Modeling Spasial Kerentanan Longsor. (Studi Kasus Di Propinsi Jawa Barat, Indonesia).
View/ Open
Date
2017Author
Gunadi, Dwi Shanty A.
Jaya, I Nengah Surati
Tjahjono, Boedi
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia sering terkena tanah longsor yang disebabkan oleh hujan dan
gempa bumi. Selama periode tahun 1981-2007, frekuensi kejadian longsor tahunan
bervariasi dengan rata-rata 49 kejadian per tahun. Ini dilaporkan oleh (Chrisanto et
al., 2008). Ada juga informasi berdasarkan katalog global yang telah disajikan oleh
(Kirschbaum et al., 2009) di mana pada tahun 2003 dan 2007-2009 ada laporan
kejadian 97 tanah longsor di Indonesia yang mengakibatkan 872 kerusakan. Juga
dalam periode 2011-2012, di mana pada tahun 2011 ada sekitar 29 kejadian yang
terjadi di Jawa Barat. Dan pada tahun 2012, hampir seluruh daerah di Indonesia
mengalami longsor tanah akibat intensitas curah hujan yang tinggi dan sistem
tektonik yang aktif pada saat itu (Badan Geologi, 2011, 2012).
Jumlah kematian di Indonesia yang disebabkan oleh tanah longsor juga
tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh (Petley, 2007) menunjukan bahwa pada
tahun 2007, jumlah total korban jiwa yang disebabkan oleh tanah longsor di
Indonesia sendiri adalah 465 jiwa ini angka merupakan tertinggi kedua disamping
China. Karena tingginya kejadian tanah longsor dan jumlah korban jiwa akibat
longsor, ada kebutuhan dari strategi mitigasi di Indonesia untuk mencegah bencana
longsor di masa depan. Salah satu strategi mitigasi adalah pemetaan kerentanan
longsor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode permodelan spasial
dalam kerentanan longsor yang dapat menemukan area kerentanan longsor
berdasarkan analisis data. Hasil penelitian dapat menunjukan faktor-faktor utama
penentu kejadian longsor di wilayah penelitian, memprediksi area yang rawan
longsor, dan menghasilkan peta kerentanan area yang rawan longsor dalam daerah
penelitian. Penelitian ini dilakukan di wilayah dengan batas administrasi meliputi 4
kabupaten di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat,
Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut. Wilayah penelitian ini dipilih karena
wilayah dengan karakteristik pegunungan di Propinsi Jawa Barat merupakan daerah
yang paling besar dengan kemungkinan terjadinya longsor.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta digital dalam format
vektor meliputi peta penggunaan lahan/ tutupan lahan, peta jenis tanah, peta
geologi, peta jenis iklim, peta curah hujan tahunan, peta landsystem, peta sungai,
dan data longsor. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer,
software GIS, software statistik SPSS, Microsoft office (MS Word, dan MS Excel),
dan GPS. Setiap faktor-faktor tanah longsor diberi skor berskala berdasarkan
korelasi masing-masing faktor dengan kepadatan longsor. Metode yang digunakan
dalam analisis ini adalah analisis regresi dan analisis korelasi dalam menentukan
faktor yang harus di analisis, dan Principal Component Analysis (PCA) dalam
menentukan bobot masing-masing faktor.
Dari 9 faktor tanah longsor yang dipilih untuk analisis, berdasarkan hasil
penentuan bobot, komponen utama 1 sampai komponen utama 8 dapat menjelaskan
96% dari total varian data. Komponen ini juga memberikan hasil akurasi
keseluruhan terbaik untuk kelas kerentanan yang dibagi dalam 3 kelas sebesar
68.20%. Persamaan matematika yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
Landslide Susceptibility Index (LSI) = 0.231 * Penggunaan/Tutupan
Lahan + 0.188 * Kemiringan Lereng + 0.112 * Jarak Terhadap Sungai +
0.107 * Tipe Jenis Tanah + 0.100 * Curah Hujan Tahunan + 0.073 *
Kepadatan Penduduk + 0.068 * Umur Geologi + 0.066 * Tipe Iklim +
0.054 * Geomorfologi.
Hasil penentuan bobot menyimpulkan pangkat setiap faktor dalam
kontribusi terhadap kejadian longsor di wilayah penelitian. Berdasarkan penentuan
bobot, faktor penggunaan lahan memberi kontribusi terbesar yaitu 23,1% diikuti
oleh kemiringan lereng 18,8%, jarak terhadap sungai 11,2%, jenis tanah 10,7%,
curah hujan tahunan 10,0%, kepadatan penduduk 7,3%, umur geologi 6,8%, tipe
jenis iklim 6,61%, dan geomorfologi 5,4%.
Berdasarkan hasil skoring LSI, seluruh faktor yang berada dalam kisaran
kelas tinggi/sangat tinggi merupakan daerah yang dominan dengan curah hujan
tinggi dan banyak kegiatan budidaya manusia. Untuk faktor penggunaan lahan
sebagai faktor utama kejadian longsor adalah tanaman industri diikuti oleh
pertanian lahan kering yang merupakan sub faktor yang dominan luas dalam kelas
ini. Untuk faktor kemiringan lereng, adalah kelas kemiringan 3 (15-25%) diikuti
oleh kelas kemiringan lereng 2 (8-15%) yang paling dominan. Dalam faktor jarak
terhadap sungai, jarak di bawah 250 m terhadap sungai merupakan yang paling
dominan. Curah hujan sebagai faktor keempat adalah dominan dengan wilayah
dengan curah hujan di atas 3000 mm per tahun.
Hal ini menunjukan bahwa aktivitas manusia memiliki peran besar dalam
penyebab terjadinya longsor, terutama dalam kegiatan pengelolaan tanah seperti
pertanian dan perkebunan. Kondisi ini sangat rawan bencana longsor. Oleh sebab
itu, untuk daerah penelitian ini, perencanaan dan pembangunan kedepan perlu
dipertimbangkan untuk area yang rawan khususnya untuk kegiatan budidaya lahan
agar dapat mencegah terjadinya bencana longsor di masa depan.
Collections
- MT - Professional Master [880]