Pemetaan Faset Lahan dan Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk Hulu
View/ Open
Date
2017Author
Wiguna, Muh. Taufiq
Tjahjono, Boedi
Murtilaksono, Kukuh
Metadata
Show full item recordAbstract
Degradasi lahan adalah proses penurunan fungsi lahan untuk tata air dan
produktivitas, baik bersifat sementara maupun tetap, sehingga kondisi ini
melahirkan lahan kritis. Sebagian besar Daerah Aliran Sungai (DAS) Indonesia saat
ini sedang dalam keadaan kritis termasuk di antaranya adalah DAS Cimanuk yang
berada di Jawa Barat, disebabkan oleh kerusakan ekologi di daerah hulu yang
terjadi akibat peladangan liar maupun penebangan hutan untuk keperluan pertanian
ataupun eksploitasi produk hutan. Pada tahun 2004 di DAS Cimanuk Hulu telah
diperkirakan mempunyai lahan kritis seluas 40.876 ha, namun hingga kini belum
diketahui bagaimana penanganan terhadap fenomena tersebut. Sementara itu
kejadian cuaca ekstrim di wilayah ini pada tanggal 20 September 2016 yang
melahirkan bencana banjir bandang di kota Garut dapat dijadikan sebagai indikator
tentang masih belum tertanganinya secara baik lahan kritis yang ada. Alhasil fungsi
bentanglahan terhadap tata air belum berjalan dengan baik. Oleh sebab itu
penelitian terkait lahan kritis di DAS Cimanuk Hulu masih sangat relevan untuk
mengetahui kondisi aktual bentanglahan di wilayah ini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan memetakan bentanglahan (faset lahan) dan lahan kritis
di DAS Cimanuk Hulu dan keterkaitan di antara keduannya serta terhadap
penggunaan lahan. Metode pemetaan faset lahan dilakukan secara visual dari citra
satelit (SRTM), sedangkan penilaian lahan kritis dilakukan sesuai dengan Perdirjen
BPDAS PS No. P.4/V-Set/2013 yang dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faset lahan di DAS Cimanuk Hulu yang terluas adalah Dataran Fluvio-
Vulkanik (FV1) yang terbentang di bagian tengah DAS, yaitu seluas 24.831,08 ha
atau 21,10% dari total luas daerah penelitian. Sisanya merupakan faset lahan
perbukitan dan pegunungan vulkanik denudasional yang mengelilingi dataran
tersebut. Sementara itu hasil kajian lahan kritis menunjukkan bahwa lahan-lahan
yang mempunyai “kategori tidak kritis” menempati luasan sekitar 82.208,56 ha
(69,86%) dari luas DAS Cimanuk Hulu, sedangkan lahan “kategori kritis”
menempati luasan 35.469,08 ha (30,14%). Dalam hubungannya dengan karakter
bentanglahan, persebaran lahan “kategori kritis” di DAS Cimanuk Hulu menempati
faset lahan perbukitan dan pegunungan seperti tersebut di atas, terutama tersebar
secara dominan pada faset lahan Lereng Tengah Kerucut Vulkanik Denudasional
(VD5), seluas 10.718,82 ha atau 93,55% dari total luas faset lahan VD5. Secara
spesifik persebaran lahan “kategori kritis” mempunyai hubungan yang erat dengan
morfometri faset lahan (kemiringan lereng), dimana persebarannya mengikuti pola
kemiringan lereng tertentu, yaitu yang terluas berada pada kemiringan lereng 16-
25% dan 26-40%, sedangkan dalam hubungannya dengan penggunaan lahan,
terindikasi 69,12% lahan “kategori kritis” terletak pada penggunaan lahan tegalan.
Dengan demikian kemiringan lereng dan penggunaan lahan dapat dianggap sebagai
parameter utama penentu lahan kritis pada bentanglahan vulkanik di DAS Cimanuk
Hulu