Kutu Putih Singkong Phenacoccus Manihoti Matile- Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae): Persebaran Geografi Di Pulau Jawa Dan Rintisan Pengendalian Hayati
Abstract
Indonesia merupakan negara penghasil singkong ke empat terbesar dunia.
Keberlanjutan produksi singkong di Indonesia terancam oleh adanya invasi hama
asing yaitu kutu putih singkong Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero
(Hemiptera: Pseudococcidae). Hama ini berasal dari Amerika Selatan dan
terdeteksi pertama kali keberadaanya di Bogor pada tahun 2010. Untuk
mengendalikan hama ini didatangkan parasitoid Anagyrus lopezi (De Santis)
(Hymenoptera: Encyrtidae) dari Thailand pada awal tahun 2014. Penelitian
bertujuan untuk memperoleh informasi persebaran kutu putih P. manihoti di Pulau
Jawa, serta mempelajari parasitisasi, kolonisasi, dan kemampuan menetap dari
parasitoid di pertanaman singkong.
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap. Pertama, survei persebaran
geografi P. manihoti. Survei dilaksanakan ke berbagai pertanaman singkong di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DI Yogyakarta pada bulan Oktober
2014. Kedua, percobaan parasitisasi A. lopezi di dalam kurungan. Percobaan
dilakukan dengan memasukkan bibit singkong dengan 50 ekor kutu putih instar-2
ke dalam kurungan. Kemudian diinokulasikan imago parasitoid selama 48 jam.
Perlakuan inokulasi terdiri dari 1 pasang, 3 pasang parasitoid A. lopezi dan
kontrol. Ketiga, percobaan kolonisasi dan keberhasilan menetap A. lopezi pada
pertanaman singkong. Percobaan ini dilakukan dengan melepas 150 pasang
parasitoid A. lopezi di pertanaman singkong yang terserang kutu putih.
Selanjutnya dilakukan evaluasi pelepasan menggunakan kutu putih pada bibit
singkong yang ditempatkan di lapangan sebagai sentinel. Keberhasilan menetap
dari parasitoid ditentukan berdasarkan ada-tidaknya parasitoid pada musim
kemarau berikutnya.
Hasil survei menunjukkan bahwa kutu P. manihoti ditemukan hampir di
seluruh wilayah pulau Jawa. Keberadaan serangan P. manihoti pada tanaman
singkong ditandai oleh adanya koloni kutu putih yang terdiri dari nimfa yang
berwarna merah jambu serta imago dan ovisak yang berwarna putih seperti kapas,
khususnya pada bagian pucuk tanaman singkong. Selain itu, tanaman yang
terserang tampak daun-daun pucuknya mengeriting dan menggumpal (bunchy
top). Pertanaman yang sebelumnya pernah terserang oleh P. manihoti dapat
dikenali oleh adanya bagian-bagian buku yang memendek atau adanya distorsi
pada batang.
Serangan P. manihoti yang tergolong sangat berat ditemukan pada
pertanaman singkong di daerah Borobamban dan sekitar Bandara Abdurachman
Saleh, Kecamatan Pakis Malang. Di tempat ini seluruh tanaman singkong tampak
daunnya rontok dan sebagian tanaman mati dan mengering. Di daerah Manyaran
dan Karangmojo (Kabupaten Gunung Kidul) serta Jatisrono dan Ngadirejo
(Kabupaten Wonogiri) seluruh lahan singkong dalam keadaan bera menunggu
musim hujan tiba. Tunas-tunas pada batang singkong yang dipersiapkan sebagai
stek/bibit untuk musim tanam berikutnya tampak berwarna putih karena penuh
ditutupi oleh kutu P. manihoti.
Percobaan kurungan menujukkan bahwa banyaknya parasitoid yang dilepas
berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat parasitisasi (F=129.7; db=2, 29;
P<0.001). Pada perlakuan pelepasan 3 pasang A. lopezi rataan tingkat parasitisasi
yaitu 25.20%, lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan pelepasan 1 pasang
parasitoid (17.60%). Pelepasan parasitoid berpengaruh terhadap laju kematian
tanaman singkong oleh kutu putih. Pada hari ke-60 tanaman singkong pada
perlakuan kontrol seluruhnya (100%) menunjukkan gejala kematian. Pada
kurungan dengan perlakuan 1 pasang A. lopezi kematian tanaman pada hari ke-60
adalah 50%, sedangkan pada perlakuan pelepasan 3 pasang A. lopezi 20%.
Percobaan pelepasan parasitoid menunjukkan bahwa jarak inang terhadap
titik pelepasan berpengaruh nyata terhadap tingkat parasitisasi (F=6.77; db=4, 14;
p=0.007). Tingkat parasitisasi tertinggi (25%) terjadi pada kutu putih yang
berjarak 1 m dari titik pelepasan parasitoid. Parasitoid yang dilepaskan mampu
berkembang biak di lapangan. Pada dua bulan setelah pelepasan, rataan tingkat
parasitisasi yaitu 37.67%. Parasitoid A. lopezi juga berhasil menetap pada kondisi
iklim di Bogor, yang ditunjukkan oleh ditemukannya imago parasitoid pada
musim kemarau berikutnya. Kegiatan evaluasi pelepasan parasitoid kiranya perlu
terus dilakukan untuk menentukan tingkat keefektifannya dan laju
pemencarannya.
Collections
- MT - Agriculture [3781]