Potensi Kemunculan Titik Panas Berdasarkan Tutupan Lahan Dan Insolasi (Incoming Solar Radiation) (Studi Kasus: Pulau Bengkalis, Riau).
Abstract
Identifikasi titik panas sangat diperlukan untuk mengurangi resiko kebakaran hutan dan lahan khususnnya di Pulau Bengkalis, Riau. Potensi kemunculan titik panas dapat diketahui berdasarkan tutupan lahan dan nilai insolasi (incoming solar radiation), serta dipengaruhi oleh curah hujan. Klasifikasi tutupan lahan merupakan hasil interpretasi dari citra Landsat 8 menggunakan metode klasifikasi terbimbing dan interpretasi visual. Titik panas sering muncul pada tutupan lahan vegetasi dengan kerapatan sedang yang mewakili perkebunan, semak belukar, dan pertanian lahan kering. Hal ini disebabkan karena pada tutupan lahan tersebut mengandung bahan bakar ringan dan kering karena kelembaban lingkungannya rendah. Nilai insolasi dipengaruhi oleh jarak antara bumi dengan matahari (perihelion dan aphelion) akibat gerak semu matahari, serta dipengaruhi oleh derajat lintang wilayah kajian. Nilai insolasi disajikan dalam bentuk pengkelasan dengan interval 10 w/m2, 15 w/m2, dan 20 w/m2. Berdasarkan ketiga jenis kelas tersebut menunjukkan bahwa nilai insolasi mempunyai korelasi positif dengan jumlah titik panas. Semakin besar nilai insolasi, maka semakin banyak titik panas yang terdeteksi, atau sebaliknya. Titik panas mulai muncul apabila nilai insolasi minimum adalah 1321 w/m2 yaitu terjadi pada bulan Januari-Mei dan Agustus-November. Selain insolasi, curah hujan juga berperan dalam kemunculan titik panas. Curah hujan mempunyai korelasi negatif dengan jumlah titik panas, yaitu semakin tinggi curah hujan, maka semakin sedikit titik panas yang terdeteksi, atau sebaliknya.