Respons Komunitas Kumbang Tinja (Coleoptera: Scarabaeinae) Pada Gradien Gangguan Antropogenik Di Hutan Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi.
View/ Open
Date
2015Author
Moy, Mariana Silvana
Mardiastuti, Ani
Kahono, Sih
Metadata
Show full item recordAbstract
Hutan Lambusango merupakan satu-satunya hutan hujan dataran rendah tropis sekunder, memiliki nilai konservasi tinggi, dan menjadi target program pembangunan daerah di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Gangguan antropogenik tersebut merupakan sumber ancaman utama bagi keberlanjutan habitat hutan dan keanekaragaman hayatinya. Di lain sisi, masih banyak spesies hewan yang belum teridentifikasi dan terdokumentasi dari daerah dengan tingkat endemisitas tinggi ini. Salah satunya, kumbang tinja (Coleoptera: Scarabaeinae), mega detrititus kotoran dan bangkai hewan dalam ekosistem hutan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi komunitas kumbang tinja Scarab pada gradien gangguan antropogenik, (2) menguraikan respons komunitas kumbang tinja dengan karakter lingkungan, (3) menentukan spesies indikator gangguan antropogenik, (4) menjelaskan implikasi indikator spesies terhadap konservasi dan manajemen habitat kumbang tinja. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2013 hingga Januari 2015 menggunakan kombinasi metode perangkap jebak dengan umpan dan metode transek. Total 90 perangkap jebak dengan umpan dari kotoran sapi yang teramati dari 3 tipe gangguan habitat (gangguan rendah/habitat hutan sekunder alami, gangguan sedang/habitat hutan sekunder dengan gangguan, dan gangguan tinggi/habitat kebun jambu mete). Perangkap jebak pada tiap tipe habitat dipasang sepanjang transek 100 m dengan 3 kali ulangan, jarak antar perangkap jebak 10 m, dan jarak antar transek 500 m. Koleksi sampel dilakukan setelah 48 jam pemasangan perangkap jebak. Informasi yang dipaparkan pada penelitian ini meliputi data keanekaragaman kumbang tinja yang dihitung secara kuantitatif melalui analisis indeks Shanon-Wiener, indeks Simpson, indeks Bray-Curtis, ordinasi Non-metric Multidimensional Scalling, estimator Chao 1 dan Bilangan Hills, pendekatan guild, kepadatan individu, Redundancy Analysis, persentase kesamaan spesies (SIMPER), kajian deskriptif karakteristik tanah, dan telaah deskriptif implikasi indikator spesies terhadap upaya konservasi dan manajemen habitat kumbang tinja. Total 1710 individu dari 26 spesies kumbang tinja terkoleksi. 58% dari spesimen yang terperangkap dan 81% dari kekayaan spesies ditemukan pada tipe gangguan sedang, keanekaragaman pada lokasi gangguan sedang berbeda nyata dengan dua tipe gangguan lainnya. Indeks Shannon-Wienner menunjukkan proporsi kekayaan spesies lebih merata pada habitat dengan tingkat gangguan rendah. Dominansi spesies ditemukan tertinggi pada lokasi dengan gangguan sedang. Ordinasi dua dimensi indeks Bray-Curtis memetakan perbedaan komposisi spesies kumbang tinja yang nyata antar tipe gangguan habitat. Guild kumbang tinja yang ditemukan adalah tunneller dan roller. Relung kumbang tinja meliputi spesies generalis, spesies spesialist hutan, dan spesies daerah terbuka. Tumbuhan rumput, semak, paku-pakuan, dan terna memengaruhi komunitas kumbang tinja hingga mencapai 51%. Tumbuhan bawah memberikan pengaruh fluktuatif terhadap kehadiran 8 spesies kumbang tinja (Onthophagus holosericus, O. rosenbergi, O. toraut, O. wallacei, O. griseoaeneus, O. scrutator, O. fulvus, dan Gymnopleurus planus). Keberadaan spesies O. fuscotriatus, Copris celebensis, O. ribbei, O. aureopilosus, O. curvicarinatus, dan C. erratus mayasukii tidak dipengaruhi oleh tipe tumbuhan bawah. Tumbuhan paku, rumput, dan semak lebih dominan ditemukan pada habitat dengan tingkat gangguan tinggi, dan tumbuhan terna lebih banyak ditemukan pada habitat dengan tingkat gangguan sedang. Persentase tutupan serasah memengaruhi komunitas kumbang tinja sebesar 49%. Tutupan serasah yang rendah (0-24.5%) mendukung keberadaan spesies O. griseoaeneus, O. fuscotriatus, O. rosenbergi, dan O. scrutator. Tutupan serasah yang sedang (25-49.5%) memengaruhi kehadiran spesies O. wallacei dan O. toraut. Habitat dengan persentase tutupan serasah yang tebal (50%-100%) memengaruhi keberadaan spesies O. ribbei, O. aureopilosus, C. celebensis, O. curvicarinatus, C. erratus mayasukii, O. fulvus, dan O. fuscotriatus. Kehadiran spesies O. holosericus dan G. planus tidak dipengaruhi oleh penutupan serasah. Tutupan serasah yang kecil (0-49.5%) ditemukan dominan pada habitat dengan tingkat gangguan tinggi, sedangkan tutupan serasah yang besar (50-100%) lebih besar pada habitat dengan tingkat gangguan rendah dan sedang. Kelompok kumbang tinja di hutan Lambusango hidup pada karakteristik tanah liat berdebu dengan derajat keasaman tanah (pH) 5.1 pada lokasi dengan tingkat gangguan rendah dan tanah lempung berdebu untuk lokasi dengan tingkat gangguan sedang (pH 5.8) dan tingkat gangguan tinggi (pH 6.8). Berdasarkan spesies tunggal, O. ribbei, G. planus, O. griseoaeneus merupakan indikator spesies dengan kontribusi terbesar pada habitat dengan tipe gangguan level rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan komunitas, 6 spesies menjadi indikator pada gangguan habitat rendah (O. ribbei, G. planus, O. rosenbergi rosenbergi, O. fulvus, O. griseoaeneus, dan O. aureopilosus), 7 spesies indikator pada gangguan habitat sedang (G. planus O. ribbei, O. rosenbergi divergens, O. curvicarinatus, O. holosericus, C. erratus mayasukii, dan O. wallacei, dan 7 spesies indikator pada gangguan habitat tinggi (O. griseoaeneus, O. rosenbergi divergens, G. planus, O. wallacei, O. scrutator, O. ribbei, dan C. erratus mayasukii). Interferensi regulasi dan kebijakan konservasi kumbang tinja pada skala nasional dan daerah Buton masih belum ada. Kontrasnya, laju degradasi habitat kumbang tinja berlangsung dengan cepat di tingkat tapak. Maka, diperlukan satu terobosan baru dalam mendukung implementasi konservasi dan manajemen habitat kumbang tinja. Pendekatan konservasi biogeografi dapat dijadikan batu loncatan dalam telaah konservasi dan manajemen habitat kumbang tinja di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Collections
- MT - Forestry [1411]