Pemanfaatan Cendawan Endofit Sebagai Agens Penginduksi Ketahanan Tanaman Cabai Terhadap Penyakit Daun Keriting Kuning Dan Serangga Vektor Bemisia Tabaci
View/ Open
Date
2016Author
Lestari, Susanti Mugi
Tabaci, Serangga Vektor Bemisia
Hidayat, Sri Hendrastuti
Widodo
Metadata
Show full item recordAbstract
Penyakit daun keriting kuning yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl
virus (PepYLCV) menjadi masalah utama pada pertanaman cabai di Indonesia
sejak tahun 2000. PepYLCV termasuk dalam famili Geminiviridae, genus
Begomovirus. Virus tersebut hanya dapat ditularkan melalui serangga vektor
kutukebul (Bemisia tabaci). Kerusakan akibat infeksi PepYLCV dapat mencapai
100% bahkan mengakibatkan gagal panen. Salah satu strategi pengendalian untuk
menekan penyakit tersebut yaitu menggunakan mikroba sebagai agens biokontrol.
Penelitian dilakukan untuk menentukan potensi cendawan endofit sebagai
agens penginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap PepYLCV, dan mempelajari
pengaruhnya terhadap preferensi makan B. tabaci dan efisiensi penularan virus
oleh serangga vektor. Empat isolat cendawan endofit yaitu Cercospora nicotianae
isolat H5, Curvularia sp. isolat H12, Fusarium sp. isolat AC-2.7 dan isolat AC-
4.7 diperoleh dari Klinik Tanaman, IPB. Penelitian dilakukan dalam empat tahap,
yaitu (1) seleksi galur dan varietas cabai, (2) induksi ketahanan tanaman cabai
terhadap penyakit daun keriting kuning oleh cendawan endofit, (3) uji pengaruh
cendawan endofit terhadap preferensi makan B. tabaci, dan (4) uji pengaruh
cendawan endofit terhadap efisiensi penularan virus oleh serangga vektor.
Sebanyak 14 galur dan varietas cabai telah diseleksi ketahanannya terhadap
infeksi PepYLCV. Penularan virus dilakukan menggunakan kutu kebul viruliferus
sebanyak 10 ekor/tanaman. Insidensi dan keparahan penyakit berturut-turut
berkisar 26.7% hingga 100% dan 18.7% hingga 64%. Respons ketahanan galur
dan varietas yang diuji dikelompokkan menjadi moderat rentan (1 galur), rentan
(4 galur dan 5 varietas komersial), dan sangat rentan (2 galur dan 2 varietas
komersial). Dua varietas cabai besar komersial yang menunjukkan tingkat
intensitas penyakit tertinggi yaitu varietas Biola dan Luwes dengan kriteria
berturut-turut rentan dan sangat rentan digunakan untuk percobaan selanjutnya.
Pada percobaan induksi ketahanan terhadap PepYLCV, perlakuan cendawan
endofit diberikan melalui perendaman benih dan penyemprotan bibit cabai dengan
suspensi propagul cendawan. Berdasarkan pengamatan periode inkubasi
menunjukkan bahwa penundaan gejala terjadi pada aplikasi cendawan endofit
Fusarium sp. isolat AC-2.7 dan Curvularia sp. isolat H12. Insidensi penyakit
mencapai 100% untuk semua perlakuan. Keparahan penyakit yang lebih rendah
terjadi pada aplikasi Curvularia sp. isolat H12. Gejala serangan PepYLCV yang
terjadi hampir sama baik pada tanaman perlakuan maupun kontrol yaitu tanaman
berwarna kuning, keriting, daun melengkung ke bawah dan/atau ke atas hingga
beberapa tanaman mengalami kekerdilan. Analisis terhadap produktivitas tanaman
menunjukkan bahwa aplikasi Fusarium sp. isolat AC-2.7 pada varietas Biola
menyebabkan bobot buah yang lebih tinggi dan dapat menginduksi repons
toleransi terhadap infeksi PepYLCV. Produktivitas tanaman tidak selalu
berkorelasi positif dengan keparahan penyakit.
Uji preferensi makan dilakukan menggunakan metode dua pilihan antara
tanaman dengan perlakuan dan tanpa perlakuan cendawan endofit. Secara analisis
statistika tidak terdapat perbedaan pada preferensi makan B. tabaci, tetapi terdapat
perbedaan pola aktivitas kutukebul pada masing-masing perlakuan. Aktivitas
terbang B. tabaci terjadi optimal mulai pukul 06.00 pagi hingga 12.00 siang.
Kutukebul cenderung lebih menyukai tanaman dengan aplikasi Fusarium sp.
isolat AC-2.7 dan AC-4.7 dibandingkan dengan aplikasi C. nicotianae isolat H5
dan Curvularia sp. isolat H12. Preferensi makan B. tabaci berkaitan dengan
keparahan penyakit yang terjadi. Keparahan penyakit tertinggi pada varietas
Luwes dan Biola terjadi pada perlakuan Fusarium sp. isolat AC-2.7 dan AC-4.7
secara berturut-turut, sedangkan keparahan penyakit terendah terjadi pada
perlakuan Curvularia sp. isolat H12.
Uji efisiensi penularan virus oleh serangga vektor dilakukan menggunakan
tanaman dengan dan tanpa perlakuan cendawan endofit sebagai sumber inokulum
virus. Periode inkubasi terpendek terjadi pada perlakuan Fusarium sp. isolat
AC-4.7 baik pada varietas Luwes maupun Biola. Periode inkubasi terpanjang
untuk varietas Luwes terjadi pada tanaman kontrol dan varietas Biola pada
perlakuan C. nicotianae isolat H5. Insidensi penyakit terendah pada varietas
Luwes terjadi pada tanaman kontrol, sedangkan pada varietas Biola terjadi pada
perlakuan Fusarium sp. isolat AC-4.7. Keparahan penyakit terendah pada varietas
Luwes terjadi pada tanaman kontrol dan perlakuan Curvularia sp. isolat H12,
sedangkan pada varietas Biola terjadi pada perlakuan Fusarium sp. isolat AC-4.7.
Perlakuan cendawan endofit terhadap tanaman cabai yang selanjutnya menjadi
sumber inokulum virus belum dapat menekan intensitas penyakit daun keriting
kuning.
Perlakuan cendawan endofit belum mampu menekan penyakit daun keriting
kuning cabai. Namun, cendawan endofit Curvularia sp. isolat H12 berpotensi
menunda gejala infeksi virus dan Fusarium sp. isolat AC-2.7 dapat menginduksi
toleransi produktivitas tanaman walaupun terinfeksi virus. Selain itu, Curvularia
sp. isolat H12 diduga dapat menurunkan preferensi makan B. tabaci terhadap
tanaman cabai. Perlakuan cendawan endofit juga belum mampu mengurangi
efisiensi penularan virus oleh serangga vektor. Cendawan endofit Curvularia sp.
isolat H12 dan Fusarium sp. isolat AC-2.7 dapat dimanfaatkan sebagai agens
pengendalian hayati sebagai upaya pengendalian penyakit daun keriting kuning
pada cabai.
Collections
- MT - Agriculture [3772]