Strategi Kebijakan Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air Secara Berkelanjutan Di Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan-Jawa Barat
View/ Open
Date
2016Author
Rismunandar
Kusmana, Cecep
Syaufina, Lailan
Metadata
Show full item recordAbstract
Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) adalah salah satu sumber air yang potensial di Jawa Barat. Sumber air tersebut memberi penghidupan kepada jutaan penduduk daerah Kabupaten Kuningan, Kabupaten dan Kota Cirebon, serta sebagian mengaliri Kabupaten Brebes dan Tegal di Jawa Tengah. Selain sumber mata airnya, kawasan Gunung Ciremai juga menyimpan kekayaan alam lain yang berlimpah seperti bahan galian tambang, tanah subur, serta berfungsi pula sebagai kawasan konservasi alam dan zona resapan air. Terdapat sekitar 242 mata air yang bersumber dari kawasan Gunung Ciremai dengan debit air sekitar 5 s/d 40 L/detik (Irawan et al. 2009). Berdasarkan kajian Noerdjito dan Mawardi (2008), ekosistem Gunung Ciremai merupakan daerah resapan air potensial yang merupakan sumber mata air bagi tujuh Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Jamblang, DAS Pekik, DAS Subah, DAS Bangkaderes, DAS Cisanggarung, DAS Cimanuk, dan DAS Ciwaringin.
Pemerintah Kabupaten Kuningan telah memiliki komitmen dalam menghadapi berbagai perubahan sebagai dampak pembangunan berkelanjutan berupa political will bahwa Kabupaten Konservasi menjadi salah satu arus utama (mainstream) pembangunan. Kabupaten Kuningan memiliki potensi sebagai wilayah hulu dan sumberdaya air untuk wilayah hilir yang secara teknis berimplikasi terhadap kebutuhan air di wilayah hilir. Dengan demikian, alternatif kebijakan kelembagaan pengelolaan sumber daya alam, khususnya jasa lingkungan air secara partisipatif di Kabupaten Kuningan diperlukan sebagai implementasi arahan dan kebijakan berdasarkan kaidah-kaidah perlindungan kawasan dalam pemanfaatannya serta mewujudkan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi generasi masa mendatang.
Penelitian ini memiliki empat tujuan utama yaitu (1) menganalisis kondisi biofisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan TNGC; (2) menentukan status keragaan keberlanjutan pengelolaan kawasan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air; (3) memformulasikan kebijakan pengelolaan kawasan TNGC untuk mendukung pemanfaatan air secara berkelanjutan; dan (4) memformulasikan pengembangan kelembagaan pengelolaan kawasan TNGC untuk pemanfaatan air secara berkelanjutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui empat tahapan yaitu (1) pengumpulan dan analisis data biofisik lingkungan, sosial ekonomi masyarakat serta kelembagaan pengelolaan menggunakan metode statistik deskriptif; (2) penentuan status keragaan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air melalui analisis keberlanjutan menggunakan metode MDS-RAP Jasling Air; (3) formulasi kebijakan pengelolaan TNGC secara keberlanjutan menggunakan analisis prospektif; dan (4) tahap formulasi pengembangan kelembagaan pengelolaan TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air berkelanjutan menggunakan metode ISM.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa secara potensi biofisik lingkungan dan sosial ekonomi, wilayah TNGC memiliki potensi fisik dan sosial ekonomi
vi
wilayah yang mendukung untuk dapat dikembangkan dalam pengembangan pemanfaatan jasa lingkungan air. Berdasarkan analisis keberlanjutan menggunakan metode MDS-RAP JASLING AIR, status keberlanjutan pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGC dari dimensi ekologi cukup berkelanjutan untuk wilayah Selatan dan Tengah, dan kurang berkelanjutan untuk wilayah selatan. Status ini dapat ditingkatkan dengan menerapkan teknik-teknik yang dapat mendorong meningkatnya tingkat curah hujan, penetapan komposisi jenis tanaman dan pencegahan erosi dan longsor dari lahan dengan kemiringan tinggi melalui penghijauan (reboisasi) dengan mempertimbangkan pola pemanfaatan lahan sesuai peruntukan. Sedangkan dari dimensi ekonomi, status keberlanjutan di tiga wilayah (Selatan, Tengah dan Utara) status kurang berkelanjutan. Status ini dapat ditingkatkan melalui pemberlakuan status hukum pajak pemanfaatan air, peningkatan pendapatan masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengembangan usaha ekonomi produktif bidang kehutanan dan pemberlakuan kompensasi air bagi Pemkab dan masyarakat yang berlandaskan keadilan. Dari dimensi sosial, untuk wilayah Selatan dan Tengah berstatus cukup berkelanjutan, sedangkan untuk wilayah Utara berstatus kurang berkelanjutan. Status ini dapat diperbaiki melalui peningkatan dukungan terhadap pengelolaan TNGC dengan cara sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan, peningkatan kapasitas kelompok tani dan kelembagaan desa melalui pembentukan model desa konservasi di wilayah sekitar TNGC.
Adapun hasil analisis prospektif dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 faktor kunci yang mempengaruhi kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air, yaitu: (L) dukungan terhadap pengelolaan TNGC, (H) pendapatan masyarakat sekitar TNGC, (K) upaya peningkatan pendapatan masyarakat, dan (F) perlindungan mata air. Berdasarkan faktor-faktor kunci tersebut, selanjutnya akan diformulasikan skenario kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air di TNGC.
Hasil analisis dengan menggunakan Interpretative Structural Modeling (ISM) menyimpulkan bahwa elemen kelembagaan yang memiliki peranan besar dalam pemanfaatan jasa lingkungan air adalah Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (BTNGC), Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) dan Forum Kemitraan Kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (FKKGC). Untuk hasil analisis elemen tujuan yang menjadi sub elemen kunci yang berpengaruh dalam pemanfaatan jasa lingkungan air yaitu (1) dukungan terhadap pengelolaan TNGC, (2) peningkatan pendapatan masyarakat, (3) upaya perlindungan sumber mata air, (4) meningkatnya tata kelola TNGC untuk pemanfaatan jasa lingkungan air, (5) peningkatan kesadaran stakeholder terkait, dan (6) penegakan supremasi hukum. Sedangkan untuk elemen kendala yang menjadi sub elemen kunci yang berpengaruh terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air adalah kurangnya koordinasi dan keterpaduan pengelolaan sumberdaya air antar stakeholder terkait.
Oleh karena itu, strategi kebijakan pemanfaatan jasa lingkungan air secara berkelanjutan di TNGC diperlukan adanya peranan kelembagaan yang dapat mensinergikan arah kebijakan pembangunan dengan memperhatikan kaidah kaidah konservasi untuk keberlanjutannya.