Pelestarian Lanskap Sejarah Kota Banda Aceh Sebagai Kota Pusaka Di Provinsi Aceh
View/ Open
Date
2017Author
Mulya, Muhammad Rizki
Arifin, Nurhayati H.S
Arifin, Hadi Susilo
Metadata
Show full item recordAbstract
Banda Aceh menjadi salah satu dari sepuluh kota pusaka yang ada di
Indonesia untuk dipersiapkan menjadi The World Heritage City oleh Kementrian
Pekerjaan Umum melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP).
Program kota pusaka ini mewujudkan ruang kota yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan berbasis rencana tata ruang, bercirikan nilai-nilai pusaka,
melalui transformasi upaya-upaya pelestarian menuju urban (heritage)
development dengan dukungan dan pengelolaan yang baik serta penyediaan
infrastruktur yang tepat. Hal ini didasarkan melalui UU Cagar Budaya Nomor 11
Tahun 2010 dan UU Penataan Ruang nomor 26 tahun 2007.
Banda Aceh memiliki kawasan situs sejarah yang dapat dibedakan
berdasarkan periodenya, yaitu: masa kerajaan, masa kolonial dan masa
kemerdekaan. Tetapi, dalam pengelolaannya hingga saat ini belum terlihat adanya
strategi pelestarian peninggalan sejarah tersebut. Beberapa lanskap sejarah yang
ada dalam kondisi tidak terawat, terlantar, tidak fungsional dan rusak. Dari
berbagai masalah di atas, dirasakan sudah saatnya perlu dilakukan kajian
pelestarian lanskap sejarah Kota Banda Aceh sebagai kota pusaka di Indonesia.
Penelitian juga dilakukan untuk mengevaluasi proses perlindungan pusaka
peninggalan sejarahnya yang kemudian diharapkan bermanfaat dalam
meningkatkan ekonomi daerah.
Tujuan penelitian ini yaitu: menganalisis karakter dan kualitas lanskap
sejarah Kota Banda Aceh, mengkaji persepsi masyarakat dalam mendukung Kota
Banda Aceh sebagai kota pusaka, dan menyusun strategi pelestarian lanskap
sejarah di Kota Banda Aceh. Metode penelitian yakni analisis karakter dan
kualitas lanskap sejarah, analisis dilakukan dengan tahapan yaitu: penentuan
karakter lanskap sejarah, penilaian signifikansi, serta penilaian keaslian, keunikan
dan kenyamanan. Kemudian dilakukan analisis persepsi masyarakat, yakni untuk
mengetahui pengetahuan terhadap kota pusaka, persepsi masyarakat Kota Banda
Aceh mengenai pelestarian lanskap sejarah yang perlu dilindungi serta aktor yang
berperan untuk melestarikan pusaka di Kota Banda Aceh. Hasil assessment
lanskap sejarah dan survei kepada masyarakat menjadi dasar dalam menyusun
kriteria dalam metode AHP, hasilnya berupa strategi pelestarian lanskap sejarah
Kota Banda Aceh sebagai kota pusaka.
Hasil penelitian ini dapat diidentifikasi bahwa di Kota Pusaka Banda Aceh
terdapat 12 lanskap sejarah dengan karakter tiga masa peninggalan, yaitu masa
kerajaan dan kesultanan, masa kolonial, dan masa kemerdekaan. Dari penilaian
kualitas lanskap sejarah, Lanskap Baiturrahman dan Putroe Phang yang
merupakan lanskap masa Kerajaan dan Kesultanan memperoleh skor tertinggi
sehingga menjadi prioritas untuk dilestarikan. Sebagian besar masyarakat tidak
mengetahui bahwa Kota Banda Aceh telah ditetapkan sebagai kota pusaka, tetapi
mereka setuju 12 lanskap sejarah di Kota Banda Aceh perlu dilestarikan. Perlu
peningkatan upaya sosialisasi melalui berbagai media serta kegiatan-kegiatan
terkait program kota pusaka.
v
Hasil Analytical Hierarchy Process (AHP), menunjukkan bahwa komponen
prioritas dalam upaya pelestarian lanskap sejarah di Kota Banda Aceh adalah
komponen keunikan (0,547), keaslian (0,231), kenyamanan (0,166), dan nilai
penting (0,058). Alternatif prioritas untuk pelestarian lanskap sejarah di Kota
Banda Aceh yaitu peninggalan Lanskap Kolonial (0,551), Lanskap Kerajaan dan
Kesultanan (0,355), dan Lanskap Kemerdekaan (0,095). Komponen keunikan
(integritas, keberagaman, dan kualitas estetik) merupakan komponen prioritas
dalam upaya pelestarian lanskap sejarah sedangkan alternatif prioritasnya yaitu
peninggalan dengan karakter lanskap kerajaan-kesultanan dan kolonial.
Rekomendasi untuk melestarikan lanskap sejarah di Kota Banda Aceh yaitu
penetapan kawasan prioritas pusaka. Produk rekomendasi berupa usulan deliniasi
kawasan prioritas. Produk selanjutnya dari penelitian ini adalah peta pusaka
Banda Aceh beserta informasi mengenai situs-situs sejarah Banda Aceh.
Rekomendasi selanjutnya adalah pemberian insentif atau dana bantuan pelestarian
terhadap situs maupun kawasan cagar budaya yang berada pada lahan
kepemilikan pihak lain (militer, perusahaan swasta, ataupun perorangan).
Penetapan cagar budaya terhadap kawasan tersebut perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas lanskap sejarah. Penetapan
tersebut juga dimaksudkan agar pengelolaannya efektif dan dilakukan oleh
Pemerintah Kota.
Collections
- MT - Agriculture [3781]