Pengeringan Spouted Bed Lada Putih (Piper Nigrum L.) Dengan Perlakuan Preheating Gelombang Mikro
View/ Open
Date
2016Author
Mukhlis, Andi Muhammad Akram
Hartulistiyoso, Edy
Purwanto, Yohanes Aris
Metadata
Show full item recordAbstract
Lada merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingginya nilai ekspor lada Indonesia menunjukkan bahwa sektor ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai penghasil devisa negara dari sektor nonmigas. Pada tahun 2014, Indonesia merupakan negara pengekspor lada terbesar kedua setelah Vietnam yang mampu memasok sekitar 40% dari total ekspor lada putih dunia. Pada proses pengolahan lada tersebut, salah satu tahap yang penting adalah proses pengeringan. Untuk pengeringan lada putih, pengeringan dilakukan setelah perendaman 3-10 hari sehingga kadar air awal lada cukup tinggi. Kondisi kadar air yang tinggi sangat rentan terhadap pertumbuhan jamur apabila proses pengeringan berlangsung lambat sehingga dapat menurunkan kualitas bahkan merusak lada tersebut.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pengeringan lada putih (Piper nigrum L.) secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave), meliputi penurunan kadar air, waktu dan laju pelepasan air, serta perubahan suhu selama pengeringan. Penelitian ini memiliki tujuan khusus yaitu: (1) menentukan karakteristik fisik biji lada putih, meliputi: dimensi, kebulatan, bulk density, true density, dan porositas biji lada; dan (2) menguji mutu lada putih hasil pengeringan secara spouted bed dengan perlakuan preheating menggunakan gelombang mikro (microwave) berdasarkan parameter mutu: derajat putih (whiteness), kadar minyak atsiri dan total cemaran mikroba.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai dimensi rata-rata biji lada putih memiliki kecenderungan terdistribusi normal. Sekitar 92% biji lada putih memiliki tinggi pada rentang dari 3.5 mm sampai 4.5 mm; sekitar 85%, panjang pada rentang dari 4.0 mm sampai 5.0 mm; sekitar 86%, lebar pada rentang dari 3.5 mm sampai 5.0 mm pada kadar air 15.40% b.k. Ketiga dimensi aksial tersebut meningkat secara linear dengan adanya peningkatan kadar air biji, begitu juga dengan kebulatan biji lada putih. Kebulatan biji lada putih meningkat secara linear dari 0.969 hingga 0.977. Peningkatan kadar air pada biji lada putih mengakibatkan perubahan bulk density dan true density secara polinomial, sedangkan porositas menurun secara linear dari 45.01% hingga 44.88%.
Suhu bahan dengan perlakuan non-preheating maupun preheating mengalami peningkatan secara bertahap hingga mencapai suhu sekitar 50 oC dan relatif konstan pada suhu tersebut. Pada perlakuan preheating dengan daya 320 watt selama 2 menit, suhu lada ditingkatkan sebesar 13.2oC atau menjadi 41.1oC, sedangkan pada daya 640 watt selama 2 menit, suhu lada meningkat sekitar 36.1oC atau menjadi 63.8oC. Suhu udara keluar memiliki nilai yang tidak jauh berbeda dengan suhu biji lada putih, yang mengindikasikan bahwa interaksi antara udara panas yang masuk dengan bahan cukup baik, sehingga terjadi transfer panas yang baik dari udara tersebut ke biji lada.
Proses preheating mengakibatkan penurunan kadar air rata-rata yang tidak begitu besar yaitu sebesar 0.06%bk pada daya 320 watt dan 0.19%bk pada daya
640 watt. Proses pengeringan spouted bed mampu menurunkan kadar air lada rata-rata sebesar 59.94%bk selama 31 menit pada perlakuan non-preheating, 60.38%bk selama 37 menit pada perlakuan preheating 320 watt, dan 59.35%bk selama 32 menit pada perlakuan preheating 640 watt. Grafik rasio kadar air menunjukkan bahwa, perlakuan preheating tidak cukup mempengaruhi perubahan kadar air bahan selama proses pengeringan atau dengan kata lain tidak mempengaruhi karakteristik pengeringan biji.
Perlakuan preheating menyebabkan laju pelepasan air di tahap awal cukup tinggi dibandingkan perlakuan non-preheating. Semakin tinggi suhu bahan setelah proses preheating, seperti yang terjadi pada preheating 640 watt, maka pelepasan air dari bahan juga akan semakin cepat. Grafik laju pelepasan air terhadap rasio kadar air juga memperlihatkan bahwa, semakin kecil kadar air bahan maka laju pelepasan air akan semakin menurun.
Perlakuan preheating dan non-preheating mengakibatkan derajat putih hasil pengeringan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% dengan uji selang berganda Duncan. Derajat putih rata-rata sebesar 15.5% untuk perlakuan tanpa preheating dan 15.7% untuk perlakuan preheating 320 dan 640 watt. Biji lada putih hasil perebusan dan perendaman selama 3 hari memiliki total mikroba (TPC) sebanyak 2.5×107 CFU/g. Total mikroba lada putih hasil pengeringan spouted bed tanpa preheating rata-rata sebesar 1.54×105 CFU/g, sedangkan total mikroba pada lada putih dengan perlakuan preheating 320 dan 640 watt rata-rata sebesar 3.0×104 dan 6.0×103 CFU/g secara berturut-turut. Kadar minyak atsiri pada semua perlakuan tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%. Kadar minyak atsiri yang diperoleh pada perlakuan non-preheating, preheating 320 watt, dan preheating 640 watt rata-rata sebesar 2.88%, 3.21%, dan 2.86%.
Dapat disimpulkan bahwa, pada semua perlakuan, jumlah penurunan kadar air dan lama pengeringan relatif sama. Perlakuan preheating meningkatkan laju pelepasan air hanya di tahap awal namun tidak mempengaruhi laju pelepasan air secara keseluruhan hingga proses pengeringan selesai. Perlakuan dengan preheating mampu membunuh mikroba lebih baik dibandingkan pengeringan tanpa preheating dan menghasilkan nilai TPC di bawah standar IPC untuk lada putih yang telah disterilkan, sedangkan mutu lada putih lainnya tidak berbeda secara nyata pada berbagai perlakuan.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2271]