Keterkaitan Kredit Dan Kelembagaan Perbankan Indonesia Pada Perekonomian Nasional Dan Regional
View/ Open
Date
2016Author
Sipahutar, Mangasa Augustinus
Oktaviani, Rina
Siregar, Hermanto
Juanda, Bambang
Metadata
Show full item recordAbstract
Kredit perbankan Indonesia merupakan growth accelerating factor pada perekonomian nasional melalui sektor riil sebagai transmission channel. Terdapat bi-direction causality antara kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu bahwa kredit perbankan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap credit depth. Kredit perbankan memberikan kontribusi 6,5% pada keragaman pertumbuhan ekonomi. Kredit perbankan berperan sebagai source of economic growth dan akselerator pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Lebih lanjut, kredit perbankan berpengaruh positip mereduksi pengangguran dan kemiskinan. Hal ini berarti bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka pada proses perencanaan pembangunan nasional, kredit perbankan adalah endogenous variable.
Inflasi, BI rate dan funds rate merupakan faktor penting yang harus dikendalikan agar kredit perbankan berperan sebagai stimulus perekonomian. Terdapat bi-direction causality antara credit depth dengan inflasi, antara credit depth dengan BI rate, dan antara credit depth dengan funds rate. Lebih lanjut, terdapat trade-off antara credit depth dengan inflasi, antara credit depth dengan BI rate, dan antara credit depth dengan funds rate. Bersama dengan NPL, inflasi, BI rate dan funds rate merupakan faktor kendala pada maksimisasi credit depth.
Berdasarkan penggunaan kredit, pengaruh yang nyata adalah pada kredit investasi dan konsumsi. Kredit investasi berpengaruh positif dan mampu menurunkan pengangguran sedangkan kredit konsumsi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pada tingkat pendapatan tetap, kredit konsumsi menurunkan propensity to consume dan propensity to save secara bersamaan dan berpengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi. Kredit konsumsi tidak bersifat sebagai multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi. Meskipun kredit modal kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi kredit modal kerja berperan untuk memelihara tingkat likiditas korporat.
Berdasarkan sektor ekonomi kredit, pertumbuhan ekonomi tidak tergantung pada credit depth tetapi pada komposisi kredit berdasarkan sektor ekonomi terhadap total kredit perbankan. Pengaruh kredit ke sektor pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa terhadap total kredit perbankan adalah signifikan, sedangkan kredit ke sektor pertambangan tidak signifikan. Meskipun kredit ke sektor pertanian signifikan, tetapi pengaruhnya negatif. Lebih lanjut, pengaruh sektor ekonomi GDP (terutama yang bersifat produktif) terhadap pertumbuhan ekonomi perkapita adalah positif dan signifikan. Hal ini berimplikasi bahwa dibutuhkan komposisi kredit sektor pertanian dan pertambangan yang lebih besar agar kontribusinya signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Berhubung kredit investasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi maka kredit investasi yang ditujukan pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi merupakan sources of economic growth melalui perannya untuk memperbesar capital di sektor-sektor tersebut.
Berdasarkan aspek regional, terdapat beberapa provinsi yang secara signifikan memiliki hubungan kausal antara kredit perbankan dengan pertumbuhan ekonomi, namun demikian, terjadi ketidakpastian hubungan kausal pada provinsi, baik dengan kategori tingkat credit depth rendah maupun tinggi. Ketidakpastian hubungan kausalitas ini merupakan signal bahwa baik kredit perbankan maupun pertumbuhan ekonomi regional tidak cukup kuat untuk menghasilkan hubungan kausalitas. Sebagai source of regional economic growth, diperlukan kredit perbankan yang lebih tinggi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi untuk mendorong kredit perbankan.
Kredit perbankan secara signifikan akan mereduksi tingkat kemiskinan di masing-masing provinsi, tetapi terdapat ketidakpastian hubungan antara credit depth, pertumbuhan ekonomi regional dan kemiskinan di masing-masing provinsi. Beberapa provinsi dengan high credit depth dan pertumbuhan ekonomi sangat cepat ternyata berada pada kategori tingkat kemiskinan yang tinggi. Diperlukan credit depth dan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi terutama pada provinsi dengan kategori tingkat kemiskinan tinggi.
Dalam hal BPD sebagai bank yang dimiliki oleh pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, peran BPD pada perekonomian regional masih sangat rendah. Penempatan pada SBI yang tinggi serta BPD yang lebih berorientasi pada kredit konsumsi mengindikasikan bahwa BPD kurang memiliki kemampuan untuk melakukan peran intermediasi serta kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi regional masih rendah. Dalam kerangka pertumbuhan ekonomi regional, BPD seharusnya mendorong kredit investasi agar menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan akhirnya berpengaruh positif untuk mereduksi pengangguran dan kemiskinan.
Perbankan Indonesia menghadapi situasi ketatnya kompetisi dalam hal penghimpunan DPK dalam bentuk perang suku bunga yang menjadikan cost of loanable funds meningkat dan berdampak pada tingginya suku bunga kredit. Situasi yang terjadi di perbankan ini mengindikasikan bahwa transmission mechanism melalui credit channel dibatasi oleh kinerja perbankan itu sendiri atau didefinisikan sebagai bank view. Di samping itu, karena faktor NPL menjadi prioritas perbankan maka faktor balance sheet channel tetap menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi perbankan untuk menjalankan perannya pada monetary transmission mechanism. Oleh karena itu, faktor kesehatan bank dan balance sheet channel menjadi elemen penting pada bank view.
Terdapat trade-off antara peran otoritas moneter BI terhadap perannya sebagai pengendali moneter dalam kerangka stabilitas nilai mata uang, stabilitas harga dan inflasi dengan bank view merupakan faktor penghambat efektifitas dari setiap kebijakan moneter. Sebagai fungsi utama untuk stabilitas nilai tukar untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, BI harus memiliki kewenangan secara mandatory kepada perbankan untuk secara simultan mengimplementasikan kebijakan moneter di tatanan operasional sebagai credit channel.