Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Jambu Biji Kristal (Studi Kasus: Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor)
Abstract
Jambu biji merupakan salah satu komoditas buah buahan di Indonesia
yang produksinya meningkat setiap tahun, mulai tahun 2013 hingga 2015. Adanya
pengembangan produk jambu biji hasil kerjasama International Cooperation and
Development Fund (ICDF) dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) menghasilkan
jambu biji varietas kristal. Jambu biji kristal memiliki perawatan yang mudah,
rasa yang lebih enak dan harga jual tinggi menjadi daya tarik bagi petani untuk
memproduksi jambu biji kristal. Pemasaran jambu biji kristal yang efisien
menjadi hal penting untuk memenuhi permintaan jambu biji kristal. Kelompok
Tani (Poktan) merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk mengatasi
masalah produksi dan pemasaran produk pertanian di pedesaan. Poktan Rukun
Tani terletak di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani, lembaga, saluran
pemasaran, fungsi pemasaran, dan efisiensi pemasaran usahatani jambu biji kristal
petani anggota dan non anggota Poktan Rukun Tani. Metode analisis untuk
mengetahui efisiensi pendapatan usahatani jambu biji menggunakan R/C ratio dan
untuk pemasaran menggunakan marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio
keuntungan terhadap biaya pemasaran. Pendapatan dan R/C ratio atas biaya tunai
dan biaya total usahatani jambu biji kristal anggota poktan lebih baik
dibandingkan usahatani jambu biji kristal non anggota poktan. Hal ini
dikarenakan harga jual di tingkat petani anggota poktan lebih tingi dan
pengeluaran lebih rendah dibandingkan dengan harga jual dan pengeluaran di
petani non anggota poktan. Hasil dari analisis efisiensi pemasaran menunjukkan
bahwa pemasaran jambu biji kristal non anggota poktan merupakan saluran
pemasaran yang lebih efisien dibandingkan pemasaran anggota poktan. Hal ini
dikarenakan saluran pemasaran petani non anggota poktan lebih pendek sehingga
mengakibatkan marjin pemasaran yang rendah. Selain itu, harga jual di tingkat
konsumen yang lebih rendah dibanding dengan harga jual konsumen usahatani
anggota poktan yang mengakibatkan farmer’s share yang lebih tinggi.