Performa Reproduksi Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA) dan Gen FSH Sub Unit Beta pada Sapi FH di BBPTU Baturraden
View/ Open
Date
2015Author
Komala, Iyep
Sumantri, Cece
Tumbelaka, Ligaya ITA
Metadata
Show full item recordAbstract
Rendahnya produksi susu di Indonesia disebabkan sedikitnya populasi sapi perah akibat buruknya performa reproduksi, penyebaran populasi yang tidak merata, rendahnya produksi susu dan semakin menurunya minat generasi muda untuk beternak sapi perah. Kondisi tersebut menyebabkan impor mencapai 80%. Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menyeleksi, mempertahankan dan mengembangbiakan betina-betina unggul. Tujuan penelitian ini yaitu mengevaluasi kemampuan genetik sapi FH betina berdasarkan perhitungan Most Probable Producing Ability (MPPA), mengidentifikasi keragaman gen FSH sub-unit beta terhadap kinerja reproduksi dan potensi produksi susu sapi FH sebagai penanda kualitas reproduksi dan produksi dan mengidentifikikasi hubungan produksi susu berdasarkan grade MPPA dan gen FSH sub-unit beta dengan performa reproduksi dan MPPA dengan Body Condition Score (BCS). Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu: tahap pertama berupa koleksi data primer dan sekunder (1) data reproduksi yaitu masa kosong (days open) dan Conception Rate (CR) serta data BCS dari 202 ekor sapi FH selama 5 laktasi, (2) data produksi susu, yaitu data produksi susu harian dari 213 ekor FH selama 5 laktasi. Penelitian tahap dua yaitu analisis molekuler gen FSH sub-unit beta dihubungkan dengan sifat fenotipik yang diukur yaitu reproduksi dan produksi susu. Identifikasi keragaman gen FSH sub-unit beta dilakukan dengan metode polymerase chain reaction (PCR) dan restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Produksi susu dianalisis dengan menghuting formula repitabilitas (r), heritabilitas (h) dan MPPA. Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA (GLM), korelasi dan regresi. Hasil penelitian menunjukkan nilai ripitabilitas produksi susu tergolong tinggi yaitu 0.84, sedangkan nilai heritabilitas tergolong sedang yaitu 0.4. Rataan produksi susu berdasarkan MPPA didapatkan empat grade yaitu A, B, C dan D yang memiliki produksi susu perlaktasi masing-masing 6 611.2 + 428.6 kg (23.94%), 5 533.1 + 306.1 kg (43.19%), 4 650.4 + 251.5 kg (27.70%) dan 3 529.5 + 291.3 kg (5.16%). Produktivitas sapi FH berdasarkan MPPA dapat digambarkan dari total produksi susu rata-rata perlaktasi selama 5 laktasi yaitu berkisar antara 3151.2 kg (grade D) sampai dengan rata-rata sebesar 7701.3 kg (grade A), dengan nilai rata-rata 5443.23 kg. Nilai rata-rata produksi susu tersebut masih pada kisaran yang baik. Sapi dengan grade A merupakan sapi yang dapat dijadikan indukan yang baik untuk dipertahankan, supaya bisa melahirkan keturunan yang memiliki produksi susu dengan grade A juga. Produk PCR gen FSH sub-unit beta yang telah dipotong menggunakan enzim restriksi Pst1 menghasilkan 1 macam genotype, yaitu AB. Hasil RFLP dengan pemotongan produk PCR dengan enzim Pst1 menunjukkan bahwa dari 100% tidak ada variasi atau monomorfik (genotipe AB). Hal tersebut dimungkinkan karena sapi-sapi tersebut diimpor dari tempat yang sama dan sudah terseleksi, oleh karena itu gen FSH sub-unit beta dalam populasi ini tidak bisa dipakai sebagai marka gen untuk seleksi peningkatan produksi susu. Performa reproduksi dapat di nilai dengan nilai masa kosong dan CR. Grade produksi susu memiliki hubungan yang nyata dengan masa kosong dan CR (P<0.05), yaitu dengan semakin baik grade produksi susu, masa kosong semakin pendek dan nilai CR semakin tinggi. Sapi FH dengan grade A dan B masing-masing memiliki masa kosong dalam kisaran normal yaitu selama 75.35+8.54 hari dan 111.59+14.77 hari. Sedangkan sapi dengan grade C memiliki masa kosong melebihi kisaran normal yaitu selama 143.14+9.02 hari. Sapi FH dengan grade A dan B masing masing memiliki nilai CR yang baik yaitu sebesar 75.68% dan 60.87%. Sedangkan dengan sapi FH dengan grade C dinilai kurang baik karena memiliki nilai CR sebesar 10.45%. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCS pada masing-masing grade A, B dan C yaitu 3.1+0.22, 2.9+0.15 dan 2.7+0.22. Produksi susu memiliki hubungan yang nyata (P<0.05) dan berkorelasi positif dengan nilai BCS. Semakin tinggi produksi susu, maka semakin baik nilai BCS. Sapi grade A memiliki nilai BCS yang ideal, sapi grade B memiliki nilai BCS minimal yang direkomendasikan, sedangkan sapi grade C memiliki BCS di bawah rekomendasi. Sapi grade A dengan BCS 3.1 dan B dengan BCS 2.9 memiliki masa kosong yang pendek dan CR yang tinggi menunjukkan adaptasi yang baik terhadap lingkungan dan kemampuannya mengkonsumi pakan. Berbeda dengan sapi grade C dengan BCS 2.7, karena mengalami keseimbangan energi negatif sehingga masa kosong menjadi lebih panjang dan CR yang rendah. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara BCS dengan produksi susu yaitu dengan nilai r=0.68. Hubungan antara BCS dengan produksi susu dinyatakan dalam persamaan regresi MPPA (Kg) = - 59 + 1991 BCS, artinya dengan kenaikan satu satuan BCS akan meningkatkan produksi susu 1991 kg /laktasi. Dengan demikian BCS memiliki pengaruh yang yang cukup besar terhadap produksi susu. Kesimpulan penelitian ini yaitu performa reproduksi sangat dipengaruhi oleh produksi susu berdasarkan grade MPPA dan BCS. Semakin tinggi produksi susu semakin semakin pendek masa kosong, serta semakin tinggi CR dan BCS. Gen FSH sub-unit beta belum dapat dijadikan sebagai marka genetik reproduksi.
Collections
- MT - Veterinary Science [911]