Kajian Penerapan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 53 Tahun 2012 Untuk Pengendalian Aflatoksin Pada Rantai Pasok Pala
View/ Open
Date
2016Author
Citanirmala, Ni Made Vina
Rahayu, Winiati P
Dewantihariyadi, Ratih
Metadata
Show full item recordAbstract
Pala adalah salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia yang sering
ditemukan terkontaminasi aflatoksin sehingga menyebabkan penolakan ekspor
oleh Uni Eropa (UE). Kementerian Pertanian berupaya mendorong agar pelaku
usaha dapat menghasilkan pala yang aman dengan menerbitkan Permentan nomor
53 tahun 2012 sebagai pedoman penanganan pascapanen pala Penelitian bertujuan
untuk (1) mengevaluasi data penolakan pala karena aflatoksin oleh UE selama
kurun waktu 5 tahun terakhir, (2) mengevaluasi penerapan Peraturan Menteri
Pertanian No. 53 Tahun 2012 (Permentan No.53/2012) tersebut di tingkat petani,
pengumpul, eksportir dan pembina pusat dan daerah, serta (3) mengidentifikasi
tahap kritis penanganan pala. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Siau Barat,
Kabupaten Kepulauan Sitaro, Provinsi Sulawesi Utara sebagai salah satu sentra
produksi pala Siau ekspor.
Metode penelitian dilakukan dengan (1) mengevaluasi data penolakan
pala Indonesia oleh UE dengan merekam kandungan aflatoksin pala yang ditolak
dan membandingkannya dengan standar Indonesia (2) mengevaluasi Penerapan
Permentan No.53/2012 terhadap aspek panen, pascapanen, sarana dan prasarana,
pelestarian lingkungan serta pengawasan melalui survei. Survei dilakukan
terhadap 60 petani, 10 pengumpul, 2 eksportir dan 3 pembina teknis melalui
wawancara, (3) identifikasi tahap kritis menggunakan bantuan pohon keputusan
pada prinsip HACCP.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73% kasus penolakan pala oleh UE
karena mengandung aflatoksin dalam jumlah melebihi standar aflatoksin di
Indonesia (20 ppb). Kadar aflatoksin yang melebihi standar diduga karena pala
tercemar kapang toksigenik saat panen dan pascapanen. Oleh sebab itu praktik
penanganan panen dan pascapanen pala pada rantai pasok pala harus diperbaiki.
Hasil evaluasi penerapan Permentan 53/2012 menunjukkan pada praktik
penanganan pala di tingkat petani yang masih kurang pada aspek pascapanen
(54.4%) meskipun cukup (70.4%) pada aspek panen. Kurangnya penanganan pala
pada aspek pascapanen di tingkat petani disebabkan minimnya aspek sarana dan
prasarana (57.2%). Di tingkat pengumpul praktik penanganan pala pada aspek
pascapanen dinilai cukup (62.5%), namun kurang didukung oleh aspek sarana dan
prasarana (36.7%). Penanganan pala sudah diterapkan sesuai Permentan
No.53/2012 oleh eksportir, namun penerapan pengawasan oleh pembina masih
kurang dan baru 56.3% yang sesuai. Untuk mengendalikan kontaminasi aflatoksin
maka pengawasan pada rantai pasok pala perlu dilakukan seluruh oleh stakeholder
terutama pada tujuh tahap kritis pasok pala yang meliputi pemanenan dan
pengeringan di tingkat petani, penerimaan, pengeringan dan penyimpanan di
tingkat pengumpul serta penerimaan dan pengiriman di tingkat eksportir.
Collections
- MT - Professional Master [887]