangguan pada ekosistem hutan telah menjadikan terbukanya penutupan lahan hutan menjadi lebih terbuka, sehingga memicu terjadinya suksesi pada setiap area terganggu. Proses suksesi di Gunung Papandayan telah membentuk roadmap alur susksesi yang berbeda pada setiap tipe gangguan hutan, baik untuk vegetasi pohon maupun tumbuhan bawah. Komposisi jenis pada setiap areal yang terganggu secara bertahap berubah menuju vegetasi hutan klimaks seperti semula. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengelolaan ekosistem hutan pegunungan, khususnya restorasi hutan di Gunung Papandayan.
Collections
- DT - Forestry [347]