Efektivitas Penambahan Glutathione (Gsh) Pada Medium Fertilisasi Dan Kultur Terhadap Kompetensi Perkembangan Awal Embrio Sapi Secara In Vitro
View/ Open
Date
2016Author
Nugroho, Aras Prasetiyo
Setiadi, Mohamad Agus
Supriatna, Iman
Metadata
Show full item recordAbstract
Produksi embrio in vitro sapi masih mengalami kendala yang ditandai
dengan rendahnya capaian tingkat blastosis. Hal tersebut dapat terjadi karena
lingkungan kultur yang mempunyai konsentrasi oksigen (O2) yang tinggi. Kondisi
ini menyebabkan metabolisme menghasilkan banyak reactive oxygen species
(ROS) seperti hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat bereaksi dengan unsur logam
menjadi radikal bebas berupa ion hidroksil (OH•−). Radikal bebas OH•− sangat
berbahaya karena dapat merusak membran dengan membentuk lipid peroksida (LOOH).
Secara alami oosit menghasilkan glutathione (GSH) yang dapat mereduksi
H2O2 sebelum sempat bereaksi dengan unsur logam. Sintesis GSH diregulasikan
oleh sel kumulus dengan mentransfer cysteine melalui gap junction sebagai
prekusor GSH. Pada saat oosit mencapai kematangan inti, gap junction terputus
oleh adanya enzim hyaluronidase sehingga suplai cysteine ke dalam oosit terhenti
akibatnya sintesis GSH juga terhenti. Konsentrasi GSH yang dicapai selama
pematangan inilah yang digunakan dalam pembentukan pronukleus dan blastosis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat fertilisasi dan kompetensi
perkembangan awal embrio sapi dengan penambahan GSH pada medium
fertilisasi dan kultur. Penelitian I, oosit sapi dimatangkan, kemudian difertilisasi
dengan spermatozoa yang telah diseleksi menggunakan teknik swim up. Oosit dan
spermatozoa diinkubasi pada medium fertilisasi dengan penambahan 0.25 mM,
0.50 mM, dan 1.00 mM GSH. Penelitian II, oosit sapi dimatangkan pada medium
pematangan dan difertilisasi menggunakan prosedur seperti penelitian sebelumnya,
kemudian dikultur pada medium kultur dengan perlakuan penambahan GSH:
hanya pada medium fertilisasi (T1), hanya pada medium kultur (T2), dan
kombinasi pada medium fertilisasi dan kultur (T3). Sementara itu pada kontrol
tidak diberikan perlakuan penambahan GSH.
Hasil penelitian I menunjukkan bahwa penambahan 1.00 mM GSH pada
medium fertilisasi dapat meningkatkan pembentukan pronukleus normal yang
lebih tinggi (86.9%) dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 0.50 mM
(80.3%), 0.25 mM (73.8%), dan kontrol (58.9%) (P<0.05). Penelitian II
menujukkan bahwa perkembangan awal embrio sapi pada hari ke-2 kultur yang
mencapai pembelahan delapan sel pada perlakukan T1 (56.0%) dan T3 (53.6%)
lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan T2 (26.2%) and T0 (kontrol)
(31.3%). Selanjutnya, perkembangan awal embrio sapi pada hari ke-4 kultur yang
mencapai pembelahan 16 sel pada perlakuan T1 (26.2%) dan T3 (27.4%) lebih
tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakukan T2 (11.9%) dan T0 (kontrol)
(10.8%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan 1.00 mM
GSH pada medium fertilisasi lebih efektif dalam mendukung pembentukan
pronukleus normal dan perkembangan awal embrio sapi dibandingkan pada
medium kultur.
Collections
- MT - Veterinary Science [899]