Analisis Kebutuhan Hutan Kota Berdasarkan Emisi Karbondioksida Di Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan
View/ Open
Date
2016Author
Pratiwi, Yuniar
Dachlan, Endes Nurfilmarasa
Prasetyo, Lilik Budi
Metadata
Show full item recordAbstract
Hutan kota merupakan salah satu bentuk dari ruang terbuka hijau (RTH)
publik. Permasalahan antara pembangunan dengan keberadaan RTH merupakan
suatu permasalahan yang kompleks. RTH mampu menghasilkan oksigen (O2) dan
menyerap karbondioksida (CO2), sedangkan kegiatan pembangunan yang
dilakukan manusia menurunkan produksi O2 dan meningkatkan emisi CO2 akibat
hilangnya tutupan lahan. Selain itu, pertumbuhan penduduk mengakibatkan
meningkatnya kegiatan transportasi khususnya diperkotaan. Diperlukan luasan
hutan kota yang mencukupi untuk mengatasi peningkatan emisi CO2.
Tujuan utama penelitian adalah mengidentifikasi dan memprediksi
kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan total emisi CO2 di Kota Prabumulih
serta menentukan lokasi yang tepat untuk diprioritaskan sebagai hutan kota.
Sumber emisi CO2 yang ada di Kota Prabumulih berasal dari penggunaan bahan
bakar (premium, solar, LPG), areal pertanian (areal persawahan padi), ternak (sapi
potong, kerbau, kuda, kambing, domba dan unggas) serta penduduk dan
identifikasi lokasi prioritas hutan kota berdasarkan karakteristik hutan kota.
Hasil penelitian menunjukan emisi CO2 pada tahun 2014 sebesar 190.64 Gg
CO2 dengan kebutuhan luasan hutan kota seluas 3 262.44 ha dan emisi CO2
diprediksi mengalami peningkatan hingga tahun 2024. Hasil simulasi model
menunjukan emisi CO2 pada tahun 2024 diprediksi sebesar 230.38 Gg CO2
dengan kebutuhan luasan hutan kota seluas 3 944.55 ha. Lokasi hutan kota
berprioritas tinggi berada di Kecamatan Cambai, Prabumulih Barat, Prabumulih
Timur, dan Prabumulih Utara. Emisi CO2 perlu dikurangi agar kebutuhan luasan
hutan kota untuk menyerap emisi CO2 tidak terus meningkat. Hal itu dapat dicapai
dengan cara: (1) mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menggantinya
dengan bahan bakar rendah emisi; (2) menggunakan bahan bakar rendah emisi
secara masal; (3) menanam pohon yang mempunyai daya serap CO2 tinggi seperti
trembesi (S.saman), akasia (Cassia sp), beringin (F.benjamina); (4) lahan
terbangun disarankan dibangun secara vertikal.