Kajian Kearifan Lokal Pada Pekarangan Masyarakat Betawi Sebagai Basis Pengelolaan Lanskap Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Dki Jakarta.
View/ Open
Date
2015Author
Nursyirwan, Pranawita Karina
Mugnisjah, Q
Arifin, Nurhayati H S
Metadata
Show full item recordAbstract
Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Srengseng, Jakarta Selatan, dirancang untuk melestarikan budaya Betawi dan sebagai tempat untuk mengembangkan alam yang dikelilingi oleh keberadaan budaya Betawi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kearifan lokal masyarakat Betawi melalui pekarangan dengan cara (1) mengidentifikasi karakteristik pekarangan Betawi, (2) mengkaji kearifan lokal masyarakat Betawi di pekarangan, dan (3) menyusun strategi pengelolaan lanskap Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan agar kearifan lokal tetap terjaga. Sumber data diperoleh dari hasil studi literatur, wawancara, kuisioner, dan observasi lapang. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dan statistik nonparametris. Hasil identifikasi pekarangan Betawi di Setu Babakan berdasarkan pengelompokan luas pekarangan sampel menurut Arifin et al. (1998) adalah sempit (<120 m2) 46 %, sedang (120-400 m2) 17%, besar (400-1000 m2) 20%, dan sangat besar (>1000 m2) 17%. Dari 46% pekarangan sempit, 20% berada di RW 08, dan masing-masing 10% di RW 06 dan RW 07. Adanya pekarangan sempit disebabkan oleh fragmentasi pekarangan akibat adanya sistem pewarisan, pembagian rumah, dan jual beli lahan. Elemen yang ditemukan pada pekarangan Betawi adalah elemen fisik berupa pagar, tempat menjemur, bale, kandang ternak, lubang tabunan, air, dan tanaman. Elemen lainnya berupa sistem mata pencaharian pemiliknya, yaitu petani, ibu rumah tangga, wiraswastawan, dan pensiunan. Unsur seni yang masih ditemukan di pekarangan Betawi adalah gigi balang dan langkan yang memiliki pola khas Betawi. Aktivitas di pekarangan mencakup kepercayaan, seni, ritual, bahasa, dan persepsi masyarakat terhadap lingkungannya. Faktor yang membentuk pekarangan Betawi adalah tingkat kepentingan pertanian, informasi teknik pertanian, dasar pemilihan tanaman, pembagian hasil pekarangan, jumlah petani, sikap terhadap perubahan penggunaan lahan, sumber air, dan pertanian organik. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Betawi mencakup pengetahuan cara menentukan sumber air di pekarangan, mengolah tanaman hasil pekarangan sebagai obat tradisonal, dan mengatur pola bertanam di pekarangan. Adanya norma yang terkait dengan waktu penanaman dimiliki oleh masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi memiliki hari baik dan hari buruk dalam melakukan kegiatan di pekarangan. Hasil studi menunjukkan adanya simbol-simbol dalam upacara adat yang dilakukan di pekarangan dan juga kebiasaan atau aktivitas orang Betawi yang menyebabkan terbentuknya elemen di pekarangan Betawi seperti bale, tampungan air, dan tabunan. Hasil analisis nilai penting pekarangan Betawi di Setu Babakan menunjukkan bahwa pekarangan Betawi memiliki nilai sejarah dengan v derajat tinggi, ilmu pengetahuan dengan derajat tinggi, budaya dengan derajat tinggi, pendidikan dengan derajat sedang, dan agama dengan derajat tinggi. Hasil analisis nilai penting tersebut menunjukkan pekarangan Betawi di Setu Babakan memiliki potensi untuk dilindungi. Empat prioritas utama dalam rencana pengelolaan pekarangan Betawi berdasarkan analisis SWOT adalah memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk mencapai peluang yang ada, yaitu (1) memberikan insentif bagi warga Betawi Setu Babakan yang masih melakukan aktivitas terkait dengan kearifan lokal Betawi di pekarangan; (2) menjadikan aktivitas di pekarangan Betawi sebagai daya tarik wisata budaya di Setu Babakan; (3) menjadikan kegiatan budaya Betawi yang berada dalam pekarangan sebagai salah satu kearifan lokal yang dimunculkan dan dilakukan kembali dalam Perkampungan Budaya Betawi; (4) membuat media informasi mengenai adanya nilai-nilai penting di pekarangan.
Collections
- MT - Agriculture [3781]