Analisis Lahan Kritis di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara
View/ Open
Date
2016Author
Andika, Luhur Dwi
Murtilaksono, Kukuh
Tarigan, Suria Darma
Metadata
Show full item recordAbstract
Lahan kritis adalah lahan yang saat ini tidak produktif karena pengelolaannya
tidak memperhatikan syarat – syarat konservasi tanah dan air, sehingga telah
mengalami kerusakan, kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang
telah ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan
tingkat kekritisan lahan menurut Perdirjen BPDASPS No. P. 4/V-Set/2013 dan
pendekatan modifikasi dari Perdirjen BPDASPS No. P. 4/V-Set/2013.
Metode yang digunakan untuk memetakan tingkat kekritisan lahan adalah
dengan melakukan tumpang tindih/susun (overlay) peta parameter penentu lahan
kritis yang telah diberi skor. Parameter yang digunakan pada Perdirjen BPDASPS
No. P.4/V-Set/2013 meliputi penutupan/penggunaan lahan, kemiringan lereng,
tingkat bahaya erosi, manajemen, dan produktivitas. Parameter yang digunakan
pada pendekatan modifikasi terdiri dari penutupan/penggunaan lahan, kemiringan
lereng, erodibilitas tanah, erosivitas hujan, erosi yang diperbolehkan, manajemen,
dan produktivitas. Selanjutnya peta hasil tumpang tindih/susun (overlay) tersebut
digunakan untuk acuan mengetahui perbedaan luasan lahan kritis antara pendekatan
Perdirjen BPDASPS No. P.4/V-Set/2013 dengan pendekatan modifikasinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luasan lahan kritis (kelas sangat kritis,
kritis, agak kritis) berdasarkan pendekatan Perdirjen BPDASPS No. P.4/VSet/
2013 adalah 32.095,03 Ha (23,62% dari total luas DAS Cipunagara), sedangkan
pada pendekatan modifikasi adalah 58.945,09 Ha (43,38 % dari total luas DAS
Cipunagara). Luasan lahan kritis berdasarkan pendekatan modifikasi Perdirjen
BPDASPS No. P.4/V-Set/2013 lebih besar daripada berdasarkan pendekatan
Perdirjen BPDASPS No. P.4/V-Set/2013. Perbedaan penggunaan parameter pada
kedua pendekatan tersebut tanpa pengecekan lapang dapat mengindikasikan
pendekatan modifikasi memiliki hasil yang lebih representatif. Hal tersebut
dikarenakan pada pendekatan modifikasi Perdirjen BPDASPS No. P.4/V-Set/2013
tidak terdapat parameter yang berulang (penutupan/penggunaan lahan dengan
pengelolaan tanaman, manajemen dengan teknik konservasi tanah, dan kemiringan
lereng). Cara pembobotan dan skoring pada pendekatan modifikasi Perdirjen
BPDASPS No. P.4/V-Set/2013 juga mempengaruhi nilai yang dihasilkan dalam
menentukan tingkat kekritisan lahan.