Analisis spasial kabupaten bogor dalam kaitannya dengan ketertinggalan wilayah
Abstract
AHMAD DANY SUNANDAR. Analisis Spasial Kabupaten Bogor Dalam Kaitannya Dengan Ketertinggalan Wilayah. Dibimbing oleh Komarsa Gandasasmita dan Atang Sutandi. Adanya berbagai variasi dalam suatu wilayah, baik dalam hal sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan menyebabkan adanya perbedaan perkembangan wilayah. Pada tahap yang lebih lanjut, perbedaan yang semakin besar menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah. Penelitian ini mencoba untuk melihat disparitas wilayah di Kabupaten Bogor, khususnya untuk wilayah barat yang relatif tertinggal dibanding wilayah tengah dan timur, untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya disparitas tersebut. Untuk itu maka dilakukan analisa tipologi wilayah dengan analisa skalogram dan analisa multivariabel. Analisis Spasial dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mendapatkan data-data spasial dari berbagai peta. Unit sampel yang diambil adalah desa yang ada di seluruh Kabupaten Bogor. Hasil analisa skalogram menunjukkan bahwa di wilayah barat, hanya ada satu desa dari 24 desa yang masuk dalam hirarki I yang ada di Kecamatan Leuwiliang sedangkan di wilayah tengah ada 16 desa dan di wilayah timur ada 7 desa. Hasil analisa klaster juga menunjukkan kecenderungan yang sama dimana klaster 1 yang merupakan klaster dari wilayah yang lebih maju. Sebagian besar dari wilayah ini berada di bagian tengah-utara terus ke arah timur. Dari hasil analisa skalogram dan klaster juga menunjukkan bahwa sebagian besar desa di Kabupaten Bogor masuk pada hirarki III dan klaster 2 yang menunjukkan bahwa pemerataan terjadi pada tingkat bawah. Hasil analisa diskriminan untuk pengelompokkan berdasarkan analisa skalogram menunjukkan bahwa ada lima variabel yang membedakan desa-desa pada hirarki I dengan desa-desa pada hirarki di bawahnya, yaitu luas wilayah dengan kelerengan 8 – 25%, persen kawasan hutan, rasio guru SMA terhadap murid, luas wilayah dengan kelerengan diatas 25% dan rasio guru SD terhadap murid. Sedangkan untuk pengelompokkan berdasarkan hasil clustering, ada tujuh variabel yang membedakan klaster 1 dengan klaster lainnya, yaitu sarana komunikasi, jarak terhadap ibukota kecamatan, jumlah SMP, jarak terhadap ibukota Jakarta, persen keluarga pertanian, jumlah sarana lembaga keuangan, dan kepadatan penduduk. Hasil analisa korelasi kanonikal menunjukkan bahwa tingkat perkembangan desa yang lebih tinggi dipengaruhi oleh tujuh variabel, yaitu persen keluarga pertanian, tingkat kepadatan penduduk, jumlah sarana lembaga keuangan, jarak terhadap ibukota kabupaten yang membawahi, rasio guru SD terhadap murid, rasio guru SMA terhadap murid, dan jarak terhadap ibukota kecamatan.
Collections
- MT - Agriculture [3781]